
Dhaka, 20 Juli 2025 | Mata4 Internasional — Ratusan ribu orang memadati pusat ibu kota Bangladesh pada Sabtu (19/7), dalam aksi massa yang diorganisir oleh Jamaat-e-Islami, partai Islam terbesar dan tertua di negara tersebut. Aksi ini digelar menjelang pemilihan umum nasional yang dijadwalkan berlangsung pada akhir 2025 dan dinilai sebagai salah satu upaya strategis partai untuk menegaskan eksistensinya di panggung politik nasional setelah bertahun-tahun berada di bawah tekanan hukum dan politik.
Massa aksi memenuhi kawasan Shapla Chattar, simbol protes politik di Dhaka, sejak pagi hari. Mereka membawa bendera, mengenakan pakaian seragam, serta meneriakkan yel-yel yang menyerukan perubahan kebijakan, penegakan keadilan, serta keterbukaan sistem politik terhadap semua golongan.
“Kami datang dengan damai, tapi tegas. Rakyat menginginkan perubahan, keadilan, dan pemerintahan yang tidak meninggalkan nilai-nilai Islam,” ujar Salahuddin Ahmed, juru bicara Jamaat-e-Islami, di hadapan para wartawan.
Pengamanan Ketat, Aksi Berjalan Damai
Aksi berlangsung di tengah penjagaan ketat dari aparat keamanan. Pemerintah Bangladesh melalui Kepolisian Dhaka menyatakan bahwa sekitar 5.000 personel gabungan dikerahkan untuk mengamankan aksi, termasuk dari unit anti huru-hara dan pasukan cadangan.
Meski sempat ada kekhawatiran akan potensi bentrokan, hingga berita ini diturunkan, tidak ada laporan insiden kekerasan atau kerusuhan yang terjadi. Sejumlah ruas jalan utama di Dhaka sempat ditutup untuk lalu lintas umum, menyebabkan kemacetan parah di beberapa titik.
“Kami mengapresiasi partisipasi masyarakat yang tertib dan kerja sama Jamaat dalam menjaga situasi tetap damai,” ujar Deputi Komisioner Polisi Dhaka, Farid Uddin Ahmed.
Sejarah Panjang dan Tantangan Politik
Jamaat-e-Islami merupakan partai yang telah eksis sejak sebelum kemerdekaan Bangladesh. Namun, pada tahun 2013, Mahkamah Agung Bangladesh memutuskan bahwa partai tersebut tidak memenuhi syarat sebagai entitas politik yang sah karena bertentangan dengan prinsip sekularisme dalam konstitusi negara. Sejak saat itu, Jamaat tidak diperbolehkan mencalonkan kandidatnya secara resmi dalam pemilu, meski tetap aktif melalui partai koalisi dan gerakan sosial.
Selama satu dekade terakhir, berbagai tokoh senior Jamaat juga menghadapi dakwaan dan hukuman atas keterlibatan dalam kejahatan perang tahun 1971, yang menambah tekanan politik dan citra negatif terhadap partai tersebut.
Namun begitu, Jamaat tetap memiliki basis massa yang solid, terutama di wilayah-wilayah konservatif seperti Rajshahi, Sylhet, dan Chittagong, serta di kalangan pedagang dan kelas menengah religius.
“Apa pun posisi hukum mereka, tidak bisa diabaikan bahwa Jamaat masih memiliki jutaan simpatisan aktif. Ini adalah kenyataan politik yang tidak bisa dihapus dengan keputusan hukum semata,” ungkap Dr. Farhana Islam, pengamat politik dari South Asia Research Center, kepada The Daily Star.
Makna Politik dan Respon Masyarakat Sipil
Aksi besar ini dipandang oleh banyak pihak sebagai sinyal bahwa Jamaat berusaha mengkonsolidasikan dukungan akar rumput dan menguji respons publik terhadap wacana kembalinya mereka secara penuh ke kontestasi politik nasional.
Namun, tidak semua pihak menyambut positif kemunculan kembali Jamaat. Sejumlah kelompok masyarakat sipil menyatakan kekhawatiran bahwa meningkatnya pengaruh partai berbasis agama dapat memperbesar polarisasi sosial dan memperlemah semangat pluralisme.
“Kita tidak menolak Islam, tapi kita juga tidak boleh membiarkan politik identitas agama menggerus semangat toleransi dan kebangsaan,” kata Nasima Begum, ketua Aliansi Perempuan Progresif Bangladesh.
Hingga kini, pemerintah belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai aksi tersebut. Namun sumber di internal Kementerian Dalam Negeri menyebutkan bahwa mereka tengah memantau kegiatan politik Jamaat secara ketat, termasuk kemungkinan pelanggaran hukum selama mobilisasi massa.
Menatap Pemilu 2025
Pemilihan umum Bangladesh dijadwalkan berlangsung pada Desember 2025, dengan partai penguasa Awami League berupaya mempertahankan kekuasaan di tengah berbagai isu ekonomi dan kebebasan sipil. Di sisi lain, oposisi utama, termasuk Partai Nasionalis Bangladesh (BNP), masih terbelit konflik internal.
Kehadiran Jamaat di jalanan hari ini menunjukkan bahwa dinamika politik Bangladesh akan semakin kompleks ke depan, dengan potensi munculnya kembali kekuatan politik lama dalam format baru atau melalui aliansi strategis.