Pati, Jawa Tengah, Mata4.com — Ketegangan sosial dan ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja Pemerintah Kabupaten Pati terus meningkat. Berbagai kalangan, termasuk tokoh masyarakat, akademisi, hingga kelompok mahasiswa, secara terbuka mendesak pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk segera turun tangan dan mengambil peran aktif dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dinilai sudah sangat kompleks, menyentuh akar struktural pemerintahan dan kesejahteraan publik.
Desakan ini tidak muncul dalam ruang hampa. Masyarakat menilai bahwa selama beberapa tahun terakhir, Kabupaten Pati mengalami kemandekan dalam pembangunan, kebijakan daerah yang tertutup, dan bahkan konflik agraria yang tidak kunjung diselesaikan. Situasi ini diperparah dengan lemahnya respon dari pejabat daerah terhadap aspirasi publik.
Berbagai Persoalan yang Menumpuk dan Tak Kunjung Diselesaikan
Masalah di Kabupaten Pati tak bisa lagi disederhanakan hanya sebagai urusan administratif. Persoalan-persoalan yang muncul telah menciptakan dampak nyata terhadap kualitas hidup masyarakat.
Beberapa isu utama yang mencuat, di antaranya:
1. Kebijakan Tata Ruang dan Konflik Agraria
Pembangunan infrastruktur dan proyek-proyek investasi dinilai tidak memperhatikan aspek keadilan sosial dan kelestarian lingkungan. Contohnya adalah proyek industri di kawasan lahan produktif pertanian yang ditolak masyarakat karena mengancam sumber penghidupan mereka. Penolakan ini bahkan pernah berujung pada bentrokan antara warga dan aparat, menandakan lemahnya komunikasi dan mediasi dari pemerintah daerah.
2. Minimnya Transparansi dan Partisipasi Publik
Banyak keputusan strategis diambil tanpa melibatkan masyarakat atau mengabaikan hasil musyawarah desa. Hal ini memicu ketidakpercayaan publik terhadap pemerintahan daerah. Anggaran publik pun kerap dipertanyakan, terutama terkait proyek fisik yang dinilai tidak memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.
3. Stagnasi Pembangunan Pedesaan
Meski Pati dikenal sebagai daerah pertanian, banyak wilayah pedesaan masih tertinggal. Akses jalan rusak, irigasi tidak berfungsi optimal, dan layanan pendidikan serta kesehatan yang tidak memadai membuat warga desa merasa diabaikan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pati juga stagnan dalam beberapa tahun terakhir, menjadi tanda bahaya atas efektivitas kebijakan lokal.
4. Isu Kesejahteraan Sosial dan Pengangguran
Ketiadaan lapangan kerja baru yang signifikan membuat angka pengangguran muda tetap tinggi. Banyak pemuda di Pati yang memilih merantau karena tidak melihat peluang di daerah sendiri. Hal ini berdampak pada berkurangnya regenerasi petani dan pengelola UMKM lokal.
Permintaan Serius Agar Pemerintah Pusat dan Provinsi Tidak Diam
Melihat kondisi tersebut, berbagai kelompok kini secara terbuka meminta intervensi pemerintah pusat dan Pemprov Jawa Tengah. Mereka menilai, jika tidak segera diambil tindakan serius, Pati bisa mengalami krisis kepercayaan yang lebih luas terhadap sistem pemerintahan.
“Kita sudah tidak bicara soal proyek gagal atau birokrasi lambat. Ini sudah menyentuh soal hak hidup masyarakat, soal ketidakadilan yang terstruktur. Pemerintah pusat dan provinsi harus turun tangan langsung, jangan jadi penonton,” ujar Rizal Fauzan, aktivis dari LSM Peduli Rakyat Pati.
Suara Akademisi: “Ini Alarm Demokrasi Daerah”
Akademisi dari Universitas Diponegoro, Dr. Widodo Yuwono, menyebut bahwa apa yang terjadi di Pati merupakan alarm demokrasi lokal. Menurutnya, kegagalan pemerintah daerah dalam membangun dialog dengan rakyat dan mengelola konflik dengan bijak harus menjadi perhatian bersama.
“Ketika masyarakat mulai tidak percaya pada pemimpinnya sendiri, dan suara mereka tidak dianggap penting, di situlah peran provinsi dan pusat menjadi krusial. Bukan untuk mengambil alih kekuasaan, tapi untuk memulihkan tatanan pemerintahan yang sehat,” jelasnya.

www.service-ac.id
Mahasiswa dan Pemuda Turut Bersuara
Kelompok mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Pati (AMPP) juga ikut menyampaikan aspirasi mereka dalam berbagai forum diskusi dan aksi damai. Mereka menuntut adanya pembenahan menyeluruh terhadap sistem tata kelola pemerintahan daerah, termasuk membuka ruang partisipasi publik yang sesungguhnya.
“Kami sudah bosan dengan forum-forum formalitas yang ujungnya hanya tepuk tangan dan foto bersama. Kami ingin substansi, ingin solusi. Pati bisa bangkit kalau semua pihak berani membuka diri dan mendengar,” tegas Laras Ayu, mahasiswi Universitas Muria Kudus.
Apa yang Diharapkan dari Pemerintah Pusat dan Provinsi?
Desakan terhadap pemerintah pusat dan Pemprov Jateng bukan tanpa alasan. Masyarakat menginginkan:
- Evaluasi langsung dari Kementerian Dalam Negeri terhadap jalannya pemerintahan di Pati.
- Intervensi dari Kementerian ATR/BPN untuk menyelesaikan konflik tanah dan tata ruang.
- Pendampingan dari inspektorat dan BPKP untuk memastikan anggaran digunakan dengan benar.
- Dialog terbuka antara warga, pemerintah daerah, dan lembaga pusat/provinsi.
- Penempatan pejabat fungsional netral dan profesional di posisi strategis daerah, terutama dalam pelayanan publik.
Harapan Warga: Bukan Represif, Tapi Solutif
Warga Pati, khususnya di wilayah pedesaan, menaruh harapan besar kepada pemerintah di atasnya. Mereka tidak ingin kehadiran pusat atau provinsi justru menambah tekanan, tetapi berharap pendekatan dialogis, inklusif, dan solutif.
“Kami tidak ingin ada kekerasan. Kami hanya ingin didengar. Kalau pemkab sudah tidak bisa mengayomi, kami berharap pusat dan provinsi bisa hadir sebagai pengimbang,” ungkap Pak Sulam, tokoh masyarakat dari Desa Tayu Wetan.
Penutup: Pati Butuh Pemulihan Kepercayaan
Apa yang terjadi di Kabupaten Pati adalah potret dari krisis yang tak hanya teknis, tapi juga krisis kepercayaan dan representasi. Ketika warga merasa ditinggalkan oleh pemimpinnya sendiri, ketika suara mereka tidak menemukan ruang, maka intervensi dari struktur pemerintahan di atasnya bukan hanya tepat — tapi mendesak.
Kini, keputusan berada di tangan Pemprov Jawa Tengah dan Pemerintah Pusat: Apakah akan bergerak cepat dan berpihak kepada rakyat, atau kembali menjadi penonton dari krisis yang membara di akar rumput?
