
Jakarta, Mata4.com — Sebagai negara kepulauan yang terletak di atas tiga lempeng tektonik utama dunia, Indonesia menempati salah satu posisi paling rawan bencana di dunia. Berada di kawasan Cincin Api Pasifik (Ring of Fire), Indonesia secara geografis sangat rentan terhadap berbagai jenis bencana alam, termasuk gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir, longsor, hingga tsunami.
Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa sepanjang tahun 2024, telah terjadi lebih dari 2.500 bencana alam di seluruh wilayah Indonesia. Dari jumlah tersebut, bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor mendominasi, terutama akibat meningkatnya intensitas curah hujan yang dipengaruhi oleh perubahan iklim.
Peran Strategis Indonesia di Tingkat Global
Tingginya frekuensi dan dampak bencana di Indonesia menjadikan negara ini memiliki pengalaman panjang dalam penanganan bencana. Pengalaman ini tidak hanya penting di tingkat nasional, tetapi juga menjadi modal kuat bagi Indonesia untuk berkontribusi aktif dalam forum-forum kebencanaan internasional.
Salah satu bentuk kontribusi tersebut ditunjukkan melalui partisipasi aktif Indonesia dalam Center for Disaster Resilience and Innovation (CDRI). CDRI merupakan platform global yang menghimpun berbagai negara dan lembaga internasional untuk memperkuat kolaborasi, inovasi, dan pertukaran pengetahuan dalam bidang ketangguhan bencana.
Menurut Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto, keterlibatan Indonesia dalam forum ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat diplomasi kebencanaan dan memastikan bahwa suara negara-negara berkembang terdengar dalam pengambilan keputusan global.
“Indonesia memiliki kapasitas, pengalaman, dan juga tantangan yang besar dalam penanggulangan bencana. Melalui CDRI, kita tidak hanya bisa belajar, tetapi juga membagikan praktik terbaik kepada dunia,” ujarnya dalam pernyataan resmi yang dirilis BNPB, Sabtu (28/9).
Akses Teknologi dan Inovasi Mitigasi Bencana
Salah satu manfaat langsung dari partisipasi Indonesia dalam forum seperti CDRI adalah akses terhadap teknologi dan inovasi terbaru dalam mitigasi dan penanganan bencana. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah bekerja sama dengan berbagai mitra internasional dalam pengembangan sistem peringatan dini, manajemen risiko berbasis komunitas, serta pemanfaatan data geospasial untuk perencanaan kebencanaan.
Direktur Inovasi Kebencanaan dari Kementerian PPN/Bappenas, Dr. Maya Yuliani, mengatakan bahwa kerja sama internasional sangat penting untuk mengurangi kesenjangan teknologi antara negara maju dan berkembang.
“Bencana tidak mengenal batas negara. Oleh karena itu, solusi untuk menghadapinya pun harus bersifat lintas negara dan berbasis kolaborasi,” ujarnya dalam sesi diskusi panel CDRI yang digelar di Tokyo, awal bulan ini.
Keadilan Iklim dan Pendanaan Adaptasi
Selain teknologi, isu yang menjadi perhatian utama Indonesia dalam forum internasional adalah keadilan iklim (climate justice) dan akses terhadap pendanaan adaptasi. Sebagai negara berkembang yang sangat terdampak oleh perubahan iklim, Indonesia menekankan pentingnya komitmen negara maju dalam memberikan dukungan pendanaan yang adil dan berkelanjutan.
Delegasi Indonesia dalam pertemuan CDRI mengangkat isu bahwa negara-negara berkembang seperti Indonesia sering kali menjadi korban dari dampak perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas industri negara maju. Namun, beban mitigasi dan adaptasi justru kerap dibebankan kepada negara-negara yang paling rentan.
Isu ini juga disuarakan oleh organisasi masyarakat sipil dan akademisi dalam berbagai kesempatan. Pakar kebencanaan dari Universitas Indonesia, Dr. Dini Rahayu, menyebut bahwa forum seperti CDRI harus dimanfaatkan untuk mendorong reformasi kebijakan global yang lebih adil.
“Diplomasi kebencanaan bukan hanya soal teknis, tapi juga soal keadilan global. Negara seperti Indonesia harus berani memperjuangkan haknya dalam mendapatkan dukungan internasional, terutama dalam pendanaan dan transfer teknologi,” tegasnya.
Mendorong Ketangguhan Nasional dan Regional
Selain memainkan peran di tingkat global, kehadiran Indonesia di CDRI juga diharapkan mampu memperkuat sistem penanggulangan bencana di dalam negeri. Pemerintah terus mendorong integrasi kebijakan kebencanaan dalam perencanaan pembangunan nasional, termasuk dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.
Program-program edukasi kebencanaan, pelatihan masyarakat siaga bencana, serta peningkatan kapasitas daerah dalam manajemen risiko bencana terus diperluas. Indonesia juga aktif mendorong penguatan ketangguhan di kawasan ASEAN, khususnya melalui kerja sama dalam ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on disaster management (AHA Centre).
Sementara itu, di tingkat lokal, berbagai inovasi mulai dikembangkan, seperti desa tangguh bencana, sekolah aman bencana, dan sistem logistik darurat berbasis digital.
Kesimpulan
Dengan tingkat kerentanan bencana yang tinggi, partisipasi Indonesia dalam forum-forum kebencanaan internasional seperti CDRI bukan hanya keharusan, tetapi juga kesempatan strategis. Melalui keaktifan ini, Indonesia tidak hanya memperjuangkan kepentingan nasional, tetapi juga berkontribusi dalam membentuk tata kelola global yang lebih adil dan inklusif dalam menghadapi tantangan bencana dan perubahan iklim.
Ke depan, tantangan semakin kompleks, namun dengan kolaborasi lintas sektor, dukungan masyarakat, serta diplomasi internasional yang kuat, Indonesia berpeluang besar untuk menjadi pemimpin regional dalam upaya membangun dunia yang lebih tangguh terhadap bencana.