
Purwokerto, Mata4.com — Kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus kembali menjadi sorotan publik setelah muncul dugaan insiden serupa di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto, Jawa Tengah. Peristiwa ini menambah daftar panjang kasus kekerasan seksual yang terjadi di berbagai perguruan tinggi di Indonesia, menimbulkan keprihatinan sekaligus membuka ruang diskusi penting mengenai perlindungan dan keselamatan mahasiswa di institusi pendidikan.
Kronologi Dugaan Kekerasan Seksual di Unsoed
Kasus dugaan kekerasan seksual yang terjadi di Unsoed ini bermula dari laporan empat mahasiswa perempuan yang mengaku menjadi korban pelecehan seksual setelah menerima tawaran pekerjaan sebagai model iklan dari seorang pria berinisial MD. Tawaran tersebut awalnya terlihat seperti peluang bagi para mahasiswa untuk menambah penghasilan, namun justru berujung pada tindakan pelecehan yang dialami korban.
Pelaku diketahui bukan bagian dari civitas akademika Unsoed dan melakukan aksinya dengan menyamar menggunakan identitas palsu. Setelah mendapatkan laporan, Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unsoed bersama aparat kepolisian bergerak cepat. Pelaku berhasil ditangkap di Bogor pada 17 September 2024 dan saat ini tengah menjalani proses hukum. Kasus ini menjadi perhatian serius karena menunjukkan modus-modus baru pelaku yang memanfaatkan jaringan dan kepercayaan mahasiswa.
Dampak Psikologis dan Sosial Bagi Korban dan Lingkungan Kampus
Kekerasan seksual tidak hanya meninggalkan luka fisik, tetapi juga trauma psikologis yang mendalam bagi korban. Banyak korban mengalami stres berat, gangguan kepercayaan diri, hingga kesulitan melanjutkan studi. Lingkungan kampus yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan mendukung kini berubah menjadi tempat yang penuh ketakutan bagi sebagian mahasiswa.
Selain itu, kasus kekerasan seksual juga berdampak negatif terhadap reputasi institusi pendidikan. Ketika kasus seperti ini terungkap, kepercayaan masyarakat terhadap kampus menurun, yang berpotensi mempengaruhi minat calon mahasiswa dan kualitas akademik secara keseluruhan.
Upaya Preventif dan Penanganan yang Dilakukan Unsoed
Menanggapi kasus ini, Rektor Unsoed, Prof. Dr. Ir. Akhmad Sodiq, menegaskan bahwa kampus berkomitmen penuh untuk menciptakan lingkungan akademik yang aman dan bebas dari kekerasan seksual. Beberapa langkah yang telah dan sedang dilakukan meliputi:
- Pembentukan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) yang bertugas memberikan pendampingan bagi korban, melakukan penyuluhan, serta melakukan penindakan terhadap pelaku kekerasan seksual.
- Pelantikan Duta Anti Kekerasan Seksual, melibatkan 21 mahasiswa sebagai agen perubahan yang berperan aktif dalam edukasi dan sosialisasi pencegahan kekerasan seksual di kampus.
- Pelatihan bagi Civitas Akademika, termasuk dosen, staf, dan mahasiswa, guna meningkatkan kesadaran dan kemampuan dalam menangani kasus kekerasan seksual secara profesional dan empatik.
- Penyediaan Layanan Konseling dan Pendampingan Psikologis bagi korban untuk membantu proses pemulihan mental dan sosial.
Selain itu, Unsoed juga membuka kanal pelaporan yang aman dan rahasia agar korban merasa nyaman melaporkan kejadian tanpa takut stigma atau ancaman.

www.service-ac.id
Peran Pemerintah dan Organisasi Masyarakat
Kasus kekerasan seksual di Unsoed juga mendapat perhatian dari berbagai pihak, termasuk anggota DPR RI dan lembaga pemerintah. Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk mengambil langkah tegas dalam mengatasi masalah kekerasan seksual di perguruan tinggi.
Menurut Hetifah, pendidikan bukan hanya soal transfer ilmu, tapi juga memastikan lingkungan yang aman dan sehat bagi pengembangan karakter mahasiswa. Dia mendorong kampus-kampus di seluruh Indonesia untuk menerapkan standar perlindungan mahasiswa yang ketat dan transparan dalam menangani kasus kekerasan seksual.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang fokus pada hak perempuan dan anak juga turut mendorong peningkatan edukasi dan advokasi, serta memberikan dukungan hukum dan psikologis bagi korban kekerasan seksual di kampus.
Tantangan yang Masih Dihadapi
Meski sudah ada berbagai upaya preventif dan penanganan, tantangan dalam mengatasi kekerasan seksual di lingkungan kampus masih cukup besar. Beberapa faktor yang menjadi kendala antara lain:
- Stigma Sosial yang masih melekat pada korban, membuat banyak mahasiswa enggan melapor atau mencari bantuan.
- Kurangnya Pemahaman dan Pendidikan Seksual yang memadai di kalangan mahasiswa dan staf akademik, sehingga tidak semua pihak paham bagaimana mencegah dan mengenali kekerasan seksual.
- Prosedur Pelaporan dan Penanganan yang terkadang rumit dan memakan waktu lama, yang bisa membuat korban merasa putus asa.
- Modus Pelaku yang Semakin Beragam, seperti penyamaran atau pemanfaatan media sosial untuk memuluskan aksi mereka.
Harapan dan Rekomendasi
Untuk menghadapi masalah ini secara efektif, dibutuhkan sinergi antara kampus, pemerintah, masyarakat, dan seluruh civitas akademika. Beberapa rekomendasi penting antara lain:
- Penguatan Regulasi dan Standar Kampus Aman, dengan memastikan penerapan kebijakan zero tolerance terhadap kekerasan seksual.
- Peningkatan Edukasi dan Pelatihan secara berkala bagi mahasiswa dan staf agar sadar dan mampu bertindak jika terjadi kekerasan.
- Fasilitasi Akses Pelaporan dan Pendampingan yang ramah korban, cepat, dan transparan.
- Kampanye Kesadaran Publik untuk menghilangkan stigma dan mendukung korban agar berani berbicara.
- Kolaborasi dengan Pihak Kepolisian dan Lembaga Hukum untuk memastikan proses hukum berjalan dengan adil dan tegas.
Kesimpulan
Kasus dugaan kekerasan seksual yang terjadi di Unsoed menjadi pengingat penting bahwa perlindungan terhadap mahasiswa harus menjadi prioritas utama. Kampus sebagai tempat pendidikan dan pembentukan karakter harus bebas dari segala bentuk kekerasan, terutama yang berkaitan dengan seksual.
Upaya bersama yang melibatkan semua elemen masyarakat menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan akademik yang aman, inklusif, dan mendukung perkembangan generasi muda secara optimal. Semoga kasus ini menjadi momentum bagi perguruan tinggi lain untuk lebih serius menangani dan mencegah kekerasan seksual di kampus masing-masing.