
Jakarta, 26 Juli 2025 – Kasus kematian tragis diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arya Daru Pangayunan (39), yang ditemukan meninggal dunia dalam kondisi mengenaskan di kamar kosnya di Jalan Gondangdia Kecil, Menteng, Jakarta Pusat, masih menjadi sorotan utama berbagai pihak hingga saat ini. Ditemukan pada pagi hari tanggal 8 Juli 2025 dengan kepala terbungkus lakban, peristiwa ini memunculkan berbagai spekulasi dan pertanyaan yang belum terjawab terkait penyebab kematian, motif, dan siapa pelaku di balik tragedi ini.
Penyelidikan intensif oleh aparat kepolisian terus berlanjut, sementara Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bersikap terbuka dan siap memberikan perlindungan kepada para saksi yang berani memberikan kesaksian demi mengungkap fakta yang sesungguhnya. Pernyataan ini menjadi sinyal kuat bahwa perlindungan terhadap saksi menjadi aspek penting untuk mendukung proses hukum berjalan lancar dan tanpa tekanan.
Kronologi Lengkap Penemuan dan Proses Penyidikan
Pada pagi hari 8 Juli 2025, penjaga kos menemukan Arya dalam kondisi tidak bernyawa dengan kepala dan mulut terbungkus lakban. Kondisi ini jelas tidak lazim dan langsung mengundang kecurigaan adanya tindak kriminal. Aparat Polres Metro Jakarta Pusat segera melakukan olah TKP dan memasang garis polisi di lokasi.
Penyelidikan awal menemukan bahwa korban tidak menunjukkan luka luar yang mencolok akibat kekerasan fisik, dan barang-barang berharga milik korban masih tersimpan rapi di kamar tersebut. Namun, fakta kepala yang dibungkus lakban menimbulkan dugaan kemungkinan adanya pembunuhan berencana atau penganiayaan yang berujung fatal.
Polisi kemudian memeriksa sejumlah saksi kunci yang terdiri dari istri korban, penjaga kos, tetangga sekitar, serta pemilik kos. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap rekaman CCTV di beberapa titik sekitar lokasi kejadian untuk mengetahui siapa yang terakhir bertemu dan berinteraksi dengan korban.
Hingga saat ini, penyebab pasti kematian Arya masih belum dapat dipastikan. Polisi belum mengumumkan hasil autopsi secara resmi, dan masih menunggu laporan forensik yang komprehensif sebagai landasan penyidikan lebih lanjut.
Peran dan Sikap LPSK: Menjaga Keselamatan Saksi dan Korban
LPSK merupakan lembaga negara yang memiliki mandat memberikan perlindungan kepada saksi dan korban dalam berbagai kasus tindak pidana berat. Dalam kasus ini, LPSK memberikan sinyal kuat bahwa mereka siap membantu para saksi yang merasa terancam atau membutuhkan perlindungan demi kelancaran proses hukum.
Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias, menyampaikan bahwa meski belum ada permohonan perlindungan resmi yang masuk, lembaganya tetap membuka pintu bagi siapa saja yang ingin mendapatkan jaminan keamanan selama memberikan keterangan.
“Pemberian perlindungan ini tidak bisa diberikan sembarangan. Kami melakukan penelaahan ketat agar bantuan kami benar-benar efektif dan tepat sasaran. Kami mengajak masyarakat khususnya para saksi agar berani mengajukan permohonan perlindungan jika merasa perlu,” ujar Susilaningtias dalam wawancara eksklusif.
LPSK juga berperan dalam memberikan pendampingan psikologis bagi keluarga korban yang mengalami trauma mendalam akibat kejadian ini. Pendampingan ini diharapkan membantu mereka menjalani proses hukum dan berduka dengan lebih tenang.
Tekanan dari DPR dan Seruan untuk Transparansi Penyelidikan
Kasus yang menyita perhatian publik ini juga menjadi sorotan serius anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), terutama Komisi III yang mengawasi masalah hukum dan keamanan. Anggota Komisi III, Abdullah, mendesak agar kepolisian melakukan penyelidikan secara transparan dan terbuka, sehingga tidak ada ruang bagi spekulasi liar dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
“Kasus ini harus diusut tuntas dan dipublikasikan hasilnya secara jujur. Masyarakat berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi, terutama karena korban adalah seorang diplomat yang bekerja untuk negara,” tegas Abdullah dalam konferensi pers.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak menyebarkan berita hoaks atau informasi tidak valid yang dapat memicu keresahan dan ketidakstabilan sosial. “Kita semua harus bijak dan menunggu hasil resmi dari penyidik,” tambahnya.
Dampak Psikologis dan Sosial bagi Keluarga dan Masyarakat Sekitar
Kematian Arya tentu meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, terutama istri dan anak-anaknya. Selain kehilangan secara emosional, keluarga juga menghadapi proses hukum dan ketidakpastian yang membebani mental mereka. Dukungan dari lembaga negara dan komunitas sangat dibutuhkan agar keluarga korban dapat melalui masa sulit ini dengan lebih kuat.
Di lingkungan sekitar, warga kos dan tetangga juga mengalami ketakutan dan ketidaknyamanan. Beberapa dari mereka merasa was-was dan berharap pihak berwajib dapat segera mengungkap pelaku agar keamanan lingkungan terjaga.
Seorang tetangga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, “Ini membuat kami takut tinggal di sini. Kami ingin pelaku segera ditemukan agar kami merasa aman kembali.”
Tantangan dalam Proses Penyelidikan
Proses penyidikan menghadapi berbagai tantangan, seperti kurangnya saksi langsung dan bukti fisik yang meyakinkan. Pengungkapan kasus ini sangat bergantung pada keberanian saksi untuk bersaksi dan transparansi aparat penegak hukum.
LPSK menjadi pihak kunci dalam memastikan saksi tidak mengalami intimidasi atau tekanan yang dapat menghalangi proses hukum. Pemberian perlindungan dan pendampingan adalah langkah strategis agar kebenaran bisa terungkap tanpa hambatan.
Selain itu, keterbukaan dan komunikasi yang baik antara kepolisian dan publik sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
Cara Mengajukan Perlindungan ke LPSK
Bagi saksi atau pihak yang memiliki informasi penting namun merasa terancam, LPSK menyediakan mekanisme pengajuan perlindungan yang mudah dan rahasia. Pemohon dapat mengajukan melalui kantor LPSK di Jakarta atau melalui layanan online.
Setelah menerima permohonan, LPSK akan melakukan evaluasi risiko dan menentukan bentuk perlindungan yang sesuai, mulai dari perlindungan fisik, pendampingan hukum, hingga bantuan psikologis.
Penutup: Harapan untuk Keadilan dan Keamanan
Kasus meninggalnya diplomat Kemlu Arya Daru Pangayunan adalah tragedi yang tidak hanya menyentuh sisi kemanusiaan, tapi juga menuntut penegakan hukum yang adil dan transparan. Perlindungan saksi dari LPSK menjadi bagian vital dalam mewujudkan proses hukum yang bersih dari intervensi dan intimidasi.
Dukungan penuh dari masyarakat, media, lembaga hukum, dan pemerintah diperlukan agar kasus ini dapat segera terungkap secara menyeluruh dan memberikan keadilan bagi korban serta keluarganya.
Semoga tragedi ini menjadi momentum bagi peningkatan perlindungan terhadap saksi dan korban tindak pidana di Indonesia, sehingga sistem peradilan dapat berjalan lebih efektif dan manusiawi.