Jakarta, 23 Juli 2025 — Dalam upaya memperkuat pendidikan karakter dan semangat kebangsaan di tengah era digital dan globalisasi, pemerintah Indonesia kembali menegaskan bahwa kegiatan Pramuka harus menjadi ekstrakurikuler wajib di semua jenjang pendidikan dasar dan menengah. Penegasan ini disampaikan secara resmi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), seiring banyaknya diskusi dan kebingungan di masyarakat terkait status kewajiban Pramuka di sekolah.
Melalui surat edaran terbaru yang dikirim ke seluruh dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota, Kemendikbudristek meminta setiap satuan pendidikan — baik negeri maupun swasta — untuk mengaktifkan kembali kegiatan Gerakan Pramuka secara berkala, terstruktur, dan berkualitas. Hal ini termasuk penyediaan pembina bersertifikat, alokasi anggaran, dan penyusunan kurikulum non-formal berbasis nilai-nilai kepramukaan.
Mengapa Pramuka Tetap Wajib?
Dalam konferensi pers nasional bertajuk “Penguatan Karakter melalui Pramuka” yang digelar di Gedung Kemendikbudristek, Senin (22/7), Direktur Jenderal PAUD, Dikdasmen, Dr. Haryo Nugroho menegaskan bahwa Pramuka bukan hanya sekadar ekskul biasa, tapi sarana penting pembentukan watak dan jati diri bangsa.
“Di tengah tantangan global, arus informasi tanpa batas, dan perubahan sosial yang cepat, anak-anak kita membutuhkan pondasi karakter yang kuat. Pramuka memberi ruang bagi mereka untuk belajar nilai disiplin, kepemimpinan, gotong royong, serta cinta tanah air,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa Pramuka adalah bagian integral dari sistem pendidikan nasional, bukan pelengkap. Kegiatan ini memberikan ruang untuk pembelajaran holistik, yang menggabungkan aspek fisik, mental, sosial, dan spiritual secara seimbang.
Didukung Dasar Hukum yang Kuat
Keputusan ini bukan tiba-tiba. Penegasan pemerintah kembali merujuk pada:
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka
- Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014, yang menetapkan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib
- Permendikbudristek terbaru tahun 2025, yang menegaskan kembali pentingnya penguatan karakter melalui kegiatan di luar pembelajaran akademik
Meski dalam beberapa tahun terakhir terjadi penurunan intensitas kegiatan Pramuka di banyak sekolah — terutama sejak pandemi COVID-19 — pemerintah memastikan bahwa statusnya tetap wajib, dan ke depannya harus dijalankan secara konsisten dan berkelanjutan.
Tantangan dan Harapan di Lapangan
Meskipun kebijakan ini mendapat dukungan luas dari banyak sekolah dan pemerhati pendidikan, implementasinya di lapangan tidak selalu mudah. Beberapa tantangan yang sering ditemui meliputi:
- Kekurangan pembina Pramuka yang kompeten dan bersertifikat
- Minimnya fasilitas kegiatan luar ruang seperti lapangan, perlengkapan berkemah, atau peralatan tali-temali
- Rendahnya minat siswa, terutama di jenjang SMP dan SMA, karena menganggap Pramuka kurang menarik atau membosankan
- Keterbatasan anggaran sekolah untuk mendukung kegiatan rutin dan pelatihan pembina
Meski demikian, banyak sekolah mulai melakukan inovasi dengan mengintegrasikan materi digital, simulasi kebencanaan, pelatihan survival modern, serta kegiatan sosial berbasis komunitas dalam kegiatan Pramuka. Tujuannya adalah agar siswa merasa lebih terhubung dengan aktivitas ini secara kontekstual dan relevan dengan dunia mereka.
Respons Masyarakat dan Orang Tua
Beragam tanggapan muncul dari kalangan orang tua. Sebagian besar mendukung kebijakan ini, terutama karena melihat manfaat jangka panjang dari pembentukan karakter dan kepemimpinan anak melalui Pramuka.
“Saya lihat anak saya jadi lebih mandiri dan percaya diri sejak ikut Pramuka. Mereka belajar cara kerja tim, tanggung jawab, dan disiplin waktu — ini hal-hal yang tidak selalu didapat di kelas,” ujar Siti Mardiah, orang tua siswa SD di Tangerang.
Namun, ada pula yang berharap pendekatan kegiatan Pramuka bisa dibuat lebih fleksibel dan menyenangkan, agar tidak terkesan kaku atau terlalu militeristik.
“Kalau bisa dibikin seperti petualangan atau game edukatif, pasti anak-anak lebih tertarik,” tambahnya.
Arahan Pemerintah untuk Sekolah dan Dinas Terkait
Kemendikbudristek dalam surat edarannya juga memberikan instruksi lanjutan kepada pemerintah daerah dan satuan pendidikan:
- Menetapkan jadwal rutin kegiatan Pramuka, minimal satu kali dalam seminggu
- Melatih guru sebagai pembina Pramuka, bekerja sama dengan Kwartir Cabang dan Kwartir Ranting setempat
- Mengalokasikan anggaran dari BOS (Bantuan Operasional Sekolah) untuk mendukung kegiatan kepramukaan
- Mengintegrasikan kegiatan Pramuka dengan kurikulum merdeka belajar, agar lebih kontekstual dan menyatu dengan kehidupan siswa
Pemerintah juga mendorong partisipasi aktif dari komite sekolah dan organisasi orang tua agar kegiatan ini menjadi gerakan bersama, bukan hanya tanggung jawab pihak sekolah.
Pramuka sebagai Pilar Karakter Bangsa
Dengan berbagai perubahan zaman, nilai-nilai luhur yang diajarkan dalam Gerakan Pramuka tetap relevan dan dibutuhkan. Ketahanan sosial, kepekaan terhadap sesama, kemampuan bertahan di kondisi sulit, serta kepemimpinan yang melayani — semua itu dilatih secara alami dalam kegiatan Pramuka.
“Pramuka tidak ketinggalan zaman. Justru ia memberi bekal penting di era penuh ketidakpastian,” kata Andalan Nasional Gerakan Pramuka, Kak Dede Kusnadi, saat diwawancarai di Kwartir Nasional.
Ia juga mengajak sekolah untuk berani berinovasi dalam metode pelatihan Pramuka, termasuk pemanfaatan teknologi, kolaborasi dengan relawan, hingga integrasi nilai-nilai lingkungan dan perubahan iklim ke dalam kegiatan kepramukaan.
Kesimpulan
Penegasan pemerintah soal kewajiban Pramuka di sekolah merupakan langkah strategis dalam membentuk generasi muda Indonesia yang tidak hanya pintar secara akademik, tetapi juga berkarakter, cinta tanah air, dan siap menghadapi tantangan dunia nyata. Meski jalan implementasinya masih menghadapi berbagai hambatan, semangat untuk menghidupkan kembali nilai-nilai kepramukaan di lingkungan pendidikan harus terus dijaga dan diperkuat.
Karena sejatinya, pendidikan bukan hanya soal nilai, tetapi juga soal watak. Dan Pramuka adalah salah satu jalan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya — tangguh, beretika, dan bertanggung jawab.
