Jakarta, Mata4.com – Data terbaru menunjukkan bahwa sekitar 70 persen perempuan dan anak korban kekerasan memilih untuk tidak melapor kepada pihak berwenang. Ketakutan terhadap stigma sosial dan tekanan lingkungan menjadi alasan utama mengapa banyak korban akhirnya memilih diam.
Banyak korban merasa khawatir akan disalahkan, dianggap mempermalukan keluarga, atau justru mengalami intimidasi dari pelaku maupun lingkungan sekitar. Faktor-faktor ini membuat proses pendampingan dan penegakan hukum semakin sulit.
“Rasa takut dihakimi dan dipandang buruk masih sangat kuat. Ini membuat korban menunda atau bahkan mengurungkan niat untuk mencari pertolongan,” kata salah satu aktivis perlindungan perempuan dan anak dalam keterangan resmi yang diterima Selasa (25/11/2025).

Selain stigma sosial, minimnya pemahaman mengenai prosedur pelaporan, akses layanan pendampingan, serta ketergantungan ekonomi terhadap pelaku juga menjadi kendala yang sering dihadapi korban.
Lembaga perlindungan perempuan dan anak mendorong pemerintah serta aparat penegak hukum untuk memperkuat sistem perlindungan, menyediakan ruang pelaporan yang aman, serta meningkatkan edukasi masyarakat agar tidak menghakimi korban.
“Masyarakat harus berhenti menganggap korban sebagai penyebab masalah. Dukungan lingkungan sangat penting untuk mendorong keberanian mereka melapor,” tegasnya.
Upaya peningkatan layanan psikologis, rumah aman, hingga penegakan hukum yang lebih tegas diharapkan mampu memberikan rasa aman bagi korban untuk bersuara dan mendapatkan hak mereka.
