
Jakarta, 25 Juli 2025 — Kasus hukum yang melibatkan Tom Lembong, mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), kembali menjadi sorotan publik nasional setelah muncul tudingan serius bahwa Kejaksaan Republik Indonesia melakukan tindakan tebang pilih dalam proses penanganannya. Tuduhan ini disampaikan oleh sejumlah pengamat hukum, aktivis antikorupsi, dan kalangan masyarakat yang menilai bahwa proses hukum terhadap Tom Lembong berjalan tidak konsisten dan berbeda perlakuan dibandingkan kasus serupa yang melibatkan tokoh lain.
Latar Belakang Kasus Tom Lembong
Kasus yang membelit Tom Lembong berawal dari dugaan penyalahgunaan wewenang dan korupsi terkait proyek investasi di beberapa daerah. Meskipun sudah memasuki tahap penyidikan, perkembangan kasus ini berjalan relatif lambat dan belum terlihat adanya langkah hukum yang tegas terhadap tersangka. Hal ini memicu keprihatinan dari berbagai pihak, terutama karena kasus korupsi di Indonesia sejatinya menjadi fokus utama pemberantasan kejahatan oleh aparat penegak hukum.
Tuduhan Perlakuan Tebang Pilih dan Ketidakadilan
Pengamat hukum senior, Dr. Adi Putra, mengatakan bahwa publik memiliki hak untuk curiga ketika melihat adanya perbedaan perlakuan dalam penanganan kasus hukum yang mirip. Menurutnya, hal ini bisa menimbulkan stigma bahwa ada intervensi politik atau tekanan dari pihak tertentu terhadap proses hukum yang sedang berjalan.
“Kalau kasus-kasus lain bisa ditangani dengan cepat dan penuh transparansi, sementara kasus Tom Lembong justru terkesan mandek dan lamban, maka wajar jika masyarakat menilai ada perlakuan yang tidak adil,” ujar Dr. Adi.
Aktivis antikorupsi dari organisasi Watchdog Indonesia, Maya Sari, juga menyoroti bahwa kepercayaan publik terhadap sistem peradilan dapat tergerus bila praktik tebang pilih ini dibiarkan berlangsung.
“Penegakan hukum harus bersih dan berimbang, tanpa pandang bulu. Jika tidak, maka cita-cita pemberantasan korupsi akan sulit tercapai,” tegas Maya.
Tanggapan Resmi dari Kejaksaan
Menanggapi tudingan tersebut, pihak Kejaksaan melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum, Muchlis, menyampaikan klarifikasi resmi. Ia menegaskan bahwa semua kasus yang ditangani Kejaksaan diproses sesuai prosedur hukum yang berlaku, tanpa adanya perlakuan khusus terhadap siapapun.
“Kami bekerja berdasarkan bukti dan fakta yang ditemukan selama penyidikan. Proses hukum tidak boleh dipengaruhi oleh faktor eksternal, dan kami berkomitmen untuk menegakkan hukum secara adil dan transparan,” jelas Muchlis dalam konferensi pers yang digelar Rabu lalu.
Muchlis juga menambahkan bahwa lambatnya proses penyidikan kasus Tom Lembong bukan karena adanya diskriminasi, melainkan karena kompleksitas perkara dan upaya untuk memastikan keakuratan bukti serta keterangan saksi.
Dampak Tuduhan Terhadap Kepercayaan Publik
Kritik dan tudingan tebang pilih ini berpotensi memberikan dampak negatif terhadap citra Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum utama di Indonesia. Kepercayaan publik merupakan modal penting yang harus dijaga agar penegakan hukum dapat berjalan efektif dan mendapat dukungan masyarakat.
Sejumlah survei terbaru menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum masih rendah, terutama akibat berbagai kasus yang berkesan tidak transparan dan adanya indikasi intervensi kekuasaan.
Pengamat sosial, Dr. Linda Wirawan, menilai bahwa kejadian seperti ini mempertegas perlunya reformasi sistem hukum yang lebih transparan dan akuntabel.
“Masyarakat butuh kepastian bahwa hukum ditegakkan tanpa kecuali. Bila tidak, maka muncul kekecewaan dan apatisme yang bisa melemahkan tatanan hukum dan demokrasi kita,” ujarnya.
Seruan untuk Penegakan Hukum yang Adil dan Profesional
Berbagai elemen masyarakat, mulai dari akademisi, aktivis, hingga tokoh masyarakat menyerukan agar Kejaksaan membuktikan integritasnya dengan mengawal proses hukum secara jujur dan terbuka. Mereka menuntut agar seluruh kasus, termasuk yang melibatkan tokoh berpengaruh seperti Tom Lembong, diproses secara setara tanpa ada tekanan apapun.
Kejaksaan juga didorong untuk memperbaiki komunikasi publik agar tidak menimbulkan spekulasi yang merugikan citra lembaga. Transparansi dalam penyampaian perkembangan kasus menjadi kunci penting dalam membangun kembali kepercayaan masyarakat.
Upaya dan Harapan ke Depan
Kapolri dan Jaksa Agung sebelumnya pernah menyampaikan komitmen untuk meningkatkan kualitas penegakan hukum di Indonesia dengan menerapkan prinsip keadilan dan profesionalisme tanpa pandang bulu. Namun, praktik di lapangan sering kali masih menghadapi berbagai tantangan termasuk intervensi politik dan birokrasi.
Publik berharap agar kasus Tom Lembong dapat menjadi momentum untuk memperbaiki sistem hukum, memastikan bahwa tidak ada satu pun warga negara yang kebal hukum dan semua diperlakukan sama di mata hukum.
Kesimpulan
Tudingan tebang pilih dalam penanganan kasus Tom Lembong membuka ruang diskusi penting mengenai integritas dan kredibilitas aparat penegak hukum di Indonesia. Kejaksaan diharapkan dapat merespons kritik ini dengan tindakan nyata yang menunjukkan komitmen kuat terhadap penegakan hukum yang adil, transparan, dan profesional. Hanya dengan demikian, kepercayaan publik terhadap sistem hukum nasional dapat dipulihkan dan dipertahankan.