
Jakarta, Mata4.com — Menteri Agama (Menag) menegaskan bahwa penyuluh agama siap dilibatkan dalam program sosialisasi pengentasan Tuberkulosis (TBC) di seluruh Indonesia. Hal ini disampaikan Menag sebagai bentuk dukungan penuh Kementerian Agama terhadap strategi pemerintah dalam menekan angka kasus TBC yang hingga kini masih menjadi tantangan besar dalam sektor kesehatan nasional.
Menurut Menag, penyuluh agama memiliki posisi yang strategis karena berinteraksi langsung dengan masyarakat di berbagai lapisan, baik di perkotaan maupun pedesaan. Tidak hanya sebagai penyampai ajaran agama, mereka juga berfungsi sebagai komunikator sosial yang dipercaya.
“Penyuluh agama bukan hanya berbicara soal ibadah, tetapi juga tentang menjaga kesehatan, menjaga diri, serta lingkungan sekitar. Mereka bisa menjadi mitra efektif pemerintah untuk menyebarkan pesan penting terkait pencegahan dan pengobatan TBC,” ujar Menag dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (26/9).
Peran Strategis Penyuluh Agama
Kementerian Agama memandang bahwa keterlibatan penyuluh agama sangat penting untuk membantu menjangkau masyarakat akar rumput. Melalui forum keagamaan seperti pengajian, khutbah, majelis taklim, hingga kegiatan di rumah ibadah, penyuluh dapat menyampaikan pesan tentang pentingnya deteksi dini TBC, pengobatan yang tuntas, serta menghapus stigma terhadap penderita.
Menag menekankan bahwa nilai-nilai keagamaan dapat menjadi pintu masuk yang efektif untuk mengajak masyarakat lebih peduli pada kesehatan. “Kesehatan adalah amanah, dan mencegah penyakit merupakan bagian dari menjaga kehidupan yang telah dianugerahkan Tuhan. Dengan pendekatan keagamaan, pesan ini akan lebih mudah diterima,” ucapnya.
Kolaborasi Lintas Sektor
Kementerian Agama berkomitmen bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, lembaga pendidikan, dan tokoh agama dari berbagai denominasi. Kolaborasi ini akan difokuskan pada edukasi masyarakat, peningkatan literasi kesehatan, dan penanggulangan stigma negatif terhadap pasien TBC.
Selain itu, program pelatihan bagi penyuluh agama juga sedang dipersiapkan. Tujuannya agar mereka memahami informasi medis dasar mengenai TBC, cara penyebaran, gejala awal, serta tahapan pengobatan. Dengan bekal tersebut, penyuluh diharapkan mampu memberikan informasi yang akurat dan tidak menyesatkan.

TBC: Tantangan Global dan Nasional
Tuberkulosis masih menjadi salah satu penyakit menular paling mematikan di dunia. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2023 mencatat, ada lebih dari 10 juta kasus TBC baru setiap tahunnya, dengan sekitar 1,3 juta kematian secara global.
Indonesia sendiri berada di posisi ketiga tertinggi di dunia setelah India dan Tiongkok dalam jumlah kasus TBC. Diperkirakan setiap tahunnya terdapat lebih dari 800 ribu kasus baru, sementara angka kematian masih mencapai puluhan ribu jiwa. Kondisi ini membuat TBC masuk dalam agenda prioritas pembangunan kesehatan nasional.
Pemerintah Indonesia menargetkan eliminasi TBC pada tahun 2030, sejalan dengan target pembangunan berkelanjutan (SDGs). Namun, berbagai kendala masih dihadapi, di antaranya rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan, keterlambatan diagnosis, kepatuhan pasien dalam menyelesaikan pengobatan, serta masih kuatnya stigma sosial.
Menghapus Stigma dengan Pendekatan Keagamaan
Salah satu hambatan besar dalam penanganan TBC adalah stigma negatif yang membuat penderita sering dikucilkan. Banyak pasien enggan mencari bantuan medis karena takut dipandang rendah oleh lingkungan.
Dalam hal ini, penyuluh agama dinilai memiliki peran vital. Dengan bahasa keagamaan yang menekankan kasih sayang, kepedulian, dan solidaritas, penyuluh bisa membantu masyarakat memahami bahwa penderita TBC tidak boleh didiskriminasi. Justru mereka harus didukung agar bisa sembuh dan menjalani kehidupan normal kembali.
“Pesan agama menekankan pentingnya saling menolong. Menghapus stigma terhadap penderita TBC adalah bagian dari perintah untuk peduli pada sesama,” tegas Menag.
Harapan Pemerintah
Kementerian Agama optimistis bahwa dengan melibatkan penyuluh agama, pesan kesehatan terkait TBC dapat lebih luas menjangkau masyarakat, termasuk di daerah terpencil. Harapannya, angka kasus TBC bisa terus ditekan, dan target eliminasi 2030 dapat tercapai.
“Penyuluh agama adalah mitra strategis. Dengan pendekatan yang menyentuh hati, mereka mampu mengubah cara pandang masyarakat terhadap penyakit ini. Kami berharap kerja sama ini memperkuat langkah Indonesia menuju bangsa yang lebih sehat dan produktif,” tutup Menag.
Langkah ini sekaligus menegaskan bahwa penanggulangan TBC bukan hanya urusan medis, tetapi juga persoalan sosial, budaya, dan moral yang membutuhkan sinergi seluruh elemen bangsa.