
Ukraina, Mata4.com – Ketegangan di front timur Ukraina kembali meningkat tajam seiring dengan laporan bahwa pasukan militer Rusia kini telah bergerak mendekati perbatasan wilayah Dnipropetrovsk, salah satu pusat ekonomi dan industri utama Ukraina. Wilayah ini memiliki populasi lebih dari 3 juta jiwa sebelum perang meletus pada Februari 2022, dan menjadi pusat vital dalam sistem logistik, transportasi, serta industri berat Ukraina.
Serangan yang semakin agresif ini menandai fase baru dalam invasi Rusia yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun, dan memberikan sinyal kuat bahwa Kremlin mungkin tengah menargetkan pusat-pusat ekonomi Ukraina sebagai bagian dari strategi jangka panjangnya.
Pendekatan Strategis Rusia Menuju Jantung Industri Ukraina
Rusia dalam beberapa bulan terakhir secara sistematis memperkuat posisinya di wilayah Donetsk dan Luhansk. Melalui ofensif berlapis yang dimulai dari arah timur dan tenggara, pasukan Rusia berhasil merebut sejumlah desa dan memperluas kendali mereka menuju jalur logistik penting yang mengarah langsung ke wilayah Dnipropetrovsk.
Kota Kostiantynivka, yang terletak di antara garis depan Donetsk dan Dnipropetrovsk, dilaporkan telah jatuh ke tangan Rusia dalam pertempuran sengit pada pertengahan tahun 2025. Keberhasilan ini membuka koridor strategis yang memungkinkan militer Rusia mengalirkan pasukan dan logistik ke arah barat, menuju jantung industri Ukraina.
“Ini bukan hanya tentang wilayah—ini tentang kendali atas ekonomi Ukraina,” ujar analis militer Ukraina, Serhii Mykhailenko, kepada Kyiv Independent. “Jika Dnipropetrovsk jatuh atau lumpuh, dampaknya sangat besar—bukan hanya bagi Ukraina, tapi juga stabilitas energi dan industri di kawasan Eropa Timur.”
Kekhawatiran Kemanusiaan: 3 Juta Jiwa Terancam
Wilayah Dnipropetrovsk, dengan ibu kota administratifnya Dnipro, sebelumnya merupakan rumah bagi lebih dari tiga juta penduduk. Meskipun sejak awal invasi banyak warga telah mengungsi, jutaan lainnya masih tinggal di wilayah tersebut karena alasan ekonomi, keluarga, dan keterbatasan mobilitas.
Organisasi kemanusiaan internasional, termasuk Palang Merah dan UNHCR, telah mengeluarkan peringatan bahwa potensi eskalasi ke wilayah Dnipropetrovsk bisa menyebabkan krisis kemanusiaan baru. Dengan infrastruktur sipil yang mulai dibombardir dan sistem logistik yang terganggu, jutaan jiwa bisa menghadapi kekurangan makanan, listrik, dan layanan medis.
“Jika Rusia melanjutkan serangan ke wilayah ini, kami memperkirakan eksodus besar-besaran dan tekanan berat pada pusat-pusat pengungsi yang sudah padat di Ukraina barat,” kata salah satu juru bicara UNHCR di Lviv.
Ofensif Ganda: Donetsk dan Dobropillia
Bersamaan dengan pergerakan ke arah Dnipropetrovsk, Rusia juga melancarkan serangan intensif di Donetsk. Front Pokrovsk dan Dobropillia kini menjadi titik benturan utama antara pasukan Rusia dan pertahanan Ukraina. Sejak 11 Agustus 2025, laporan dari garis depan menyebutkan bahwa Rusia berhasil merebut dua desa penting yang berada di jalur distribusi logistik Ukraina.
Analis Barat melihat ini sebagai bagian dari strategi penjepit: memotong jalur suplai, mengisolasi Dnipropetrovsk, lalu menggempur dari beberapa arah sekaligus.
“Rusia kemungkinan besar tidak akan menyerang Dnipropetrovsk secara frontal terlebih dahulu. Mereka akan mencoba melemahkan wilayah itu secara bertahap dengan mengganggu ekonomi, membombardir infrastruktur, dan menyulitkan suplai dari barat,” ujar Mayor John Miller dari Institute for the Study of War (ISW) di Washington D.C.

www.service-ac.id
Respons Ukraina dan Reaksi Internasional
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam pidato terbarunya menyebut bahwa Ukraina akan “mempertahankan setiap jengkal tanah” dan bahwa serangan terhadap wilayah Dnipropetrovsk merupakan “upaya terakhir Rusia untuk mematahkan tulang punggung negara kita.”
Zelenskyy juga menyerukan peningkatan bantuan militer dari negara-negara Barat, khususnya dalam bentuk sistem pertahanan udara, amunisi jarak jauh, dan kendaraan tempur. Ia menggarisbawahi bahwa mempertahankan Dnipropetrovsk bukan hanya soal pertahanan wilayah, tapi juga pertahanan atas masa depan ekonomi Ukraina.
Sementara itu, negara-negara NATO menyatakan keprihatinan mereka atas perkembangan situasi terbaru. Juru bicara Pentagon mengatakan bahwa Amerika Serikat akan mempercepat pengiriman bantuan militer tambahan, termasuk rudal HIMARS dan drone pengintai, guna membantu Ukraina mempertahankan wilayah strategisnya.
Kemungkinan Damai Semakin Jauh
Isu mengenai potensi perundingan damai kembali mencuat seiring dengan desakan beberapa negara non-blok agar Ukraina dan Rusia mengeksplorasi kemungkinan “gencatan senjata berdasarkan garis wilayah yang ada.” Namun, pemerintah Ukraina tetap menolak usulan yang mengharuskan mereka mengakui pendudukan Rusia atas sebagian wilayahnya.
“Setiap usulan perdamaian yang mengorbankan Dnipropetrovsk, Donetsk, atau wilayah berdaulat lainnya adalah pengkhianatan terhadap rakyat Ukraina,” ujar Zelenskyy tegas dalam konferensi pers Hari Kemerdekaan Ukraina, 24 Agustus lalu.
Kesimpulan: Ukraina di Persimpangan Jalan
Dengan meningkatnya tekanan dari timur dan ancaman nyata terhadap wilayah penting seperti Dnipropetrovsk, Ukraina kini berada di titik krusial. Keberhasilan atau kegagalan mempertahankan wilayah ini akan sangat menentukan arah perang ke depan—baik dari sisi militer, ekonomi, maupun psikologis.
Bagi warga sipil, ancaman ini berarti potensi kehilangan rumah, kota, dan masa depan. Bagi militer Ukraina, ini adalah ujian atas kekuatan bertahan dan kemampuan logistik mereka dalam menghadapi gempuran yang terus meningkat. Dan bagi dunia internasional, ini adalah pengingat bahwa perang di Ukraina belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir dalam waktu dekat.