Jakarta, 21 Juli 2025 — Di tengah fluktuasi harga beras yang terus menjadi isu nasional, Pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis dengan memperkuat peran koperasi desa (kopdes) sebagai ujung tombak distribusi pangan. Langkah ini diambil guna meredam praktik permainan harga yang selama ini dilakukan oleh spekulan dan tengkulak, serta sebagai bentuk komitmen dalam membangun sistem pangan yang adil dan berkelanjutan.
Latar Belakang: Permainan Harga yang Terus Berulang
Selama bertahun-tahun, masyarakat Indonesia selalu dihadapkan pada persoalan harga beras yang tidak stabil, terutama menjelang musim tanam dan saat panen belum tiba. Lonjakan harga sering kali bukan disebabkan oleh kelangkaan produksi, melainkan akibat praktik penimbunan dan permainan pasokan oleh pelaku usaha besar yang menguasai jalur distribusi.
Kondisi ini diperparah oleh lemahnya posisi petani dalam rantai nilai. Di banyak daerah, petani tidak memiliki akses langsung ke pasar, sehingga harus menjual hasil panen ke tengkulak dengan harga rendah. Di sisi lain, konsumen di kota harus membayar mahal karena harga telah dimark-up oleh perantara.
Solusi Pemerintah: Memberdayakan Kopdes
Menanggapi kondisi ini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menegaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan skema baru yang menjadikan koperasi desa sebagai mitra resmi dalam distribusi pangan strategis, khususnya beras.
“Kita ingin memotong mata rantai yang tidak sehat. Kopdes akan kita dorong agar bisa menyerap gabah dari petani langsung, menyimpannya, dan mendistribusikan ke pasar atau konsumen tanpa melewati tengkulak,” ujar Zulkifli dalam jumpa pers di Gedung Kementerian Perdagangan.
Kebijakan ini didukung lintas kementerian. Kementerian Koperasi dan UKM bersama Kementerian Pertanian dan Perum Bulog akan bersinergi dalam penguatan koperasi desa. Langkah ini mencakup pemberian akses permodalan, pendampingan manajerial, dan integrasi ke dalam ekosistem logistik nasional.
Tiga Pilar Program Penguatan Kopdes
Dalam pelaksanaannya, strategi ini akan mengacu pada tiga pilar utama:
1. Akses Permodalan dan Fasilitas Kredit
Pemerintah telah menyiapkan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) sektor pangan dengan bunga rendah dan jangka waktu panjang. Dana ini akan digunakan kopdes untuk membeli gabah saat panen raya, sehingga petani tidak lagi bergantung pada tengkulak.
Selain itu, Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) KUMKM juga akan menyalurkan dana hibah produktif kepada koperasi yang lolos verifikasi dan memiliki rekam jejak kinerja yang baik.
2. Digitalisasi dan Transparansi Tata Kelola
Koperasi desa akan diintegrasikan ke dalam sistem informasi digital nasional yang memungkinkan pemantauan stok dan distribusi secara real-time. Ini akan mencegah penyimpangan, sekaligus membuka akses pasar daring (e-commerce pangan) yang lebih luas.
Platform digital tersebut juga akan mempermudah masyarakat membeli beras langsung dari koperasi, sehingga harga lebih transparan dan terjangkau.
3. Kolaborasi Logistik dan Infrastruktur
Pemerintah akan memfasilitasi pembangunan lumbung pangan desa dan gudang penyimpanan (warehouse) milik koperasi. Selain itu, kopdes akan mendapat akses ke armada distribusi milik Bulog dan BUMN pangan lainnya, agar dapat mengirim pasokan ke pasar dengan efisien.
Dukungan dari Para Pemangku Kepentingan
Ketua Umum Induk Koperasi Tani Indonesia (IKTI), Mulyadi, menyambut baik inisiatif ini. Menurutnya, koperasi desa sebenarnya sudah memiliki struktur sosial dan ekonomi yang kuat, hanya belum maksimal diberdayakan dalam skema besar ketahanan pangan.
“Dengan dukungan regulasi dan pembiayaan, kami yakin koperasi bisa menjadi stabilisator pasar. Petani senang karena harga lebih adil, masyarakat senang karena harga di pasar jadi stabil,” ujar Mulyadi.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, menilai langkah ini sebagai bentuk reorientasi kebijakan pangan nasional yang berpihak pada petani kecil dan ekonomi kerakyatan.
“Kami harap ini bukan hanya program jangka pendek. Penguatan koperasi desa harus menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk kedaulatan pangan,” katanya.
Contoh Keberhasilan di Daerah
Beberapa koperasi desa telah menunjukkan hasil positif. Di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, sebuah kopdes yang dikelola secara profesional berhasil menyerap 500 ton gabah dari petani pada musim panen lalu. Gabah tersebut diolah, disimpan di gudang milik koperasi, dan dijual dalam bentuk beras langsung ke masyarakat dengan harga yang lebih murah dibanding pasar.
Hal serupa terjadi di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Dengan dukungan dari pemerintah kabupaten dan Dinas Ketahanan Pangan, koperasi desa di sana menjalankan sistem pembelian gabah berbasis kontrak, sehingga petani tidak lagi terjebak harga fluktuatif.
Tantangan: Sumber Daya dan Mentalitas Lama
Meski potensinya besar, pelibatan koperasi desa juga menghadapi berbagai tantangan. Di antaranya adalah keterbatasan sumber daya manusia (SDM), kapasitas manajemen yang belum merata, serta praktik birokrasi yang kadang lambat dan tidak adaptif.
“Beberapa kopdes masih tradisional dalam pengelolaan. Perlu kerja keras untuk meningkatkan kapasitas dan mengubah pola pikir dari pasif menjadi proaktif,” ujar Deputi Bidang Perkoperasian, Kemenkop UKM, Ahmad Zabadi.
Selain itu, dibutuhkan kerja sama yang kuat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sektor swasta agar transformasi ini berjalan optimal.
Harapan ke Depan: Kedaulatan Pangan dari Desa
Dengan langkah ini, pemerintah tidak hanya menargetkan penurunan harga beras, tetapi juga ingin menciptakan sistem pangan nasional yang berbasis pada kekuatan desa. Penguatan koperasi diyakini dapat menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih adil, mencegah ketimpangan, serta mengurangi ketergantungan pada pasar bebas yang kerap tak berpihak pada rakyat kecil.
Jika berjalan sesuai rencana, model ini akan diperluas ke komoditas pangan strategis lainnya, seperti jagung, kedelai, dan gula. Dalam lima tahun ke depan, koperasi desa diharapkan menjadi garda depan dalam menjaga ketahanan pangan Indonesia secara menyeluruh.
Penulis:
Tim Redaksi | Editor: R. Aulia Rahmadani
