
Kalimantan Barat, Mata4.com — Lenie adalah salah satu dari jutaan guru honorer di Indonesia yang telah lama mengabdikan diri dalam dunia pendidikan tanpa kepastian status dan kesejahteraan yang memadai. Setelah berjuang selama lebih dari satu dekade, kini Lenie resmi berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dengan waktu kerja paruh waktu. Kisah perjuangannya menjadi gambaran nyata kondisi guru honorer di tanah air sekaligus cermin harapan baru dalam reformasi tenaga pendidik nasional.
Perjalanan Panjang Sebagai Guru Honorer
Lenie memulai kariernya sebagai guru honorer di sebuah sekolah dasar di daerah terpencil lebih dari sepuluh tahun lalu. Dengan gaji yang minim dan sering kali tidak pasti, Lenie tetap bersemangat mengajar dan mendidik anak-anak di sekitarnya. “Meskipun kami kekurangan banyak hal, saya percaya pendidikan adalah kunci masa depan anak-anak kami,” kata Lenie saat ditemui.
Kondisi yang dialami Lenie bukanlah kasus tunggal. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, masih banyak guru honorer yang menghadapi situasi serupa: penghasilan tidak menentu, tanpa jaminan kesehatan, dan tanpa kepastian pekerjaan. Hal ini memunculkan tekanan psikologis dan berdampak pada motivasi kerja mereka.
Peluang Melalui Program PPPK
Pada tahun 2023, pemerintah Indonesia meluncurkan program Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki kesejahteraan guru honorer dan memberikan mereka status yang lebih jelas. Program ini membuka kesempatan bagi guru honorer untuk mengikuti seleksi dan menjadi pegawai dengan kontrak kerja resmi.
Lenie pun memutuskan untuk mengikuti seleksi PPPK. “Saya menyiapkan diri dengan belajar materi ujian dan mengikuti pelatihan yang diberikan,” ujarnya. Proses seleksi yang ketat dan kompetitif akhirnya membuahkan hasil positif bagi Lenie, yang berhasil lolos dan mendapatkan status PPPK paruh waktu.
Manfaat dan Tantangan Status PPPK Paruh Waktu
Sebagai PPPK paruh waktu, Lenie kini mendapatkan penghasilan yang lebih stabil dan perlindungan sosial yang sebelumnya tidak ia miliki. “Ini memberi rasa aman dan saya bisa lebih fokus mengajar,” jelas Lenie. Meski demikian, status paruh waktu juga membawa tantangan tersendiri. Lenie harus menyesuaikan jam kerja dan pembagian tugas agar sesuai dengan peraturan PPPK.
Kepala Dinas Pendidikan di wilayah tempat Lenie mengajar, Dr. Ahmad Fauzi, menyatakan, “Program PPPK merupakan langkah strategis pemerintah untuk memperbaiki sistem pengangkatan guru honorer. Namun, kita juga perlu memastikan agar beban kerja dan hak-hak guru paruh waktu terpenuhi secara seimbang.”
Pandangan Ahli dan Pemerintah
Menurut Prof. Sari Dewi, pakar pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia, keberhasilan program PPPK sangat bergantung pada pelatihan berkelanjutan dan pendampingan guru agar kualitas pendidikan meningkat. “Status resmi saja tidak cukup. Guru perlu dukungan kompetensi agar dapat memberikan pengajaran yang bermutu,” jelas Prof. Sari.
Pemerintah melalui Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Rina Marlina, menyampaikan komitmen untuk terus memperbaiki sistem PPPK. “Kami terus melakukan evaluasi dan perbaikan agar proses seleksi dan pengelolaan PPPK berjalan lebih adil dan transparan, sehingga seluruh guru honorer dapat merasakan manfaatnya,” ujar Rina.
Harapan untuk Masa Depan
Lenie berharap kisahnya dapat menjadi motivasi bagi guru honorer lain yang masih berjuang. “Jangan menyerah, terus belajar dan manfaatkan kesempatan yang ada,” pesannya. Ia juga berharap pemerintah dapat memperluas kuota PPPK sehingga lebih banyak guru honorer dapat memperoleh status resmi dan kesejahteraan yang layak.
Kisah Lenie mengingatkan kita akan pentingnya dukungan berkelanjutan bagi tenaga pendidik demi menciptakan pendidikan yang berkualitas dan merata di seluruh Indonesia. Dengan semakin banyak guru honorer berstatus PPPK, diharapkan kualitas pembelajaran dan motivasi guru akan terus meningkat, membawa masa depan cerah bagi generasi penerus bangsa.