
Jakarta, Mata4.com — Sekretariat Presiden Republik Indonesia resmi mengembalikan kartu identitas (ID) liputan sejumlah wartawan yang sebelumnya dicabut. Keputusan ini diambil setelah dilakukan evaluasi internal dan koordinasi antara pihak Istana dengan organisasi profesi wartawan. Langkah ini dinilai sebagai bentuk komitmen pemerintah terhadap prinsip-prinsip demokrasi, khususnya dalam menjamin kebebasan pers dan hak publik atas informasi.
Dalam pernyataan tertulis yang diterima oleh sejumlah redaksi, Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden menyampaikan bahwa pengembalian ID ini merupakan hasil dari diskusi konstruktif yang melibatkan berbagai pihak, termasuk organisasi wartawan dan lembaga pengawas media.
“Kami memahami bahwa kerja jurnalistik adalah bagian tak terpisahkan dari demokrasi. Oleh karena itu, setelah dilakukan evaluasi menyeluruh, ID liputan bagi wartawan yang sempat ditangguhkan kini kami kembalikan. Ini bentuk keterbukaan dan semangat kemitraan,” ujar pejabat tersebut, Senin (29/9).
Kronologi dan Latar Belakang Pencabutan
Pencabutan ID liputan terjadi pada pertengahan bulan lalu dan melibatkan beberapa wartawan dari media nasional yang biasa melakukan peliputan kegiatan Presiden di lingkungan Istana Negara. Mereka tiba-tiba kehilangan akses liputan tanpa penjelasan tertulis yang rinci.
Sejumlah sumber menyebut, pencabutan tersebut diduga berkaitan dengan pemberitaan yang dianggap sensitif oleh otoritas protokoler, meskipun tidak ada pelanggaran kode etik jurnalistik yang secara resmi dituduhkan kepada para jurnalis tersebut.
Kebijakan ini kemudian menimbulkan kritik dari berbagai kalangan, terutama dari organisasi jurnalis seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Dewan Pers. Mereka menyatakan bahwa pencabutan akses peliputan tanpa prosedur yang jelas dapat dianggap sebagai bentuk pembatasan terhadap kerja jurnalistik.
Ketua AJI Indonesia, dalam pernyataan resminya, mengatakan, “ID pers bukan sekadar kartu, melainkan simbol pengakuan terhadap hak wartawan untuk mengakses informasi publik. Jika itu dicabut tanpa proses yang transparan, maka yang dirugikan bukan hanya jurnalis, tapi juga publik sebagai penerima informasi.”
Sikap Istana: Evaluasi dan Klarifikasi
Menanggapi reaksi publik dan komunitas pers, Sekretariat Presiden melakukan evaluasi internal, termasuk menelaah kembali standar operasional prosedur (SOP) peliputan media di lingkungan Istana. Hasilnya, diputuskan bahwa pencabutan ID tidak akan dilakukan lagi tanpa dasar dan mekanisme yang jelas.
“Kami menyadari bahwa prosedur sebelumnya belum sepenuhnya ideal. Oleh karena itu, kami sedang memperbarui pedoman peliputan dan sistem akreditasi agar lebih adil, transparan, dan akuntabel,” ujar perwakilan Biro Pers Istana.
Pihak Istana juga membuka ruang komunikasi lebih luas dengan organisasi profesi wartawan dan redaksi media untuk menghindari kesalahpahaman serupa di masa mendatang.
Respons dari Wartawan Terdampak
Beberapa wartawan yang sempat kehilangan akses liputan menyambut baik keputusan Istana untuk mengembalikan ID mereka. Dalam wawancara singkat, seorang reporter dari media nasional mengatakan bahwa keputusan tersebut mengembalikan kepercayaan terhadap komitmen pemerintah dalam menjunjung tinggi hak-hak jurnalis.
“Kami bekerja sesuai etika dan aturan. Kami menghargai proses evaluasi ini dan berharap ke depan, ada jalur komunikasi yang lebih terbuka jika ada hal-hal yang dianggap tidak sesuai oleh pihak protokol atau keamanan,” ujar jurnalis tersebut.
Wartawan lainnya juga menyatakan bahwa insiden ini harus menjadi pelajaran bersama agar hubungan antara pemerintah dan media tetap sehat dan saling menghormati peran masing-masing.
Pandangan Organisasi Profesi dan Dewan Pers
Dewan Pers memandang langkah pengembalian ID ini sebagai sinyal positif dalam memperbaiki hubungan antara pemerintah dan insan pers. Mereka berharap peristiwa ini tidak terulang kembali dan menjadi titik tolak penyusunan pedoman teknis yang lebih baik untuk peliputan di wilayah-wilayah yang tergolong strategis.
Anggota Dewan Pers, Yuniarti Basuki, menilai bahwa persoalan semacam ini bisa dicegah jika komunikasi antara otoritas dan jurnalis dibangun secara reguler. “Kita butuh kejelasan prosedur, bukan keputusan sepihak. Karena kerja jurnalistik dilindungi undang-undang,” ujarnya.
PWI juga menyatakan hal serupa. Mereka menyarankan agar setiap peliputan di lingkungan Istana dibekali dengan briefing teknis dan protokoler yang jelas, sehingga tidak terjadi interpretasi yang berbeda di lapangan antara jurnalis dan petugas keamanan.
Harapan dan Langkah Selanjutnya
Sebagai bagian dari perbaikan ke depan, Sekretariat Presiden menyampaikan bahwa mereka tengah menyusun standar peliputan baru yang akan disosialisasikan kepada seluruh media peliput di Istana. Protokol ini mencakup aturan berpakaian, penggunaan alat perekam, zona akses, hingga mekanisme klarifikasi jika terjadi potensi pelanggaran.
“Kami ingin media tetap dapat bekerja secara bebas, namun tetap dalam koridor yang menghormati sistem keamanan dan aturan protokoler kenegaraan. Ini bukan pembatasan, melainkan harmonisasi kepentingan,” jelas pejabat Istana.
Sementara itu, sejumlah redaksi menyatakan siap mendukung peningkatan profesionalisme wartawan peliput Istana dengan memberikan pembekalan rutin terkait etika peliputan dan protokol resmi.
Kesimpulan
Pengembalian ID liputan wartawan oleh Istana Negara merupakan langkah positif dalam menjaga iklim demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia. Meskipun sempat menimbulkan kontroversi, keputusan ini menunjukkan bahwa evaluasi terbuka dan komunikasi antar pihak dapat menghindari konflik berkepanjangan.
Komitmen untuk menyusun standar peliputan yang lebih jelas dan kolaboratif juga menunjukkan bahwa pemerintah bersedia mendengarkan suara media. Ke depan, diharapkan kerja sama yang sehat antara pers dan pemerintah dapat terus dijaga demi kepentingan publik yang lebih luas.