Jakarta, Juli 2025 – Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) mengungkapkan fakta mengejutkan: hanya sekitar 19 persen lulusan sarjana di Indonesia yang berasal dari bidang STEM (Science, Technology, Engineering, dan Mathematics). Angka ini jauh di bawah negara-negara maju dan bahkan tertinggal dari beberapa negara berkembang.
Pernyataan ini disampaikan dalam gelaran “Indonesia Future Skills Forum 2025” yang digelar oleh Kementerian Keuangan dan LPDP di Jakarta, Jumat (4/7). Direktur Utama LPDP, Dwi Larso, menyebut ketimpangan ini menjadi hambatan besar dalam percepatan transformasi ekonomi nasional menuju digitalisasi dan industri berbasis teknologi tinggi.
“Negara yang ingin maju secara ekonomi di masa depan adalah negara yang punya kapasitas kuat di sektor STEM. Jika kita tidak mempercepat pendidikan dan regenerasi di sektor ini, kita akan terus jadi pasar, bukan produsen,” tegas Dwi Larso.
Mengapa STEM Sangat Penting?
STEM dianggap sebagai pondasi dari inovasi, daya saing industri, dan kemandirian teknologi suatu negara. Negara seperti Korea Selatan, Jepang, China, dan India mampu menjadi pemain besar dalam teknologi karena lebih dari 30–40 persen lulusan sarjananya berasal dari bidang STEM.
Sebaliknya, Indonesia masih didominasi oleh lulusan sosial dan ekonomi. Meski bidang-bidang tersebut juga penting, ketimpangan kuantitas dan kualitas lulusan STEM membuat Indonesia kesulitan mengejar target industri 4.0, pembangunan teknologi dalam negeri, dan kedaulatan digital.
Solusi dari LPDP dan Pemerintah
Untuk menjawab tantangan ini, LPDP bersama Kementerian Keuangan dan Kemendikbudristek mulai merancang beberapa program akseleratif, di antaranya:
Prioritas Beasiswa LPDP untuk STEM: Tahun 2025, sekitar 65% kuota beasiswa LPDP dialokasikan khusus untuk pelamar dari bidang STEM, baik untuk program master maupun doktoral di dalam dan luar negeri.
Program Fast Track & Double Degree: Mahasiswa unggulan dari kampus-kampus mitra akan dipercepat jalur pendidikannya untuk memenuhi kebutuhan talenta teknologi nasional.
Kemitraan Industri-Pendidikan: LPDP mendorong lebih banyak kerja sama dengan perusahaan teknologi agar riset dan kurikulum pendidikan tinggi selaras dengan kebutuhan industri.
Inkubator Riset dan Teknologi Anak Bangsa: Diperkenalkan sebagai program lanjutan pasca-beasiswa, LPDP akan membina alumni untuk menghasilkan karya inovatif berbasis sains dan teknologi yang siap dikomersialisasikan.
Membangun Budaya STEM dari Dini
Tak hanya fokus pada pendidikan tinggi, LPDP juga bekerja sama dengan lembaga pendidikan dasar dan menengah melalui program Indonesia Pintar STEM untuk membangun budaya sains dan teknologi sejak usia muda. Ini mencakup pelatihan guru, lomba robotika, coding untuk pelajar, dan pembinaan komunitas teknologi di daerah.
Penutup: STEM sebagai Masa Depan Indonesia
Jika Indonesia ingin menjadi negara maju dan kompetitif secara global, peningkatan jumlah dan kualitas lulusan STEM adalah keharusan. Dukungan terhadap sektor ini tidak bisa hanya datang dari pemerintah, tapi juga dari sektor swasta, akademisi, dan masyarakat.
Seperti yang disampaikan oleh Menkeu Sri Mulyani dalam forum yang sama, “Kita tidak bisa membangun negara masa depan dengan pola pikir masa lalu. STEM bukan hanya kebutuhan teknis, tapi strategi bertahan hidup dalam ekonomi baru.”
