Jakarta – mata4.com
Ibukota kembali dikepung banjir besar yang melumpuhkan ratusan titik pemukiman dan jalan utama sejak Minggu (6/7/2025). Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyampaikan penjelasan resmi terkait penyebab utama banjir yang menerjang secara masif di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Dalam konferensi pers darurat, Pramono memaparkan bahwa ada tiga faktor utama yang menyebabkan genangan air begitu cepat dan sulit surut: air kiriman dari hulu, curah hujan lokal yang ekstrem, dan banjir rob akibat pasang laut tinggi.
1. Air Kiriman dari Hulu Membanjiri Jakarta
Pramono menegaskan bahwa lebih dari 90 persen air yang menggenangi Jakarta berasal dari wilayah hulu seperti Bogor, Depok, dan wilayah Puncak. Hujan dengan intensitas tinggi di kawasan tersebut menyebabkan debit air Sungai Ciliwung, Cisadane, dan Pesanggrahan meningkat tajam, lalu mengalir deras ke wilayah hilir Jakarta.
“Masyarakat perlu tahu, hujan di Jakarta sendiri saat itu tidak terlalu tinggi, tapi air kiriman dari selatan datang bersamaan, membanjiri dalam jumlah besar,” jelas Pramono.
Pintu-pintu air seperti Katulampa dan Manggarai mengalami peningkatan tinggi muka air yang drastis dalam waktu singkat, menyebabkan sistem drainase Jakarta kewalahan.
2. Curah Hujan Ekstrem di Beberapa Wilayah Jakarta
Meski banjir kiriman mendominasi, bukan berarti Jakarta tidak mengalami hujan lokal. Beberapa wilayah seperti Jakarta Selatan dan Jakarta Timur tercatat menerima curah hujan lebih dari 100 mm per hari, masuk kategori ekstrem berdasarkan standar BMKG.
Hujan deras yang turun bersamaan dengan air kiriman menyebabkan saluran dan waduk penampungan meluap, memperparah genangan yang terjadi di permukiman padat penduduk dan kawasan bisnis.
3. Rob: Pasang Laut Hambat Proses Surut
Salah satu faktor lain yang memperumit situasi adalah kondisi pasang laut atau rob. Menurut Pramono, air laut yang sedang naik menghambat aliran air dari kanal dan sungai ke laut. Akibatnya, air tertahan dan terus menggenang.
“Pompa kami tidak bisa bekerja maksimal karena air laut baru surut sekitar pukul 22.30 WIB. Sebelumnya, arus air justru balik ke daratan,” kata Pramono.
Kondisi ini menjadi siklus yang kerap kali terjadi setiap musim hujan dan pasang tinggi bersamaan. Fenomena ini diperparah oleh perubahan iklim global yang memicu kenaikan permukaan laut dan curah hujan tidak menentu.
Langkah Tanggap Darurat Pemprov DKI
Menghadapi kondisi kritis ini, Pemprov DKI Jakarta langsung mengaktifkan status siaga darurat banjir, dengan menerjunkan:
- 600 lebih unit pompa stasioner dan mobile, meski 10 di antaranya sempat mengalami kerusakan karena beban kerja berlebih.
- Tim gabungan dari Dinas SDA, BPBD, Satpol PP, dan relawan warga.
- Dukungan teknologi dari Command Center Jakarta Smart City untuk memantau area terdampak dan mengatur distribusi bantuan.
- Kolaborasi dengan BMKG dan TNI-AU untuk melakukan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) agar hujan dapat dialihkan ke wilayah laut.
Evaluasi Jangka Panjang dan Strategi Pencegahan
Gubernur Pramono juga menyampaikan bahwa banjir ini menjadi evaluasi penting terhadap sistem tata kelola air Jakarta. Ia menegaskan akan mempercepat pembangunan:
- Sumur resapan dan kolam retensi di titik rawan.
- Normalisasi sungai yang selama ini tertunda.
- Pemindahan rumah warga dari bantaran sungai ke rusunawa.
Pemerintah Provinsi juga sedang menjajaki kerja sama internasional untuk teknologi mitigasi banjir, termasuk penerapan early warning system berbasis AI.
Seruan Gubernur kepada Warga Jakarta
Pramono mengimbau warga Jakarta untuk tetap tenang dan meningkatkan kesiapsiagaan di musim penghujan. Ia juga menekankan pentingnya kerja sama antara masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan lingkungan, terutama dalam menjaga kebersihan saluran air.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Partisipasi warga sangat penting, terutama dalam mencegah sampah menyumbat drainase,” ujar Pramono.
