
sumatera selatan, 22 Juli 2025 — Pola kecelakaan kapal yang terus berulang sepanjang 2025 memunculkan ketegangan politik dan mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) menuntut evaluasi menyeluruh terhadap sistem keselamatan pelayaran nasional. Komisi V DPR, yang membidangi transportasi dan infrastruktur, menegaskan pentingnya revisi SOP demi mencegah tragedi serupa terulang.
1. Rentetan Insiden Laut
Pada 2–4 Juli 2025, tiga kapal tenggelam di Selat Bali dalam waktu kurang dari dua pekan. Insiden terakhir dialami oleh KMP Tunu Pratama Jaya—kapal asal Ketapang menuju Gilimanuk—yang karam 25 menit setelah lepas jangkar. Dari 65 penumpang dan 22 kendaraan di atas kapal, enam orang meninggal dan puluhan lainnya hilang atau terluka.
Sebelumnya, kapal cepat wisata di Sanur, Bali, terbalik pada 4 Juni 2025. Anggota DPR Komisi VII, Bambang Haryo Soekartono, menyebut bahwa kapal tersebut kemungkinan tidak memenuhi standar kelayakan seperti notasi A101P/L dan protokol SOLAS/NCVS.
Lebih dulu, selama masa angkutan Lebaran awal April, KNKT mencatat dua kejadian besar: kebakaran kapal KMP Mutiara Ferindo 2 di perairan Banten dan kandasnya MV Arena II di Kepulauan Riau. Kedua insiden tersebut menunjukkan ketidaksesuaian antara kapasitas penumpang dan alat keselamatan yang disediakan.
2. Sistem SOP yang Tidak Efektif
Anggota DPR, seperti Rofik Hananto dan Irine Yusiana, menyoroti minimnya prosedur keselamatan dasar di kapal penumpang. Banyak korban selamat hanya beruntung menemukan jaket pelampung tercecer tanpa pengarahan evakuasi, jalur escape, atau sekoci siap pakai.
Rofik mencatat bahwa terdapat pelanggaran serius terhadap Pasal 117 dan Pasal 137 UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (direvisi melalui UU No. 66 Tahun 2024), terutama terkait pengecekan manifes penumpang dan kapasitas aman kapal.
3. Kelemahan dalam Struktur Regulasi dan Pengawasan
Menurut Bambang Haryo, keamanan pelayaran tergantung pada pemenuhan notasi kelayakan kapal serta standar kelulusan sertifikasi awak kapal. Ia menekankan bahwa SDM wajib memiliki sertifikat pelaut yang sah dan kuantitas kru harus menyesuaikan standar teknis pelayaran.
Irine menambahkan bahwa saat operator diperbolehkan berlayar tanpa sistem peringatan dini dan data meteorologi yang akurat, itu berarti mempertaruhkan nyawa penumpang. Ia melaporkan bahwa di Selat Bali arus laut dan ombak malam hari sangat ekstrim—namun izin pelayaran malam tetap diberikan tanpa mitigasi memadai.
4. Desakan DPR: Audit Nasional dan Pembentukan Tim Independen
Komisi V DPR mendesak audit menyeluruh terhadap sistem keselamatan pelayaran, mencakup proses perizinan seperti SPB, pemeriksaan teknis kapal, proses pengecekan manifes penumpang, hingga kesiapan alat darurat. DPR juga meminta keterlibatan KNKT dan lembaga independen untuk melakukan investigasi joint audit bersama Kemenhub.
Menurut Rofik Hananto, audit harus mencakup seluruh moda penyeberangan laut nasional. Termasuk digitalisasi manifes agar data penumpang lebih akurat, transparan, dan terintegrasi dengan data identitas seperti NIK secara real-time.
5. Respons Pemerintah dan Rencana Perbaikan
Kementerian Perhubungan menyambut kritik DPR. Dirjen Perhubungan Laut Capt. M. Yudi Kurniawan menyatakan bahwa revisi Peraturan Menteri Perhubungan tentang SOP keselamatan sedang digodok, menekankan digitalisasi inspeksi teknis dan peningkatan kompetensi pengawas daerah.
Kemenhub juga berencana menggandeng lembaga internasional agar praktik keselamatan kapal diadopsi sesuai standar global seperti IMO/SOLAS. Namun DPR menekankan bahwa implementasi di lapangan menjadi kunci utama agar regulasi baru tak sebatas simbol formalitas.
6. Waspada Lonjakan Musim Kapal
Dengan mendekatnya Hari Kemerdekaan Agustus dan liburan akhir tahun, volume perjalanan laut diprediksi meningkat tajam. DPR memperingatkan bahwa tanpa langkah antisipatif—terutama pengawasan ketat pelabuhan daerah dan manajemen operator—risiko fatalitas dapat melejit.
Komisi V DPR siap menggunakan hak konstitusionalnya, termasuk memanggil Menhub dan mempertimbangkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) jika evaluasi SOP tidak berjalan sesuai harapan.
7. Rekomendasi Strategis
Fokus Evaluasi | Tindakan Rekomendasi |
---|---|
Kelayakan Teknis Kapal | Inspeksi sistematis (SPB), sertifikasi notasi kapal, audit hull dan peralatan darurat |
SDM & SOP Awak Kapal | Penguatan pelatihan awak, pengarahan keselamatan, jalur evakuasi & sekoci |
Manifes & Digitalisasi Data | Integrasi manifes penumpang dengan data kependudukan via sistem digital |
Pengawasan Daerah | Perpanjangan fungsi pengawas syahbandar di pelabuhan lokal dengan standar nasional |
Penegakan Hukum Tegas | Hukuman administratif dan pidana terhadap pelanggaran SOP dan dokumen |
Kesimpulan
Rentetan kecelakaan kapal di tahun 2025—mulai dari Sanur hingga Selat Bali—membuka sekat persoalan sistemik dalam SOP pelayaran Indonesia. DPR RI, melalui Komisi V, menuntut reformasi menyeluruh dan audit nasional. Penekanan kini bukan hanya soal regulasi, melainkan adaptasi nyata di lapangan: dari kesiapan kapal, pelatihan awak, hingga perangkat keselamatan. Tanpa langkah konkrit dan penegakan hukum tegas, duka dan luka anak negeri bisa terus berulang di perairannya sendiri.