Jakarta, Mata4.com – Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan akan melakukan revisi terhadap Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2024, menyusul masih tingginya harga MinyaKita, minyak goreng kemasan sederhana yang seharusnya dijual dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp15.700 per liter.
Menteri Perdagangan Budi Santoso menyampaikan bahwa meskipun pasokan MinyaKita di pasar tergolong aman, harga produk tersebut masih belum kembali ke level HET. Berdasarkan pantauan di berbagai daerah, harga MinyaKita kini berada di kisaran Rp16.700 hingga Rp17.000 per liter, bahkan di beberapa wilayah luar Jawa seperti Kalimantan dan Papua, harganya bisa mencapai Rp18.000–Rp20.000.
“Kami menilai perlu adanya evaluasi menyeluruh, terutama pada aspek distribusi MinyaKita. Jika distribusi tidak dibenahi, maka harga di lapangan sulit kembali ke HET,” kata Budi dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (4/9).
Distribusi yang Tidak Efisien Jadi Sorotan
Permendag Nomor 18 Tahun 2024 selama ini mengatur mekanisme distribusi MinyaKita dari produsen ke distributor hingga ke pengecer. Namun, praktik di lapangan menunjukkan adanya ketidakefisienan dalam rantai distribusi. Distribusi berjenjang yang terlalu panjang diduga menjadi salah satu penyebab utama lonjakan harga, karena setiap jalur mengambil margin keuntungan sendiri.
Selain itu, Kemendag juga menemukan adanya oknum distributor atau sub-distributor yang mensyaratkan pembelian dalam jumlah besar kepada pengecer kecil, atau menjual dengan harga melebihi HET. Kondisi ini menyulitkan pedagang skala kecil untuk mendapatkan stok MinyaKita dengan harga yang wajar.
“Distribusi melalui jalur komersial kadang terlalu panjang dan tidak bisa kita kontrol sepenuhnya. Oleh karena itu, kami akan mempertimbangkan pelibatan BUMN pangan seperti Bulog dan ID Food untuk memperpendek rantai distribusi,” jelas Budi.
Perkuat Pengawasan dan Penindakan
Selain revisi aturan, Kemendag juga akan meningkatkan pengawasan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan, terutama terkait HET dan volume kemasan. Pemerintah menerima berbagai laporan dari masyarakat mengenai MinyaKita yang dikemas ulang dengan volume yang kurang dari satu liter, namun tetap dijual dengan harga penuh.
Hingga awal September ini, Kemendag mengklaim telah mengidentifikasi lebih dari 100 pelaku usaha yang melakukan pelanggaran, mulai dari repackaging ilegal, pengurangan volume, hingga penjualan di atas harga eceran tertinggi.
“Kami bekerja sama dengan Satgas Pangan dan pemerintah daerah untuk melakukan penindakan. Tidak boleh ada lagi pihak yang menyalahgunakan program ini demi keuntungan pribadi,” tegas Mendag.
Melibatkan Banyak Pihak dalam Revisi Aturan
Dalam proses revisi, pemerintah memastikan bahwa kebijakan baru akan disusun secara transparan dan partisipatif. Pelaku usaha, asosiasi dagang, lembaga pengawas, hingga akademisi dari berbagai universitas akan dilibatkan dalam memberikan masukan terhadap regulasi baru ini.
Menurut Budi, pemerintah tidak ingin membuat kebijakan yang memberatkan industri, namun tetap ingin memastikan bahwa tujuan awal MinyaKita sebagai minyak goreng rakyat tetap tercapai.
“Tujuan utama MinyaKita adalah menjaga daya beli masyarakat, terutama di tengah ketidakpastian harga pangan global. Kita harus cari jalan tengah antara efisiensi bisnis dan perlindungan konsumen,” ujarnya.
Langkah-Langkah yang Telah Diambil
Sebelum rencana revisi ini diumumkan, pemerintah sebenarnya telah melakukan beberapa langkah untuk menurunkan harga MinyaKita di pasaran, di antaranya:
- Penambahan pasokan MinyaKita melalui kerja sama dengan BUMN pangan dan produsen swasta.
- Pengawasan distribusi menggunakan sistem digital seperti SIMIRAH (Sistem Informasi Minyak Goreng Curah dan Kemasan), meski efektivitasnya masih dikaji.
- Relaksasi bea dan pajak untuk distribusi minyak goreng oleh BUMN, meskipun hal ini masih dalam pembahasan lintas kementerian.
- Koordinasi lintas sektor dengan Satgas Pangan dan pemerintah daerah untuk memperkuat penindakan terhadap pelanggaran.
Reaksi Masyarakat dan Pelaku Usaha
Di tengah kondisi ini, masyarakat mulai mempertanyakan efektivitas program MinyaKita yang sejak awal digadang sebagai solusi minyak goreng murah. Banyak konsumen mengeluhkan sulitnya mendapatkan produk tersebut dengan harga sesuai HET, bahkan di pasar tradisional.
Sementara itu, sejumlah pelaku usaha mendukung revisi aturan, namun meminta agar pemerintah juga memperhatikan struktur biaya produksi dan distribusi, yang terus meningkat akibat fluktuasi harga bahan baku dan logistik.
Ketua Asosiasi Produsen Minyak Goreng Nasional (APMGN), Arief Nugroho, menyatakan pihaknya siap mendukung upaya pemerintah, namun berharap regulasi yang baru dapat menciptakan iklim usaha yang sehat dan berkelanjutan.
“Kami setuju bahwa program ini harus diawasi ketat. Tapi pemerintah juga perlu memastikan bahwa harga HET realistis dan sesuai dengan struktur biaya yang ada,” ujar Arief.
Kesimpulan: Arah Kebijakan MinyaKita ke Depan
Rencana revisi Permendag No. 18 Tahun 2024 menandai keseriusan pemerintah dalam membenahi tata niaga minyak goreng bersubsidi di Indonesia. Revisi ini diharapkan tidak hanya menurunkan harga MinyaKita, tetapi juga memperkuat sistem distribusi dan pengawasan agar lebih transparan, adil, dan berpihak pada masyarakat berpenghasilan rendah.
Pemerintah menargetkan revisi aturan dapat selesai dalam waktu dekat dan langsung diimplementasikan secara bertahap.

