
Langkawi, Malaysia – Awan menggantung rendah di atas Pulau Langkawi, namun itu tak menghentikan Tim Aerobatik Jupiter TNI Angkatan Udara untuk kembali menari di langit Malaysia. Setelah insiden tabrakan yang sempat mengguncang tahun-tahun sebelumnya, tahun ini formasi merah-putih itu pulang dengan kepala tegak — meski di bawah ancaman cuaca yang kurang bersahabat.
Seketika Langit Terbelah
Dalam sesi latihan menjelang Langkawi International Maritime and Aerospace Exhibition (LIMA), pesawat Jupiter KT-1B Wong Bee kembali menarik perhatian publik internasional. Namun tidak semua memori tentang atraksi ini manis. Pada 15 Maret 2015 silam, dua pesawat Jupiter sempat bersenggolan saat latihan dan jatuh di kawasan pemukiman Kampung Gelam. Untungnya, seluruh awak berhasil menyelamatkan diri dengan kursi lontar, dan hanya ada luka ringan.
Delapan pesawat waktu itu dikerahkan, dua di antaranya jatuh, sementara sisanya berhasil kembali ke Yogyakarta. Meski insiden ini sempat menjadi pukulan besar bagi reputasi TNI AU, namun semangat tak pernah padam.
Hujan Bukan Penghalang
Kini, satu dekade berselang, Jupiter kembali hadir di panggung langit Malaysia. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun ini tantangan datang dari langit itu sendiri. Cuaca Langkawi sepanjang minggu ini menunjukkan curah hujan tinggi, terutama di pagi hingga siang hari. Berdasarkan prakiraan, hampir setiap hari diselimuti awan tebal, dengan potensi hujan dan petir di beberapa titik — termasuk saat momen kepulangan mereka ke Tanah Air.
Namun, seperti layaknya pasukan langit sejati, Tim Jupiter memilih tetap terbang. Keberangkatan maupun kepulangan dilakukan dengan memperhitungkan setiap detik cuaca yang memungkinkan, bahkan ketika langit menggoda dengan mendung dan kilat di kejauhan.
Prestasi di Balik Tekanan
Tak hanya kembali tampil, Jupiter bahkan menyita perhatian penonton dan pemerhati aviasi dunia. Dengan formasi presisi dan manuver tajam, mereka menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya bisa hadir — tetapi juga mendominasi. Ini bukan sekadar atraksi udara, melainkan diplomasi udara yang memperkenalkan Indonesia lewat langit.
Langkah mereka bukan sekadar penerbangan — ini adalah pembuktian bahwa tragedi bisa jadi pelajaran, dan hujan bukan alasan untuk berhenti terbang.