Banyuwangi, Mata4.com — Langkah besar kembali diambil pemerintah dalam menjaga masa depan lingkungan pesisir Indonesia. Tahun ini, pemerintah menargetkan rehabilitasi hutan mangrove seluas 41.000 hektare di empat provinsi kunci: Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Papua, dan Bali. Program ini menjadi bagian penting dari komitmen Indonesia dalam menghadapi krisis iklim dan menjaga ekosistem pesisir yang semakin terancam.
Di balik angka itu, ada misi yang jauh lebih besar: melindungi garis pantai dari abrasi, memperbaiki habitat laut, serta mengembalikan sumber kehidupan bagi jutaan masyarakat pesisir yang bergantung pada keberadaan mangrove.
Mangrove: Penjaga Senyap Pesisir Kita
Mangrove bukan sekadar pohon yang tumbuh di pantai. Ia adalah benteng alami yang melindungi daratan dari gelombang besar, abrasi, hingga badai. Akarnya yang mencengkeram kuat tanah pantai menjadi penghalang utama dari kerusakan garis pantai.
Lebih dari itu, hutan mangrove adalah rumah bagi ribuan spesies — mulai dari ikan, kepiting, hingga burung langka. Bahkan, pohon-pohon ini mampu menyerap karbon 3–5 kali lebih banyak dibandingkan hutan tropis daratan, menjadikannya senjata ampuh melawan perubahan iklim.
Namun sayangnya, dalam dua dekade terakhir, mangrove Indonesia banyak yang rusak — dikonversi menjadi tambak, tergerus pembangunan, atau ditinggalkan karena tidak produktif.
Fokus Rehabilitasi: Dari Barat hingga Timur Indonesia
Empat provinsi dipilih sebagai prioritas rehabilitasi tahun ini, berdasarkan tingkat kerusakan dan potensi pemulihan ekologis:
- Sumatera Utara: Wilayah pesisir seperti Langkat dan Deli Serdang tercatat mengalami degradasi cukup parah akibat alih fungsi lahan. Pemulihan mangrove di sini juga diharapkan menghidupkan kembali perikanan tradisional.
- Kalimantan Utara: Provinsi ini menjadi salah satu titik krusial dengan hutan mangrove yang dulu subur kini mengalami kerusakan karena pembukaan tambak tak berizin.
- Papua: Dengan kekayaan ekosistem mangrove terbesar di Indonesia, Papua menyimpan harapan besar untuk konservasi jangka panjang. Rehabilitasi akan menyasar kawasan yang terdampak aktivitas manusia dan perubahan tata guna lahan.
- Bali: Meski arealnya tidak luas, hutan mangrove di Bali berperan penting dalam mendukung pariwisata berkelanjutan dan mencegah kerusakan pantai di kawasan wisata utama.

www.service-ac.id
Bukan Sekadar Tanam, Tapi Pulihkan Ekosistem
Menurut Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), program ini bukan sekadar menanam pohon, tetapi membangun kembali sistem ekologis yang sehat dan berkelanjutan.
“Kita tidak bisa hanya datang, tanam bibit, lalu pergi. Yang kita lakukan adalah memulihkan fungsi ekosistem — airnya, tanahnya, kehidupannya. Dan itu harus melibatkan masyarakat sebagai bagian dari solusi,” ujarnya.
Program ini menggunakan pendekatan berbasis komunitas, di mana masyarakat pesisir dilatih dan diberdayakan untuk menanam, merawat, dan menjaga kawasan mangrove. Selain memberi penghasilan, pendekatan ini juga menumbuhkan rasa kepemilikan atas lingkungan sekitar.
Teknologi dan Tradisi Berjalan Bersama
Pemerintah juga mulai memanfaatkan teknologi untuk mendukung rehabilitasi. Penggunaan drone, pemetaan satelit, dan aplikasi pemantauan digital menjadi alat bantu untuk menilai kondisi mangrove, merancang penanaman, dan memantau pertumbuhannya.
Namun, teknologi ini tidak menggantikan kearifan lokal. Di banyak daerah, pengetahuan masyarakat tentang musim tanam, jenis tanah, dan arus air menjadi dasar penting keberhasilan rehabilitasi.
Menuju Target 600.000 Hektare
Target 41.000 hektare tahun ini merupakan bagian dari program nasional untuk memulihkan 600.000 hektare hutan mangrove hingga akhir 2025. Program ini juga menjadi bentuk nyata komitmen Indonesia dalam pertemuan-pertemuan internasional, seperti Konferensi Iklim COP dan agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Lebih dari sekadar memenuhi angka, rehabilitasi mangrove adalah investasi jangka panjang untuk masa depan Indonesia — untuk masyarakat pesisir, untuk ekonomi biru, dan untuk bumi yang lebih lestari.
Dari akar mangrove yang diam di lumpur, kita bisa belajar bahwa perlindungan lingkungan tidak selalu harus berisik. Ia bisa sunyi, tapi kuat. Dan kini, kita bergerak bersama — menyelamatkan pesisir, satu hektare demi satu hektare.
