
Bandung, Mata4.com — Kasus perdagangan bayi lintas negara kembali menggegerkan publik setelah aparat penegak hukum Indonesia berhasil membongkar sindikat pemalsuan akta kelahiran yang digunakan untuk menjual bayi ke luar negeri, terutama ke Singapura. Dari hasil penyelidikan awal, jaringan ini beroperasi dari sejumlah kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta, Batam, Surabaya, dan Medan, serta melibatkan oknum rumah sakit, perantara adopsi ilegal, dan bahkan pegawai pemerintah.
Skema kejahatan ini sangat terstruktur: bayi yang baru lahir langsung dicatat atas nama “orang tua fiktif” melalui pemalsuan dokumen resmi, lalu disalurkan ke luar negeri menggunakan jalur legal seolah-olah merupakan anak kandung dari pasangan yang akan pindah ke luar negeri.
Kota Jakarta dan Batam Jadi Pusat Operasi
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Andi Mahendra, menyatakan bahwa Jakarta merupakan kota dengan jumlah kasus pemalsuan akta tertinggi. Beberapa rumah sakit swasta di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur diduga bekerja sama dengan perantara untuk “menyerahkan” bayi kepada calon pembeli sesaat setelah proses persalinan.
Sementara itu, kota Batam, Kepulauan Riau, menjadi jalur transit favorit karena letaknya yang strategis dan kedekatannya dengan Singapura. Bayi-bayi tersebut diberangkatkan melalui pelabuhan internasional Batam Centre menggunakan identitas dan dokumen palsu.
“Kami menemukan bahwa Batam menjadi titik keberangkatan utama menuju Singapura. Dari Jakarta bayi dibawa ke Batam menggunakan jalur darat atau udara, lalu dipindahkan ke luar negeri melalui laut,” jelas Brigjen Andi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta.
Harga Bayi Ditentukan Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kondisi Fisik
Menurut hasil investigasi sementara, harga bayi bervariasi, berkisar antara Rp50 juta hingga Rp100 juta. Bayi laki-laki dengan kondisi sehat dan lengkap dokumen dihargai lebih tinggi. Para perantara menjanjikan proses cepat dengan akta kelahiran dan paspor yang “resmi”, meskipun sebenarnya palsu atau manipulatif.
Sumber di internal kepolisian menyebut bahwa banyak bayi yang dijual berasal dari ibu-ibu muda yang hamil di luar nikah dan tidak mampu mengurus anaknya. Para pelaku kemudian menawarkan “jalan keluar” berupa adopsi diam-diam, yang ternyata adalah bagian dari jaringan ilegal.
Oknum Dinas Dukcapil Terlibat: Pemalsuan Legalitas Akta Kelahiran
Kasus ini menjadi lebih serius karena melibatkan oknum di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) di Jakarta dan Batam yang dengan sengaja memasukkan data palsu ke dalam sistem kependudukan nasional. Dalam beberapa kasus, orang tua fiktif bahkan didaftarkan dengan KTP palsu untuk mengesahkan akta kelahiran sang bayi.
“Ada indikasi kuat bahwa beberapa petugas menerima suap untuk mempercepat pembuatan dokumen palsu, termasuk Kartu Keluarga dan akta kelahiran,” kata Andi Mahendra.
Saat ini, Kementerian Dalam Negeri tengah melakukan audit terhadap ribuan dokumen kelahiran yang dikeluarkan dalam dua tahun terakhir di wilayah Jakarta, Batam, dan beberapa kota besar lain seperti Surabaya dan Medan, yang terindikasi digunakan untuk praktik serupa.

www.service-ac.id
Proses Adopsi Ilegal: Berkedok Adopsi Legal
Jaringan ini kerap menggunakan dalih “adopsi pribadi” atau adopsi antar keluarga untuk menghindari pengawasan ketat dari negara. Mereka menghindari jalur resmi melalui pengadilan dan Dinas Sosial, dan langsung memalsukan surat pernyataan orang tua kandung yang menyetujui adopsi.
Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), ini adalah bentuk kejahatan yang sangat serius karena menyangkut hilangnya hak identitas dan perlindungan anak sejak dini.
“Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi pelanggaran terhadap hak hidup dan identitas anak. Anak yang dijual dengan akta palsu bisa kehilangan akses atas kewarganegaraan, pendidikan, hingga perlindungan hukum,” ujar Ketua KPAI, Ai Maryati Sholihah.
Reaksi Pemerintah dan Lembaga Internasional
Kementerian Sosial RI dan Kementerian Luar Negeri tengah menjalin komunikasi dengan pemerintah Singapura dan Interpol untuk menelusuri keberadaan bayi-bayi yang telah masuk ke luar negeri. Pemerintah Singapura sendiri menyatakan siap bekerja sama penuh dalam investigasi ini dan berkomitmen memastikan perlindungan hukum bagi anak-anak tersebut.
Menteri Sosial Tri Rismaharini menyatakan akan memperketat pengawasan lembaga adopsi dan rumah sakit bersalin. Ia juga menegaskan bahwa semua bayi yang telah diperdagangkan akan dicari dan diberi pemulihan hukum serta identitas resmi.
“Kami akan kejar siapa pun yang terlibat. Ini menyangkut masa depan anak-anak Indonesia. Negara harus hadir dan melindungi,” tegas Risma di Jakarta, Sabtu (2/8).
Langkah Selanjutnya: Audit Nasional dan Pengetatan Regulasi
Pemerintah berencana melakukan audit nasional terhadap semua rumah sakit bersalin dan akta kelahiran yang diterbitkan sejak 2022, terutama dari kota-kota seperti Jakarta, Batam, Surabaya, dan Medan yang memiliki lalu lintas tinggi kelahiran bayi.
Selain itu, proses adopsi akan dipersulit dan diperketat. Semua bentuk adopsi antarwarga negara akan wajib melalui pengadilan dan didampingi oleh lembaga resmi negara. Pemerintah juga akan mempercepat digitalisasi sistem pelacakan akta kelahiran dengan sistem verifikasi biometrik.
Kesimpulan
Kasus perdagangan bayi dengan akta kelahiran palsu ini menjadi cermin lemahnya pengawasan sistem kependudukan dan kesehatan di Indonesia, serta memperlihatkan betapa seriusnya ancaman kejahatan terorganisir terhadap anak-anak. Melibatkan kota-kota besar seperti Jakarta, Batam, Surabaya, dan Medan, sindikat ini memanfaatkan celah hukum dan ekonomi untuk memperdagangkan manusia secara sistematis.
Penegakan hukum tegas, perbaikan sistem catatan sipil, dan edukasi kepada masyarakat adalah kunci untuk mencegah tragedi kemanusiaan serupa terulang di masa depan.