Jakarta, Mata4.com — Komisi Reformasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) akan mengundang organisasi masyarakat Gerakan Nurani Bangsa (GNB) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dijadwalkan berlangsung pekan depan. Undangan tersebut merupakan bagian dari langkah strategis komisi dalam memperluas keterlibatan publik pada proses reformasi kelembagaan dan tata kelola internal di tubuh kepolisian.
Ketua Komisi Reformasi Polri, Irjen (Purn) Arif Santoso, mengatakan RDP ini menjadi forum penting bagi masyarakat sipil untuk menyampaikan pandangan, kritik, dan rekomendasi terhadap jalannya reformasi kepolisian. Ia menegaskan bahwa masukan publik menjadi dasar yang kuat dalam merumuskan kebijakan pembenahan Polri secara menyeluruh.
“Kami ingin memastikan bahwa proses reformasi Polri berjalan secara transparan, akuntabel, dan berpihak kepada kepentingan masyarakat. Karena itu, keterlibatan organisasi seperti Gerakan Nurani Bangsa menjadi sangat penting,” ujar Arif dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (10/11).
Menurut Arif, Komisi Reformasi Polri telah membuka ruang dialog dengan berbagai kalangan, termasuk akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), serta tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki perhatian terhadap isu penegakan hukum dan keadilan sosial. Langkah tersebut diharapkan dapat menciptakan kebijakan reformasi yang komprehensif dan berkelanjutan.
“Reformasi Polri bukan hanya soal struktur organisasi, tetapi juga perubahan budaya kerja, pola kepemimpinan, dan perilaku di lapangan. Semua itu harus dikawal secara terbuka bersama publik,” tambahnya.
GNB Siap Sampaikan Rekomendasi Konkret
Ketua Umum Gerakan Nurani Bangsa, Ratna Dewi Sari, menyatakan bahwa pihaknya menyambut positif undangan tersebut. Ia menilai forum RDP menjadi momentum penting bagi masyarakat sipil untuk turut serta dalam membenahi institusi kepolisian dari dalam.
“Kami siap menyampaikan sejumlah rekomendasi yang fokus pada transparansi penyidikan, penegakan disiplin internal, dan peningkatan perlindungan hak-hak warga negara. Reformasi Polri harus menyentuh akar masalahnya, yakni budaya kekuasaan yang masih terlalu tertutup,” ungkap Ratna dalam pernyataan tertulis.
Ratna menambahkan, GNB juga mendorong penguatan lembaga pengawasan eksternal terhadap Polri, termasuk Kompolnas dan Ombudsman, agar fungsi kontrol publik berjalan lebih efektif. Menurutnya, kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum akan tumbuh bila Polri menunjukkan keterbukaan dan tanggung jawab moral dalam menjalankan tugas.
“Masyarakat membutuhkan Polri yang hadir sebagai pelindung, bukan sekadar penegak aturan. Rakyat ingin melihat polisi yang humanis, berempati, dan tidak menyalahgunakan kewenangan,” tambahnya.
Komitmen terhadap Keterbukaan dan Akuntabilitas
Rapat Dengar Pendapat ini rencananya akan dilaksanakan di Gedung Reformasi Polri, Jakarta Selatan, dan terbuka untuk peliputan media. Komisi Reformasi Polri menegaskan bahwa keterbukaan ini merupakan bagian dari komitmen untuk memastikan seluruh proses reformasi dapat dipantau publik.
Dalam RDP tersebut, selain GNB, komisi juga mengundang perwakilan lembaga akademik, organisasi masyarakat sipil, dan anggota Komisi III DPR RI yang selama ini menjadi mitra kerja Polri dalam pengawasan dan legislasi di bidang keamanan.
“Kami ingin seluruh masukan tercatat secara sistematis agar hasilnya dapat dijadikan dasar kebijakan yang realistis dan implementatif. Tujuan akhirnya adalah membangun Polri yang profesional, modern, dan dipercaya rakyat,” jelas Arif.
Menurut informasi yang dihimpun, hasil dari RDP ini akan disusun dalam bentuk laporan rekomendasi strategis. Dokumen tersebut nantinya akan diserahkan kepada pimpinan Polri serta Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan langkah-langkah lanjutan reformasi institusi.
Respons Publik dan Harapan ke Depan
Langkah Komisi Reformasi Polri ini mendapat sambutan positif dari sejumlah pengamat hukum dan masyarakat sipil. Pengamat kepolisian dari Universitas Indonesia, Dr. Agus Wiratama, menilai pelibatan organisasi masyarakat seperti GNB merupakan bentuk reformasi yang inklusif.
“Keterlibatan publik akan menjadi jembatan antara kepolisian dan masyarakat. Tanpa partisipasi rakyat, reformasi hanya akan berhenti di level administratif,” ujar Agus.
Ia menambahkan, reformasi kepolisian harus diarahkan untuk memperkuat fungsi pelayanan publik, memperbaiki sistem rekrutmen dan promosi jabatan, serta menegakkan mekanisme sanksi bagi aparat yang melanggar kode etik profesi.
Di tengah meningkatnya sorotan publik terhadap berbagai kasus penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran etik di tubuh kepolisian, langkah Komisi Reformasi Polri ini diharapkan menjadi titik balik menuju institusi yang lebih terbuka, transparan, dan berintegritas.
Sebagaimana ditegaskan Arif Santoso, reformasi Polri bukan hanya tentang memperbaiki citra, tetapi tentang membangun kembali kepercayaan rakyat terhadap penegakan hukum yang adil dan bermartabat.

