Oleh Redaksi, Jakarta – 10 Juli 2025 Langit mendung menggantung di atas kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, sore itu. Jalanan mulai dipenuhi kendaraan yang bergegas pulang setelah jam kerja, dan di tengah hiruk pikuk kota yang tak pernah benar-benar tidur, seorang kurir makanan bernama Rian (26) mencoba mencari celah untuk beristirahat.
Tubuhnya terasa berat, napasnya terengah-engah. Sejak pukul 06.30 pagi, ia telah memacu motornya dari satu titik ke titik lain, mengantar makanan, minuman, bahkan paket kebutuhan rumah tangga. Belum sempat sarapan, belum sempat duduk tenang. Semua demi memenuhi target insentif dari platform pengantaran daring tempat ia bekerja sebagai mitra.
“Saya biasanya kuat sampai malam,” ujar Rian, beberapa jam setelah kejadian, saat ditemui di klinik kecil dekat lokasi. “Tapi entah kenapa hari ini terasa berat sekali.”
Kelelahan itulah yang membuat Rian, tanpa sadar, duduk di atas bodi motor yang baru saja selesai dilas di sebuah bengkel kecil di pinggir jalan. Sontak ia berteriak kesakitan dan melompat. Kulit pahanya langsung melepuh. Orang-orang yang berada di sekitar bengkel pun panik. Beberapa tukang las dan pelanggan langsung menghampiri untuk memberi pertolongan.
Detik-Detik Insiden
Kejadian bermula sekitar pukul 15.30 WIB. Bengkel tempat kejadian merupakan bengkel langganan warga setempat, yang pada sore itu sedang memperbaiki rangka bodi motor milik seorang pelanggan.
“Baru selesai saya las sekitar 10-15 menit sebelumnya. Saya juga sudah taruh lap di atasnya, biar orang tahu itu masih panas,” ujar Junaedi (42), tukang las utama di bengkel tersebut. “Tapi pas motornya dipindah, lapnya jatuh. Saya gak sempat perhatikan karena sedang kerja juga.”
Rian, yang baru saja memarkir motornya, tidak melihat peringatan apapun. Ia hanya ingin duduk, melepas lelah. Sayangnya, pilihan tempatnya salah.
“Saya kira itu motor udah lama ditinggal orang. Gak ada yang jaga juga. Karena udah gak kuat berdiri, ya saya duduk aja di jok belakang,” kata Rian. “Pas kena panasnya, saya langsung loncat. Kaget banget.”
Luka Ringan, Tapi Menyentuh Isu yang Lebih Dalam
Luka bakar yang diderita Rian dikategorikan ringan oleh tenaga medis di klinik. Namun, insiden ini menyisakan keprihatinan mendalam terkait realitas kerja para kurir dan pengemudi ojek daring yang bekerja di bawah tekanan tinggi, tanpa jaminan perlindungan yang memadai.
Rian adalah satu dari ribuan kurir muda yang bekerja di bawah sistem insentif berbasis target. Semakin banyak order yang diselesaikan, semakin besar pula bonus yang didapat. Namun, sistem ini secara tidak langsung mendorong para kurir untuk terus bekerja tanpa cukup waktu istirahat, bahkan di tengah kondisi fisik yang sudah menurun.
“Kalau sehari bisa tembus 25 order, bonusnya lumayan. Bisa dua kali lipat dari penghasilan harian biasa,” kata Rian. “Tapi ya itu, seringkali harus ngorbanin waktu istirahat dan makan.”
Suara dari Jalanan: Kurir, Bonus, dan Tekanan
Fenomena kerja tanpa henti di kalangan kurir sudah lama menjadi isu. Menurut data dari Lembaga Kajian Ketenagakerjaan Indonesia (LK2I), lebih dari 70% kurir daring di Jabodetabek bekerja lebih dari 10 jam per hari, dengan 42% di antaranya mengaku tidak pernah mengambil libur rutin dalam seminggu.
“Jam kerja fleksibel itu hanya di atas kertas. Nyatanya, mereka terpaksa kerja lebih lama demi memenuhi target yang ditentukan oleh sistem algoritma aplikasi,” ujar Dita Sari, peneliti isu ketenagakerjaan di LK2I. “Ketika sudah masuk ke perlombaan insentif, para kurir seperti dipaksa berpacu dengan waktu, tanpa ada ruang jeda yang manusiawi.”
Insiden seperti yang dialami Rian memperlihatkan betapa lemahnya perlindungan sosial bagi para pekerja sektor informal, terutama yang bekerja sebagai mitra lepas (gig workers). Mereka tidak mendapat jaminan kecelakaan kerja, tidak memiliki cuti sakit, dan seringkali harus menanggung sendiri segala risiko.
Respon Warga dan Media Sosial
Tak lama setelah kejadian, salah satu rekaman CCTV bengkel yang memperlihatkan momen saat Rian melompat karena luka bakar, tersebar di media sosial. Dalam waktu singkat, video tersebut viral, menyentuh ribuan pengguna internet yang merasa prihatin atas nasib para kurir.
“Sedih banget lihatnya. Sudah capek, malah kena musibah,” tulis akun @nuraini_rahma di platform X. “Semoga aplikator mulai peduli sama kesejahteraan mitra mereka, bukan cuma ngejar performa,” komentar lainnya.
Warga sekitar pun menunjukkan solidaritas. Beberapa pedagang di lokasi kejadian mengumpulkan sumbangan kecil untuk membantu biaya pengobatan Rian. Pihak bengkel juga membebaskan Rian dari biaya apapun dan berjanji akan lebih berhati-hati dalam mengamankan area kerja mereka.
Harapan Rian dan Pelajaran dari Kejadian Ini
Setelah insiden tersebut, Rian memutuskan untuk beristirahat selama beberapa hari. Ia mengaku bersyukur bahwa luka yang dialaminya tidak terlalu parah. Namun ia juga mulai mempertimbangkan untuk mengatur ulang ritme kerjanya, agar lebih seimbang dan tidak mengorbankan kesehatan.
“Saya baru sadar, kerja keras itu penting, tapi kalau sampai celaka, ya tetap rugi sendiri. Mungkin saya akan lebih banyak ambil jeda ke depan,” kata Rian.
Kejadian ini menyisakan pesan penting: bahwa di balik pesanan yang sampai ke rumah dalam hitungan menit, ada tenaga, waktu, dan kadang pengorbanan yang tidak sedikit. Kurir seperti Rian bukanlah sekadar “mitra” dalam sistem digital, tapi manusia yang layak mendapat perhatian, perlindungan, dan penghargaan.
Editor: Redaksi Metro Hari Ini
Foto: Dokumentasi Warga / Rekaman CCTV
