Jakarta, Mata4.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan fakta mengejutkan: sejumlah biro travel yang tidak terdaftar sebagai Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) tetap bisa mendapatkan kuota tambahan haji khusus dan memberangkatkan jemaah.
“Ditemukan fakta-fakta lain bahwa ada biro-biro travel yang tidak terdaftar tapi bisa melaksanakan penyelenggaraan ibadah haji khusus,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Selasa (7/10/2025).
Temuan ini memperluas penyelidikan KPK yang sebelumnya menyasar beberapa pihak, termasuk Khalid Zeed Abdullah Basalamah, Pemilik PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour) sekaligus Ketua Umum Asosiasi Mutiara Haji.
Modus Travel Ilegal
Penyidik mendalami mekanisme yang memungkinkan travel ilegal memperoleh kuota haji. Salah satunya adalah praktik jual-beli kuota antara biro travel berizin dengan yang tidak berizin.
Khalid menjelaskan bahwa jamaah Uhud Tour yang belum mendapatkan kuota tambahan akhirnya diberangkatkan melalui PT Muhibbah Mulia Wisata. Total sebanyak 122 jamaah bergabung menjadi jemaah PT Muhibbah pada 2024 karena Uhud Tour belum memperoleh kuota resmi.

Konstruksi Perkara
Kasus dugaan korupsi kuota haji ini naik ke tahap penyidikan sejak 8 Agustus 2025. Hingga kini, belum ada penetapan tersangka. KPK mencatat kerugian negara diperkirakan lebih dari Rp1 triliun.
Kasus bermula dari kuota tambahan 20.000 jemaah haji yang diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia pada 2023. Kuota tambahan itu dibagi: 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Dugaan praktik ilegal melibatkan setoran travel kepada pejabat Kemenag sebesar USD 2.600–7.000 per kuota (sekitar Rp41,9 juta–Rp113 juta). Dana itu diduga digunakan untuk membeli aset, termasuk dua rumah mewah di Jakarta Selatan senilai Rp6,5 miliar yang telah disita KPK.
Baca Juga:
dana pemda rp233 t masih mengendap
Catatan
Kuota reguler 10.000 jemaah didistribusikan ke 34 provinsi, dengan Jawa Timur mendapat porsi terbanyak (2.118 jemaah), disusul Jawa Tengah (1.682) dan Jawa Barat (1.478). Dugaan pelanggaran terjadi terhadap Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 yang mengatur komposisi kuota 92 persen reguler dan 8 persen khusus.
KPK memastikan akan menindak tegas pihak-pihak yang terbukti bertanggung jawab dalam skema ini, guna menjaga integritas pelaksanaan ibadah haji di Indonesia.
