
Yogyakarta, Mata4.com — Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Prof. Mahfud MD, mengapresiasi keputusan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan abolisi kepada Thomas Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto. Ia menyebut kebijakan tersebut sebagai langkah strategis dan korektif terhadap kecenderungan penegakan hukum yang selama ini dinilainya sarat dengan muatan politik.
Dalam sebuah pernyataan resmi yang disampaikannya melalui kanal media sosial dan wawancara media nasional, Mahfud menyebut bahwa kedua kasus tersebut sejak awal memang mengandung aroma politisasi, dan bahwa keputusan Presiden Prabowo menunjukkan keberanian dalam menegakkan keadilan substantif.
Kasus Sarat Kepentingan Politik
Mahfud MD, yang juga merupakan pakar hukum tata negara, tidak segan menyatakan bahwa proses hukum yang menjerat Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto bukanlah proses hukum yang murni. Ia menilai keduanya menjadi korban dari praktik rekayasa hukum yang melibatkan elite-elite tertentu yang memiliki kepentingan politik jangka pendek.
“Sejak awal saya sudah mencium gelagat bahwa kasus ini tidak berjalan secara adil. Terlalu banyak campur tangan dari luar sistem hukum, terlalu banyak kebisingan politik,” ujar Mahfud.
Menurut Mahfud, proses hukum terhadap Hasto dipenuhi kejanggalan, mulai dari penahanan paksa hingga pelanggaran hak asasi manusia, sementara Tom Lembong diproses karena keberaniannya mengkritik kebijakan ekonomi tertentu yang tidak populer di lingkaran kekuasaan.
Presiden Dianggap Ambil Posisi Netral dan Adil
Pemberian amnesti terhadap Hasto dan abolisi terhadap Tom Lembong yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto dinilai Mahfud sebagai tindakan pemulihan keadilan yang telah lama diabaikan oleh aparat hukum.
“Ini adalah bukti bahwa Presiden mendengarkan suara publik dan tetap tegak lurus pada keadilan. Langkah ini tidak mudah secara politik, tetapi penting secara moral dan konstitusional,” tambahnya.
Mahfud menyebut Prabowo sebagai sosok yang berani mengambil posisi di atas konflik antar kekuatan politik dan tidak membiarkan hukum dijadikan alat tawar-menawar kekuasaan.
Hukum Bukan Alat Kekuasaan
Sebagai tokoh hukum senior, Mahfud MD menekankan bahwa tujuan utama hukum adalah menegakkan keadilan, bukan melayani kepentingan politik. Ia menyesalkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, hukum justru sering dijadikan sebagai alat untuk menghukum lawan politik dan melindungi kawan.
“Hukum harus steril dari intrik politik. Jika hukum disandera oleh penguasa atau elite politik, maka keadilan hanya menjadi slogan kosong,” tegasnya.
Dalam konteks kasus Hasto dan Tom, Mahfud melihat keputusan Prabowo sebagai sinyal bahwa arah hukum Indonesia bisa dikembalikan pada rel yang benar — yaitu keadilan yang adil dan tidak memihak.
Reaksi Publik: “Jeritan Rakyat Didengar”
Mahfud juga menyampaikan bahwa keputusan presiden ini merefleksikan jeritan masyarakat yang selama ini merasa hukum tidak lagi adil. Menurutnya, opini publik sudah lama menyadari bahwa kasus-kasus terhadap Hasto dan Tom Lembong lebih bermuatan politik ketimbang hukum.
“Rakyat tahu siapa yang bersalah dan siapa yang dikorbankan. Dan suara rakyat itu akhirnya direspons oleh Presiden. Ini keputusan politik yang berpihak pada keadilan,” katanya.
Mahfud berharap agar langkah ini menjadi awal dari reformasi menyeluruh dalam sistem hukum nasional, yang menurutnya telah kehilangan kepercayaan publik akibat praktik hukum yang transaksional.

www.service-ac.id
Catatan Konstitusional: Amnesti & Abolisi Adalah Hak Presiden
Secara hukum tata negara, Mahfud menjelaskan bahwa amnesti dan abolisi adalah hak konstitusional Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UUD 1945. Amnesti diberikan untuk menghapus hukuman atau menghindari proses hukum dalam kasus-kasus yang dianggap mengandung kepentingan lebih besar, sementara abolisi menghapus proses pidana secara administratif.
“Ini bukan intervensi hukum, ini adalah jalan konstitusional. Presiden berwenang memberi abolisi dan amnesti jika dianggap perlu demi kepentingan negara dan keadilan,” jelas Mahfud.
Harapan Pasca Keputusan Ini
Menutup pernyataannya, Mahfud MD menyerukan agar seluruh aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan, hingga KPK mengoreksi cara kerja mereka dan kembali berpihak pada hukum, bukan pada kekuasaan atau tekanan politik.
“Jangan ada lagi penyanderaan hukum. Jangan ada lagi aktor-aktor yang mempermainkan proses hukum demi kepentingan kekuasaan,” tegasnya.
Mahfud pun mendorong agar keputusan amnesti dan abolisi ini menjadi bahan evaluasi nasional terhadap praktik hukum yang menyimpang, dan meminta Presiden serta DPR melakukan pembenahan secara sistemik, termasuk merevisi UU terkait kekuasaan kehakiman dan independensi lembaga penegak hukum.
Kesimpulan
Pernyataan Mahfud MD terhadap keputusan Presiden Prabowo memberi amnesti dan abolisi bukan sekadar reaksi biasa, tetapi seruan moral dari seorang negarawan yang memahami bahwa demokrasi dan hukum harus berjalan berdampingan. Dengan menyoroti nuansa politisasi hukum, Mahfud mengingatkan bangsa ini agar tidak mengulangi kesalahan yang sama: menukar keadilan dengan kekuasaan.