Bekasi, Mata4.com – Ketegangan politik internal di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kembali memuncak, namun para petinggi organisasi memilih langkah kultural untuk meredakan situasi. Dua tokoh sentral PBNU—Ketua Umum KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dan Sekretaris Jenderal Saifullah Yusuf (Gus Ipul)—bergiliran menyambangi Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, demi meminta doa, restu, dan bimbingan para kiai sepuh.
Kunjungan bertahap ini dinilai sebagai ikhtiar mencari “jalan langit” dalam penyelesaian konflik yang tengah membelah tubuh organisasi.
Kunjungan Bergantian Dua Tokoh Sentral PBNU
Pengasuh Ponpes Lirboyo, KH Oing Abdul Muid Shoib (Gus Muid), membenarkan rangkaian kunjungan tersebut. Pada Selasa, 25 November 2025, Gus Ipul bersama Bendahara Umum PBNU Gus Gudfan diterima oleh dua pilar utama Lirboyo: KH Anwar Manshur dan KH Abdullah Kafabihi Mahrus.
Sehari kemudian, giliran Gus Yahya hadir didampingi KH Amin Said Husni. Pertemuan tersebut berlangsung tertutup, dengan satu permintaan utama: doa dan bimbingan agar persoalan internal PBNU lekas menemukan titik terang.
“Keduanya meminta doa restu agar persoalan yang tengah dihadapi PBNU dapat segera menemukan penyelesaian terbaik. Juga permohonan bimbingan para masyayikh untuk meredakan ketegangan dan menjaga keteduhan organisasi,” jelas Gus Muid.

Dawuh Tegas Lirboyo: Alumni Harus Netral
Sebagai salah satu pesantren paling berpengaruh di kalangan Nahdliyin, sikap Lirboyo mendapat atensi besar. Di tengah polemik PBNU yang kian mengeras, para masyayikh Lirboyo mengeluarkan dawuh khusus bagi seluruh alumni—terutama mereka yang berada dalam struktur NU di berbagai tingkatan.
Instruksinya tegas: alumni diminta menjaga netralitas dan tidak terlibat dalam faksi mana pun.
“Terkait dinamika di PBNU, (imbauan) agar alumni tetap netral, tidak bergabung dengan kelompok manapun, dan tidak ikut-ikutan dalam perbincangan maupun perdebatan,” ujar Gus Muid menegaskan sikap resmi Lirboyo.
Menjaga Teduhnya Jam’iyah NU
Dawuh netralitas ini menjadi sinyal kuat bahwa Lirboyo tidak ingin konflik elite berdampak pada akar rumput. Para kiai sepuh menghendaki penyelesaian yang bermartabat, tanpa memperlebar sekat di antara nahdliyin.
Dengan pengaruh besar yang dimilikinya, sikap Lirboyo berpotensi menjadi penyeimbang penting di tengah tarik-menarik kepentingan yang sedang terjadi. Bagi banyak kalangan, langkah kultural ini menjadi harapan bahwa perbedaan di tingkat elite tidak akan merusak keutuhan jam’iyah.
Dalam suasana organisasi yang menghangat, Lirboyo kembali memerankan dirinya sebagai penjaga kesejukan—mengajak semua pihak kembali pada tradisi tabayyun, tawadhu, dan persatuan yang diwariskan para muassis NU.
