Jakarta, 23 Juli 2025 – Jaringan Masyarakat Sipil (JMS), sebuah organisasi yang fokus pada isu hak asasi manusia dan perlindungan korban, kembali mengangkat permasalahan krusial yang selama ini dianggap kurang mendapatkan perhatian memadai: transparansi alokasi dan sumber dana bantuan bagi korban kekerasan seksual di Indonesia. Dalam konferensi pers yang digelar secara virtual dan tatap muka hari ini, JMS menyampaikan keprihatinan mendalam mengenai bagaimana dana bantuan yang seharusnya menjadi harapan para korban, justru sering kali tidak jelas asal-usul, alokasi, maupun mekanisme penyalurannya.
Latar Belakang dan Signifikansi Isu
Kekerasan seksual merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang serius dan masih marak terjadi di Indonesia. Data dari Komnas Perempuan dan lembaga pendamping menunjukkan bahwa ribuan kasus kekerasan seksual terjadi setiap tahunnya, mulai dari kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan di tempat kerja, hingga pelecehan dan eksploitasi seksual terhadap anak-anak. Korban kekerasan seksual tidak hanya menghadapi trauma fisik dan psikologis, tetapi juga stigmatisasi sosial yang berat.
Untuk membantu pemulihan para korban, berbagai bentuk bantuan telah disiapkan oleh pemerintah, organisasi masyarakat sipil, serta lembaga internasional. Bantuan tersebut mencakup dukungan psikologis, layanan medis, bantuan hukum, serta pendampingan sosial-ekonomi. Namun sayangnya, sampai saat ini, masih banyak kendala yang dihadapi dalam penyaluran bantuan tersebut.
Kritik JMS: Kurangnya Transparansi dan Akuntabilitas Dana Bantuan
Ketua JMS, Sari Wulandari, menyampaikan bahwa selama ini JMS telah menerima banyak laporan dari korban dan pendampingnya mengenai ketidakjelasan dan ketidakteraturan dalam penyaluran bantuan. “Kami menerima banyak keluhan bahwa bantuan yang dijanjikan tidak sampai, terlambat, atau bahkan hilang tanpa jejak. Ini menunjukkan adanya masalah serius dalam pengelolaan dana,” kata Sari.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kurangnya transparansi ini mengakibatkan beberapa dampak negatif seperti:
- Penundaan proses pemulihan korban karena bantuan terlambat atau tidak memadai.
- Berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap program bantuan pemerintah dan NGO.
- Potensi penyalahgunaan dana yang tidak terawasi dengan baik.
JMS juga menyoroti bahwa sumber dana untuk bantuan korban kekerasan seksual yang berasal dari berbagai pihak, mulai dari anggaran pemerintah, donasi asing, hingga CSR perusahaan, seringkali tidak dijelaskan secara terbuka kepada publik. Akibatnya, sulit untuk memastikan apakah dana tersebut telah dikelola secara efektif dan sampai pada korban yang membutuhkan.
Dampak Terhadap Korban Kekerasan Seksual
Ketidakjelasan pengelolaan dana ini berdampak langsung terhadap kondisi para korban. Seorang pendamping korban di Yogyakarta menyebutkan, “Banyak korban yang mengeluhkan harus menunggu berbulan-bulan untuk mendapatkan akses ke layanan psikolog atau bantuan hukum. Padahal trauma mereka tidak bisa ditangani dengan penundaan.”
Banyak korban juga mengalami kesulitan finansial karena kehilangan mata pencaharian dan membutuhkan bantuan sosial yang segera. Tanpa bantuan yang tepat waktu, proses pemulihan fisik dan mental mereka menjadi terhambat dan berisiko memperparah kondisi psikososial.
Mendesak Evaluasi dan Audit Independen
Menanggapi kondisi ini, JMS menyerukan pemerintah dan lembaga pengelola dana bantuan untuk melakukan audit independen guna memastikan akuntabilitas dan transparansi. Audit ini diharapkan dapat membuka data lengkap terkait:
- Total dana yang dialokasikan untuk bantuan korban kekerasan seksual.
- Sumber dana dari pemerintah, lembaga donor, dan pihak swasta.
- Mekanisme penyaluran dana hingga ke tingkat korban.
- Pengawasan dan evaluasi penggunaan dana tersebut.
Selain audit, JMS juga menekankan perlunya melibatkan masyarakat sipil dan korban dalam proses pengawasan, agar program bantuan benar-benar sesuai kebutuhan dan berjalan efektif.
Usulan Perbaikan Sistem Pengelolaan Dana Bantuan
Sebagai bagian dari solusi, JMS mengajukan beberapa rekomendasi strategis untuk memperbaiki tata kelola dana bantuan korban kekerasan seksual, antara lain:
- Meningkatkan Transparansi Publik
Membuka laporan keuangan dan laporan kegiatan secara berkala agar masyarakat luas dan para pemangku kepentingan dapat memantau penggunaan dana. - Menyusun Mekanisme Penyaluran yang Cepat dan Tepat Sasaran
Memastikan bantuan dapat langsung diterima korban tanpa birokrasi berbelit dan penundaan yang merugikan. - Melibatkan Korban dan Komunitas dalam Pengambilan Keputusan
Memberikan ruang bagi suara korban dan organisasi pendamping untuk berperan dalam desain dan evaluasi program bantuan. - Memperkuat Kapasitas Pengelola Dana
Melakukan pelatihan dan pendampingan kepada lembaga pengelola dana agar mampu menjalankan tugasnya secara profesional dan transparan. - Mengintegrasikan Bantuan dengan Program Perlindungan dan Pemberdayaan Korban
Menghubungkan bantuan dana dengan layanan psikologis, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi agar korban dapat pulih secara menyeluruh.
Respons Pemerintah dan Lembaga Terkait
Hingga saat ini, kementerian sosial dan kementerian perempuan dan anak belum memberikan tanggapan resmi terhadap sorotan JMS. Namun, beberapa sumber di dalam kementerian menyampaikan bahwa mereka tengah melakukan evaluasi internal atas program bantuan korban kekerasan seksual.
Seorang pejabat kementerian sosial yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan, “Kami menyadari masih ada kekurangan dalam pengelolaan dana dan distribusi bantuan. Saat ini kami sedang mengkaji perbaikan sistem agar bantuan bisa lebih cepat dan tepat sasaran.”
Pentingnya Perlindungan dan Pemulihan Korban Kekerasan Seksual
Pemberian bantuan yang efektif dan transparan merupakan kunci utama dalam perlindungan hak korban kekerasan seksual. Bantuan tidak hanya sekadar finansial, tetapi juga meliputi akses layanan medis, psikologis, pendampingan hukum, dan dukungan sosial.
Selain itu, perlindungan hukum yang kuat dan proses peradilan yang adil sangat penting untuk memastikan pelaku bertanggung jawab dan korban mendapatkan keadilan.
Kesimpulan
Jaringan Masyarakat Sipil (JMS) menegaskan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dana bantuan korban kekerasan seksual. Ketidakjelasan dan kurangnya pengawasan yang terjadi selama ini harus segera diatasi agar bantuan dapat benar-benar menjangkau para korban yang sangat membutuhkan.
Perbaikan sistem pengelolaan dana, pelibatan masyarakat sipil, dan komitmen pemerintah merupakan langkah strategis untuk menciptakan ekosistem perlindungan korban yang lebih baik dan berkelanjutan.
