
Jakarta, Mata4.com — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus menunjukkan keseriusannya dalam menjamin hak pendidikan bagi seluruh warganya, tanpa terkecuali. Baru-baru ini, Dinas Pendidikan DKI Jakarta mengumumkan bahwa pihaknya sedang menindaklanjuti laporan mengenai 40 anak usia sekolah yang diduga mengalami kondisi putus sekolah di beberapa wilayah ibu kota. Dari jumlah tersebut, 17 anak telah berhasil kembali mengenyam pendidikan, sementara sisanya masih dalam proses verifikasi dan pendekatan lebih lanjut.
Langkah ini merupakan bagian dari komitmen jangka panjang Pemprov DKI Jakarta untuk menurunkan angka putus sekolah dan memperluas akses pendidikan yang inklusif dan berkeadilan bagi semua kalangan, termasuk anak-anak dari keluarga pra-sejahtera, pekerja informal, maupun kelompok marjinal lainnya.
Dari Laporan ke Tindakan Nyata
Menurut keterangan resmi yang disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, laporan mengenai anak-anak yang putus sekolah ini berasal dari berbagai sumber. Beberapa di antaranya berasal dari laporan masyarakat melalui kanal pengaduan resmi, hasil pemantauan kader pendidikan di lapangan, serta kolaborasi dengan organisasi masyarakat sipil yang selama ini aktif dalam isu perlindungan anak dan akses pendidikan.
“Kami bergerak cepat. Setiap laporan kami telusuri, kami kunjungi langsung keluarga anak-anak tersebut untuk memahami kondisi mereka. Ini bukan hanya soal data, tapi soal masa depan generasi muda Jakarta,” ujar Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta dalam konferensi pers yang digelar pada Kamis (21/8).
Beragam Hambatan, Satu Tujuan: Kembalikan Anak ke Sekolah
Dari hasil verifikasi lapangan, diketahui bahwa sebagian besar anak yang mengalami putus sekolah berasal dari latar belakang ekonomi menengah ke bawah. Beberapa dari mereka terpaksa bekerja untuk membantu perekonomian keluarga, terutama pasca pandemi dan dampak ekonomi yang masih terasa hingga saat ini. Ada pula yang tidak memiliki dokumen administrasi lengkap, seperti akta kelahiran, Kartu Keluarga (KK), atau Nomor Induk Kependudukan (NIK), yang menjadi syarat utama untuk mendaftar ke sekolah formal.
Tidak sedikit juga kasus yang diwarnai oleh tekanan psikososial, seperti perundungan (bullying), kehilangan orang tua, atau relokasi tempat tinggal mendadak yang membuat anak-anak kehilangan akses terhadap sekolah sebelumnya.
Untuk mengatasi persoalan ini, Dinas Pendidikan tidak berjalan sendiri. Berbagai dinas dan instansi terkait, seperti Dinas Sosial, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, serta pihak kelurahan dan kecamatan, dilibatkan dalam proses penyelesaian. Pendekatan yang dilakukan bersifat lintas sektoral dan berpusat pada anak, memastikan bahwa solusi yang ditawarkan tidak hanya administratif, tetapi juga memperhatikan kondisi psikologis, sosial, dan ekonomi keluarga.
17 Anak Kembali Belajar: Sekolah Formal dan Pendidikan Nonformal
Hasil nyata dari upaya ini terlihat dengan kembalinya 17 anak ke dunia pendidikan. Anak-anak tersebut kini telah melanjutkan pendidikan mereka baik di sekolah formal, seperti SD dan SMP negeri, maupun melalui jalur pendidikan nonformal, seperti program Paket A, B, dan C yang difasilitasi oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
Pemprov DKI Jakarta juga memberikan berbagai bentuk dukungan untuk menunjang proses belajar mereka, mulai dari bantuan seragam sekolah, perlengkapan alat tulis, hingga uang transportasi harian. Selain itu, beberapa anak mendapatkan pendampingan psikologis agar dapat menyesuaikan diri kembali dengan lingkungan belajar.
“Kami ingin anak-anak ini tidak hanya kembali ke sekolah, tapi juga merasakan bahwa mereka diterima, didukung, dan diberi ruang untuk berkembang. Ini penting untuk memulihkan rasa percaya diri mereka,” jelas Kepala Bidang Pendidikan Nonformal Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Masih Ada 23 Anak Dalam Pendekatan
Sementara itu, 23 anak lainnya masih dalam proses pendataan dan pendekatan. Proses ini dianggap krusial karena tidak semua kasus bisa diselesaikan dengan cepat. Beberapa anak menunjukkan penolakan untuk kembali ke sekolah karena trauma masa lalu, tekanan dari lingkungan sekitar, atau kebutuhan ekonomi keluarga.
Untuk mengatasi hal ini, pendekatan yang digunakan bersifat personal dan bertahap. Tim pendamping bekerja sama dengan tokoh masyarakat setempat, pengurus RT/RW, dan organisasi lokal yang lebih memahami dinamika lingkungan masing-masing. Pendekatan dari hati ke hati menjadi strategi utama dalam membangun kembali kepercayaan anak dan keluarga terhadap pentingnya pendidikan.

www.service-ac.id
Pendidikan adalah Hak, Bukan Privilege
Langkah yang diambil oleh Pemprov DKI ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak tanpa diskriminasi. Selain itu, kebijakan ini juga mendukung target nasional dalam meningkatkan Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan di Indonesia.
Program ini juga menjadi bagian dari misi besar Jakarta sebagai kota yang inklusif, ramah anak, dan menjamin hak dasar warganya, terutama dalam bidang pendidikan. Pemprov menegaskan bahwa penanganan anak putus sekolah tidak akan berhenti pada 40 kasus ini saja, tetapi akan menjadi program berkelanjutan dengan sistem pelaporan terbuka dan dukungan kolaboratif lintas sektor.
“Kami tidak ingin ini menjadi program musiman. Ini adalah bagian dari perubahan sistemik yang harus terus diperjuangkan. Semua anak Jakarta berhak bermimpi dan mewujudkannya melalui pendidikan,” tegas Kepala Dinas Pendidikan.
Ajakan untuk Masyarakat: Jangan Diam, Laporkan!
Dalam kesempatan yang sama, Pemprov DKI juga mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam membantu menemukan anak-anak yang belum bersekolah. Masyarakat bisa melaporkan temuan mereka melalui aplikasi layanan pengaduan warga atau langsung ke kantor kelurahan dan dinas terkait.
Dengan pendekatan gotong royong ini, diharapkan tidak ada lagi anak di Jakarta yang luput dari sistem pendidikan hanya karena alasan administratif, ekonomi, atau sosial.
Kesimpulan: Jakarta Menuju Masa Depan yang Lebih Adil
Upaya mengembalikan 40 anak ke sekolah bukanlah sekadar angka, melainkan gambaran nyata dari perjuangan membangun kota yang lebih adil dan manusiawi. Dalam dunia yang cepat berubah dan menuntut kecakapan tinggi, pendidikan adalah jembatan yang menghubungkan anak-anak kita dengan masa depan.
Pemprov DKI Jakarta, bersama masyarakat, terus bergerak mewujudkan visi Jakarta Cerdas, Inklusif, dan Berkeadilan. Langkah ini mungkin masih awal, tetapi setiap anak yang kembali belajar adalah satu langkah besar menuju perubahan.