Jakarta, Mata4.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat progres signifikan dalam penyidikan dugaan korupsi kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag). Penyidik bergerak cepat dengan memeriksa lebih dari 300 biro travel atau Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) di seluruh Indonesia.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut langkah masif ini bagian dari percepatan penyidikan agar kasus yang diperkirakan merugikan negara lebih dari Rp1 triliun bisa segera tuntas.
“Penyidikan perkara ini memang masih terus berprogres dan progresnya sangat positif,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Pemeriksaan ratusan biro travel dilakukan bersamaan dengan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk finalisasi penghitungan kerugian negara.
“Sampai hari ini sudah lebih dari 300 biro travel diperiksa oleh penyidik KPK maupun auditor BPK,” ungkap Budi.
Dengan jumlah saksi yang terus bertambah, KPK menegaskan proses penyidikan berjalan intensif dan tanpa jeda.
“Dengan pemeriksaan maraton ini harapannya penyidikan perkara haji bisa lebih cepat dan segera kita tuntaskan,” tambah Budi.
Penetapan Tersangka Masih Ditunggu
Meski penyidikan bergerak cepat, penetapan tersangka dinilai molor. Janji pengumuman tersangka yang sempat dijanjikan sejak 10 September 2025 belum terealisasi.

Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, meminta publik bersabar karena penyidik masih menelisik keterlibatan berbagai travel dalam dugaan pelanggaran kuota haji tambahan 2023–2024 di era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
“Travel tersebar di seluruh Indonesia, masing-masing berbeda-beda, makanya harus dicek. Mohon bersabar,” jelas Asep.
Kasus Kuota Haji dan Dugaan Korupsi
Kasus bermula dari tambahan kuota 20.000 jemaah haji yang diberikan Arab Saudi setelah pertemuan Presiden Joko Widodo dengan otoritas Saudi pada 2023. Tambahan kuota dibagi menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Kuota khusus, sebanyak 9.222 jemaah, dikelola biro travel swasta, sementara kuota reguler 10.000 jemaah dibagikan ke 34 provinsi. KPK mencatat 13 asosiasi dan 400 biro travel diduga terlibat.
Pembagian kuota tersebut diduga melanggar Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019, yang mengatur komposisi 92 persen untuk reguler dan 8 persen untuk khusus.
Dalam praktiknya, kuota haji khusus diduga dijual dengan setoran ke pejabat Kemenag USD 2.600–7.000 per kuota atau sekitar Rp41,9–113 juta. Dana itu diserahkan melalui asosiasi travel dan digunakan untuk membeli aset, termasuk dua rumah mewah senilai Rp6,5 miliar di Jakarta Selatan yang telah disita KPK.
Kasus ini menyoroti dugaan sistem komitmen fee yang melibatkan pejabat Kemenag untuk mendapatkan kuota tambahan, sementara masyarakat dan jemaah haji dirugikan akibat praktik tersebut.
