
Jakarta Barat, Mata4.com — Pelajaran matematika acap kali dianggap sebagai “momok” bagi sebagian besar siswa di Indonesia. Tidak sedikit yang mengeluh pusing, stres, bahkan sampai takut saat menghadapi soal-soal matematika. Stigma negatif ini membuat banyak siswa kehilangan minat, sehingga prestasi di bidang ini menjadi kurang menggembirakan. Namun, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bidang Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, mengungkapkan bahwa persepsi tersebut sesungguhnya hanyalah mitos yang harus segera diluruskan.
Dalam seminar nasional bertajuk “Inovasi Pembelajaran Matematika untuk Generasi Emas” yang digelar secara virtual pada pekan lalu, Mendikdasmen Abdul Mu’ti menegaskan bahwa matematika sesungguhnya adalah ilmu yang sangat penting dan seharusnya bisa dinikmati oleh siswa. Menurutnya, selama ini siswa merasa “mumet” bukan karena matematika itu sulit secara inheren, melainkan akibat cara penyampaian materi yang belum sesuai dengan kebutuhan belajar zaman now.
“Matematika bukanlah ilmu yang harus ditakuti. Bila kita mengajarkannya dengan cara yang kreatif, relevan, dan menyenangkan, matematika justru bisa menjadi pelajaran yang mengasah kemampuan berpikir kritis dan logika secara optimal,” ungkap Abdul Mu’ti dengan penuh semangat.
Kenapa Siswa Sering Stres dengan Matematika?
Fenomena rasa takut dan stres terhadap matematika bukanlah hal baru di dunia pendidikan Indonesia. Menurut survei yang dilakukan Kementerian Pendidikan, sebanyak 60% siswa SD hingga SMA mengaku merasa kesulitan dan stres menghadapi pelajaran ini. Faktor utamanya, menurut Mendikdasmen, adalah metode pembelajaran yang terlalu monoton, berfokus pada hafalan rumus tanpa pemahaman konsep.
“Metode ‘drill and practice’ yang terlalu kaku dan menekankan pada pengulangan soal tanpa menjelaskan konteks dan aplikasi nyata membuat siswa cepat jenuh dan merasa tertekan,” jelasnya.
Selain itu, minimnya fasilitas pembelajaran yang menarik dan kurangnya dukungan teknologi di banyak sekolah, terutama di daerah terpencil, turut memperparah masalah ini. Kondisi ini menjadikan matematika tampak seperti ilmu yang sulit didekati.
Solusi dari Mendikdasmen: Inovasi Pembelajaran dan Peran Guru
Abdul Mu’ti menegaskan bahwa solusi utama ada pada inovasi metode pembelajaran dan peningkatan kapasitas guru. Menurutnya, guru harus didukung untuk mengembangkan metode pengajaran yang lebih interaktif dan kontekstual, memanfaatkan media digital dan teknologi.
“Kalau guru dapat memanfaatkan video pembelajaran interaktif, game edukatif, dan simulasi berbasis komputer, siswa akan merasa lebih tertarik dan mudah memahami konsep matematika,” ujarnya.
Contoh konkret yang disebutkan Mendikdasmen adalah penggunaan aplikasi pembelajaran matematika yang menggabungkan unsur permainan, sehingga siswa belajar sambil bermain. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan minat, tapi juga mengasah kemampuan analisis dan problem solving.
Selain itu, Mendikdasmen menekankan pentingnya pelatihan berkelanjutan bagi guru agar mereka mampu beradaptasi dengan pendekatan baru dan teknologi terbaru. Pemerintah pun sudah menyiapkan program pelatihan daring untuk guru di seluruh Indonesia, dengan harapan kualitas pengajaran matematika semakin meningkat.

www.service-ac.id
Matematika dalam Kehidupan Sehari-hari: Bukan Sekadar Angka dan Rumus
Salah satu pesan penting yang terus disampaikan Mendikdasmen adalah bahwa matematika bukan hanya soal angka dan rumus yang abstrak, tetapi ilmu yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari.
“Jika kita bisa menunjukkan bagaimana matematika digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pengelolaan keuangan, perencanaan waktu, hingga teknologi modern, siswa akan lebih mudah menangkap manfaatnya,” ujarnya.
Dalam konteks ini, Mendikdasmen mengajak guru dan orang tua untuk mengintegrasikan konsep matematika dalam aktivitas sehari-hari siswa. Misalnya, mengajak anak menghitung pengeluaran saat berbelanja, atau merancang jadwal harian yang melibatkan perhitungan waktu.
Dukungan dari Para Guru dan Praktisi Pendidikan
Pernyataan Mendikdasmen ini mendapat sambutan hangat dari kalangan guru dan praktisi pendidikan. Mereka melihat bahwa selama ini banyak kendala yang membuat pelajaran matematika sulit diterima siswa, mulai dari pola pengajaran yang kurang variatif hingga keterbatasan sarana.
“Saya sudah mencoba menggunakan media pembelajaran berbasis teknologi dan storytelling matematika untuk membuat siswa lebih tertarik. Hasilnya, anak-anak jadi lebih aktif bertanya dan tidak takut lagi dengan pelajaran matematika,” ujar Dwi Rahayu, seorang guru matematika di sebuah SMP di Bandung.
Menurut Dwi, pendekatan yang menyenangkan dan relevan dengan pengalaman siswa sangat berperan dalam membangun rasa percaya diri dan minat belajar.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Meski begitu, Mendikdasmen Abdul Mu’ti menyadari bahwa masih banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama dalam pemerataan kualitas pendidikan di seluruh daerah. Masih ada sekolah yang belum memiliki fasilitas memadai dan guru yang belum mendapatkan pelatihan yang cukup.
“Kita harus bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah, sekolah, hingga orang tua, agar inovasi pembelajaran matematika bisa diterapkan secara menyeluruh,” katanya.
Ia pun menegaskan komitmen pemerintah untuk terus memperkuat program-program pendidikan yang mendukung perubahan paradigma belajar matematika, dengan tujuan mencetak generasi muda Indonesia yang unggul dan siap bersaing di era global.
“Matematika adalah bahasa universal dan kunci kemajuan. Dengan pembelajaran yang tepat, kita bisa mengubah mitos ‘matematika bikin mumet’ menjadi cerita sukses anak-anak Indonesia dalam menguasai ilmu ini,” pungkas Abdul Mu’ti.