Jakarta, Mata4.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan pengusaha tambang asal Kalimantan Timur, Rudy Ong Chandra (ROC), akan segera disidangkan dalam kasus dugaan suap terkait penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah Kalimantan Timur.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa penyidik telah menyerahkan tersangka dan barang bukti atau Tahap II kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU). Penyerahan dilakukan setelah jaksa menyatakan berkas perkara Rudy lengkap dan siap untuk dilimpahkan ke pengadilan.
“Pelaksanaan Tahap II dilakukan setelah Jaksa Penuntut Umum menyatakan berkas tersangka dinyatakan lengkap,” kata Budi dalam keterangan resmi, Rabu (22/10/2025).
Setelah pelimpahan tersangka dan barang bukti, JPU akan segera menyusun surat dakwaan untuk kemudian dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dugaan Suap untuk Pengurusan Izin Tambang
Dalam perkara ini, Rudy Ong Chandra diduga memberikan hadiah atau janji kepada Awang Faroek Ishak, Gubernur Kalimantan Timur periode 2013–2018, dalam rangka pengurusan sejumlah izin tambang.
“Dalam perkara pengurusan IUP di Kalimantan Timur ini, tersangka ROC diduga memberi hadiah atau janji kepada Awang Faroek Ishak selaku Gubernur Kalimantan Timur periode 2013 sampai dengan 2018,” jelas Budi.
KPK sebelumnya menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus ini. Dari pihak penerima ialah Ketua Kadin Kaltim Dayang Donna Walfiaries Tania (DDW) dan mantan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak (AFI). Namun, status tersangka Awang Faroek gugur karena meninggal dunia pada pertengahan 2025.
Sementara dari pihak pemberi suap adalah Rudy Ong Chandra, yang telah ditahan sejak 22 Agustus 2025 setelah dijemput paksa akibat beberapa kali mangkir dari panggilan penyidik. Donna kemudian menyusul ditahan pada 9 September 2025.

Kronologi Dugaan Suap
Kasus ini berawal pada Juni 2014, ketika Rudy Ong Chandra memberi kuasa kepada seorang perantara bernama Sugeng untuk mengurus perpanjangan enam izin tambang eksplorasi di Kalimantan Timur.
Pada Agustus 2014, proses tersebut dilanjutkan oleh kolega Sugeng, Iwan Chandra (IC). Keduanya kemudian menemui Gubernur Awang Faroek di rumah dinasnya untuk membicarakan perpanjangan izin yang sempat tertunda.
Sebagai “biaya pengurusan”, Rudy disebut menyerahkan uang Rp3 miliar, termasuk fee untuk Iwan, yang kemudian disalurkan kepada Amrullah, Kepala Dinas ESDM Kaltim.
Pada Januari 2015, Iwan kembali mengajukan permohonan perpanjangan enam IUP atas nama beberapa perusahaan, termasuk PT Sepiak Jaya Kaltim. Untuk melancarkan proses, Iwan memberikan Rp150 juta kepada Markus Taruk Allo (Kepala Seksi Pengusahaan Dinas ESDM Kaltim) dan Rp50 juta kepada Amrullah.
Beberapa waktu kemudian, Dayang Donna Walfiaries menghubungi Amrullah untuk menanyakan perkembangan izin Rudy. Melalui Sugeng, dilakukan negosiasi tambahan. Awalnya, Rudy menawarkan Rp1,5 miliar, namun Donna meminta Rp3,5 miliar.
Permintaan itu akhirnya dipenuhi melalui sebuah pertemuan di hotel di Samarinda pada Februari 2015, di mana Iwan menyerahkan Rp3 miliar dalam pecahan dolar Singapura, sementara Sugeng menambahkan Rp500 juta, juga dalam bentuk dolar Singapura.
Sebagai imbalannya, Rudy menerima enam surat keputusan (SK) perpanjangan IUP yang diserahkan oleh Imas Julia, babysitter Donna.
Jerat Hukum dan Pasal yang Dikenakan
Atas perbuatannya, Rudy Ong Chandra dijerat dengan:
- Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b, atau
- Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kedua pasal tersebut mengatur tentang larangan memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang berkaitan dengan jabatannya.
Apabila terbukti bersalah, Rudy terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda hingga Rp250 juta.
Langkah Lanjutan KPK
KPK menegaskan bahwa penanganan kasus korupsi di sektor sumber daya alam, termasuk pertambangan, menjadi prioritas lembaga antirasuah. Pasalnya, praktik suap perizinan di daerah kerap menjadi pintu masuk bagi berbagai bentuk korupsi lain.
“KPK terus memperkuat langkah pencegahan dan penindakan di sektor pertambangan, karena di sinilah banyak terjadi penyimpangan yang merugikan negara,” ujar Budi menegaskan.
Sidang perdana Rudy Ong Chandra diperkirakan akan digelar dalam waktu dekat di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
