
Jakarta, Mata4.com — Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan bahwa Pasal 18 ayat (4) dalam Undang‑Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) membuka peluang agar kepala daerah — baik gubernur, bupati, maupun wali kota — bisa dipilih melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), tidak harus secara langsung oleh rakyat.
Hal ini disampaikan dalam sebuah pernyataan resmi di Jakarta, di mana Tito menekankan bahwa sistem pemilihan kepala daerah “secara demokratis” sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 tidak secara eksplisit mengatur mekanisme pemilihan langsung.
“Kalau bicara aturan, kita lihat Pasal 18 ayat (4) UUD, di situ disebut kepala daerah dipilih secara demokratis. Tidak harus langsung, bisa juga melalui DPRD,” ujar Tito dalam pernyataan kepada media, Selasa (29/7).
Peluang Revisi Sistem Pemilihan
Tito menyebut bahwa pernyataan ini bukan bentuk usulan formal pemerintah, melainkan penjelasan konstitusional terkait fleksibilitas makna pemilihan yang “demokratis”. Menurutnya, pemilihan oleh DPRD juga termasuk bentuk demokrasi karena dilakukan oleh wakil rakyat yang telah dipilih dalam pemilu legislatif.
Ia juga menambahkan bahwa sistem pemilihan kepala daerah secara langsung memiliki berbagai kelebihan, namun juga tantangan, seperti biaya politik tinggi dan potensi konflik horizontal di tengah masyarakat.

www.service-ac.id
Respons dan Implikasi
Pernyataan Mendagri ini menimbulkan beragam tanggapan. Sejumlah kalangan menyambut positif wacana pemilihan melalui DPRD karena dinilai lebih efisien dan mengurangi praktik politik uang. Di sisi lain, kritik juga muncul dari sejumlah pengamat dan tokoh masyarakat yang menilai bahwa sistem pemilihan langsung lebih mencerminkan kedaulatan rakyat.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil menyatakan pentingnya transparansi dan partisipasi publik jika wacana ini dilanjutkan ke tahap pembahasan kebijakan yang lebih konkret.
Landasan Konstitusional
Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 menyebutkan:
“Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.”
Kalimat tersebut tidak mengatur bentuk teknis pemilihannya, sehingga baik sistem langsung maupun melalui DPRD masih berada dalam ranah interpretasi konstitusional. Untuk mengubah sistem yang berlaku saat ini, diperlukan perubahan undang-undang atau regulasi terkait pemilihan kepala daerah (Pilkada).