
New York, Mata4.com — Majalah mode legendaris dunia, Vogue, kembali membuat gebrakan. Namun kali ini bukan karena desain couture eksperimental atau editorial selebritas papan atas. Melainkan karena kehadiran sosok “model” yang memicu kontroversi global—seorang figur berwajah sempurna yang ternyata bukan manusia, melainkan hasil ciptaan kecerdasan buatan (AI).
Model ini muncul dalam iklan dua halaman milik merek fesyen Guess, dan dikonfirmasi sebagai hasil produksi agensi kreatif AI, Seraphinne Vallora. Tanpa catwalk, tanpa studio, dan tanpa manusia nyata di balik wajahnya, model ini membawa pertanyaan besar: Apakah masa depan industri mode akan digantikan oleh avatar digital? Dan apa nasib model manusia di tengah gelombang otomatisasi kreatif ini?
Dari Lensa Vogue: Awal yang Membingungkan
Dalam edisi cetaknya, Vogue mencantumkan catatan kecil di pojok iklan: “Produced by Seraphinne Vallora on AI.” Kalimat ini tampak sederhana, tetapi menjadi pemicu polemik besar. Dunia mode, yang selama ini dikenal sebagai panggung bagi keunikan manusia—beragam latar, bentuk tubuh, warna kulit, dan ekspresi budaya—tiba-tiba menampilkan figur yang tidak nyata.
Meskipun hanya muncul dalam iklan, banyak pembaca dan pegiat fashion menyayangkan Vogue yang dianggap “melegitimasi model virtual tanpa narasi inklusif, transparansi, atau akuntabilitas.”
Apa Itu Model AI dan Bagaimana Mereka Dibuat?
Model AI seperti yang tampil di Vogue bukan sekadar gambar digital. Mereka adalah produk dari generative AI—kecerdasan buatan yang dilatih menggunakan ribuan bahkan jutaan citra manusia untuk menghasilkan wajah, tubuh, ekspresi, dan pose yang tampak realistis.
Teknologi seperti ini telah digunakan oleh perusahaan seperti Lalaland.ai atau Deep Agency, yang memungkinkan merek untuk membuat “model digital” yang bisa dipersonalisasi berdasarkan etnis, ukuran tubuh, atau gaya tertentu. Tanpa perlu sesi pemotretan, tanpa biaya transportasi, dan bisa dikustomisasi sesuai kampanye merek.
Inovasi atau Ancaman? Perspektif dari Berbagai Sisi
Keunggulan Model AI:
- Efisiensi biaya & waktu: Tidak perlu fotografer, studio, wardrobe stylist, atau tim kreatif besar.
- Kontrol penuh: Brand bisa mengatur ekspresi, gaya, dan pencahayaan sesuai keinginan.
- Fleksibilitas Representasi: Secara teoritis, AI bisa menciptakan model dari beragam etnis dan ukuran tubuh—meski dalam praktik, hal ini masih minim terjadi.
Tantangan & Dampak Negatif:
- Ancaman terhadap pekerjaan manusia: Ribuan model profesional, fotografer, stylist, makeup artist, hingga kru produksi bisa kehilangan peran mereka.
- Standardisasi kecantikan yang tidak realistis: AI cenderung menghasilkan wajah “sempurna” yang memperkuat norma kecantikan sempit—putih, simetris, tanpa cela.
- Minimnya transparansi: Konsumen sering tidak tahu bahwa sosok yang mereka lihat bukanlah manusia nyata.
- Risiko etika & hukum: Jika wajah model AI dilatih dari data tanpa izin (termasuk wajah model manusia sungguhan), ini berpotensi melanggar hak atas citra diri.
Kritik Industri dan Seruan Etika
Sejumlah tokoh mode, termasuk jurnalis, model, dan aktivis, mengecam keputusan Vogue. Felicity Hayward, model plus-size asal Inggris, menyebut penggunaan model AI sebagai “langkah mundur” dari perjuangan panjang keberagaman dan representasi tubuh manusia dalam industri mode.
Lembaga seperti Fashion Workers Act di AS dan perwakilan Uni Eropa juga mulai menyusun regulasi yang mengatur penggunaan wajah digital, melindungi hak model dari penyalahgunaan citra, serta meminta brand wajib mengungkapkan jika model yang digunakan bukan manusia.

www.service-ac.id
Model AI dan Masa Depan Fashion
Munculnya model AI bukan sekadar tren teknologi, melainkan refleksi pergeseran nilai dalam industri mode. Beberapa label kelas dunia seperti H&M dan Zara juga mulai menguji coba avatar digital untuk katalog online mereka.
Pertanyaannya: apakah ini bentuk inovasi yang membebaskan kreativitas? Ataukah jalan menuju hilangnya elemen manusia dari industri yang sejak awal dibangun oleh dan untuk manusia?
“Jika kita tidak hati-hati, fashion bisa menjadi industri yang lebih dingin, steril, dan mengasingkan. Kita tidak hanya kehilangan pekerjaan, tapi juga kehilangan jiwa dari mode itu sendiri,” kata jurnalis mode asal Prancis, Claudine Morel.
Apa yang Dibutuhkan Sekarang?
- Transparansi Total – Brand dan media harus menyatakan dengan jelas jika mereka menggunakan model digital.
- Kebijakan Perlindungan Citra – Model manusia harus diberikan perlindungan hukum atas wajah dan tubuh mereka dari pelatihan AI tanpa izin.
- Representasi Nyata dalam AI – Jika model AI digunakan, mereka harus benar-benar mencerminkan keberagaman, bukan sekadar versi digital dari “kecantikan ideal” barat.
- Kolaborasi Manusia-AI, Bukan Kompetisi – AI sebaiknya digunakan untuk mendukung, bukan menggantikan kreativitas dan tenaga kerja manusia.
Penutup: Akankah Avatar Digital Gantikan Supermodel?
Kehadiran model AI di Vogue adalah tanda zaman. Kita sedang memasuki era di mana realitas dan simulasi kian kabur. Namun satu hal yang tetap nyata: keindahan tidak hanya soal bentuk visual, tapi tentang cerita, identitas, dan koneksi manusia.
Selama dunia mode masih menghargai hal-hal itu, maka model manusia tetap tak tergantikan.