Jakarta, Mata4.com — Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah atau yang lebih dikenal sebagai Karen Agustiawan, menegaskan bahwa Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Merak milik PT Oil Tanking Merak (OTM) memiliki peran vital dalam menjaga ketahanan energi nasional.
Pernyataan tersebut disampaikan Karen saat menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/10/2025). Ia memberikan kesaksian untuk terdakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza, yang disebut sebagai Beneficial Owner PT Tangki Merak dan PT OTM.
Dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyoroti kerja sama antara Pertamina dan PT OTM terkait penyewaan TBBM Merak pada 2013. Jaksa mempertanyakan apakah kerja sama tersebut ditujukan untuk stok nasional atau hanya operasional biasa.
“Stok nasional,” jawab Karen tegas di hadapan majelis hakim.
Karen menjelaskan, pada periode itu Pertamina belum mampu memenuhi kewajiban stok BBM nasional selama 30 hari, hanya sanggup untuk 18 hari. Oleh karena itu, fasilitas milik OTM dinilai penting untuk memperkuat cadangan bahan bakar nasional.
“Kalau stok nasional harus 30 hari, memang kami tidak mampu. Di negara lain, stok energi nasional itu dibiayai oleh anggaran negara, bukan dari anggaran korporasi,” ujarnya.
Ia menambahkan, keberadaan TBBM Merak sejatinya mendukung upaya pemerintah dalam memenuhi mandat Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2024, yang menegaskan bahwa cadangan penyangga energi nasional merupakan tanggung jawab pemerintah pusat.
“Jadi OTM ini bisa masuk untuk menjadi penyangga, cadangan penyangga energi nasional,” tutur Karen.

Dakwaan terhadap Kerry Adrianto Riza
Dalam perkara ini, Muhammad Kerry Adrianto Riza didakwa memperkaya diri sendiri dan pihak lain melalui perusahaan-perusahaan miliknya. Bersama sang ayah, Mohammad Riza Chalid, ia diduga mengintervensi anak usaha Pertamina, PT Patra Niaga, agar menyewa TBBM Merak dari PT OTM.
Melalui skema tersebut, Kerry dan ayahnya disebut meraup keuntungan hingga Rp2,9 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp176,3 miliar diduga digunakan untuk kegiatan nonoperasional, termasuk perjalanan golf ke Thailand bersama sejumlah pejabat Pertamina.
Selain itu, Kerry juga diduga mengatur proyek penyewaan tiga kapal milik PT Jenggala Maritim Nusantara (PT JMN) di lingkungan Pertamina International Shipping (PT PIS). Dari proyek tersebut, Kerry disebut memperoleh keuntungan hingga Rp164,71 miliar melalui perusahaan miliknya.
Kasus Besar Tata Kelola Minyak
Kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina ini disebut sebagai salah satu kasus korupsi terbesar di sektor energi. Berdasarkan perhitungan aparat penegak hukum, nilai kerugian dan keuntungan ilegal dalam perkara ini mencapai total Rp285,95 triliun.
Rinciannya terdiri atas:
- Kerugian keuangan negara: Rp70,67 triliun
- Kerugian perekonomian negara: Rp171,99 triliun
- Keuntungan ilegal: Rp43,27 triliun
Keterangan Tambahan
Kasus ini tengah menjadi sorotan publik karena melibatkan sejumlah tokoh penting di sektor energi nasional. Keterangan Karen Agustiawan dinilai memberi perspektif baru soal kebijakan Pertamina dalam mengelola cadangan energi pada masa kepemimpinannya.
Pengamat energi menilai, terlepas dari dugaan pelanggaran hukum yang sedang disidangkan, pernyataan Karen membuka kembali wacana tentang perlunya cadangan energi nasional yang didanai negara, bukan hanya mengandalkan kemampuan korporasi.
