Jakarta, 22 Juli 2025 — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggegerkan publik dengan pengembangan kasus dugaan korupsi yang menyeret Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Topan Obaja Putra Ginting. Dalam penyidikan terbaru, KPK memeriksa istri Topan, Isabella Pencawan, sebagai saksi penting dalam mengungkap aliran dana dan jaringan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi daerah ini. Penggeledahan di rumah dinas Topan juga mengungkap temuan besar berupa uang tunai sebesar Rp2,8 miliar dan dua pucuk senjata api ilegal, yaitu pistol Beretta dan senapan angin lengkap dengan amunisi.
Latar Belakang Kasus Dugaan Korupsi Proyek Infrastruktur di Mandailing Natal
Kasus ini berawal dari adanya laporan masyarakat dan pengawasan internal terkait proyek pembangunan jalan yang didanai oleh APBD Provinsi Sumut dengan nilai anggaran ratusan miliar rupiah. Proyek ini berada di Kabupaten Mandailing Natal dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur daerah, mendukung konektivitas, serta mempercepat pertumbuhan ekonomi lokal.
Namun, sejak pengerjaan proyek berlangsung, muncul keluhan mengenai mutu jalan yang tidak sesuai spesifikasi teknis dan diduga merugikan keuangan negara. Laporan tersebut memicu KPK untuk melakukan penyelidikan mendalam yang kemudian mengarah pada OTT terhadap sejumlah pejabat dan kontraktor pada akhir Juni 2025.
Kronologi Operasi Tangkap Tangan dan Penggeledahan
OTT dan Penahanan Tersangka
Pada 27 Juni 2025, KPK melakukan operasi tangkap tangan di Medan dan beberapa lokasi lainnya. Lima orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Topan Obaja Putra Ginting selaku Kepala Dinas PUPR Sumut (nonaktif), Rasuli Efendi Siregar selaku Kepala UPTD Gunung Tua dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Heliyanto sebagai PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut, serta dua kontraktor utama, Akhirun Efendi Siregar dan M. Rayhan Dulasmi Piliang.
Penggeledahan Rumah Dinas dan Temuan Uang serta Senjata Api
Pada 2 Juli 2025, penyidik KPK menggeledah rumah dinas Topan di kawasan elit Medan. Di sana ditemukan uang tunai sebanyak Rp2,8 miliar yang disimpan dalam 28 paket tersembunyi, serta dua senjata api ilegal: sebuah pistol merek Beretta dengan tujuh peluru dan sebuah senapan angin beserta dua pak peluru pelet.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa uang tersebut diduga berasal dari aliran dana korupsi proyek-proyek pembangunan jalan yang dikendalikan oleh Topan dan jaringan korupsinya. Penemuan senjata api ilegal juga menimbulkan pertanyaan serius tentang keamanan dan integritas pejabat publik di daerah tersebut.
Pemeriksaan Istri Topan Ginting dan Peran Keluarga dalam Kasus Korupsi
Isabella Pencawan, istri Topan, dipanggil sebagai saksi untuk membantu penyidik menggali informasi terkait aliran dana dan penyimpanan aset hasil korupsi. Meski tidak tercatat secara resmi sebagai pelaku, keberadaan uang tunai besar di rumah tangga mereka menimbulkan dugaan bahwa Isabella turut berperan dalam menerima dan mengelola dana haram tersebut.
Pemeriksaan ini juga bertujuan untuk menelisik apakah ada anggota keluarga lain atau pihak luar yang turut membantu menyembunyikan aset korupsi. KPK mencurigai bahwa aliran dana korupsi tidak hanya berhenti di tangan pejabat tapi juga melibatkan jaringan keluarga dan pihak ketiga untuk menghindari pengawasan.
Modus Operandi dan Mekanisme Korupsi dalam Proyek PUPR Sumut
Dari hasil penyidikan, KPK menemukan beberapa modus operandi yang digunakan dalam penyimpangan anggaran proyek pembangunan jalan, antara lain:
- Manipulasi dokumen pengadaan dan laporan fisik proyek, untuk menutupi kualitas jalan yang tidak memenuhi standar.
- Penggelembungan nilai kontrak dan biaya material, sehingga sisa dana yang besar dialihkan ke rekening pribadi atau pihak tertentu.
- Pemberian suap dan gratifikasi kepada pejabat yang memiliki kewenangan mengesahkan proyek agar proyek berjalan meskipun ada pelanggaran.
- Penggunaan dana hasil korupsi untuk pembelian aset dan penyimpanan dalam bentuk uang tunai di rumah pribadi, serta penyimpanan senjata api ilegal sebagai bentuk perlindungan diri atau simbol kekuasaan.
Dampak Kasus Korupsi Terhadap Masyarakat dan Pemerintah Daerah
Kerugian Negara dan Keuangan Daerah
Diperkirakan kerugian negara akibat korupsi ini mencapai ratusan miliar rupiah, yang semestinya bisa digunakan untuk pembangunan fasilitas publik, infrastruktur, dan peningkatan kesejahteraan warga Sumut. Korupsi ini menyebabkan pemborosan anggaran dan pembengkakan biaya pembangunan.
Penurunan Kualitas Infrastruktur dan Risiko Sosial
Jalan yang dibangun dengan kualitas rendah menyebabkan ketidaknyamanan dan risiko kecelakaan bagi pengguna jalan. Hal ini berdampak pada menurunnya produktivitas ekonomi daerah dan merugikan masyarakat yang bergantung pada infrastruktur tersebut untuk aktivitas sehari-hari.
Menggerogoti Kepercayaan Publik
Kasus korupsi ini semakin memperburuk citra pemerintah daerah dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pejabat publik dan lembaga penegak hukum. Temuan senjata api ilegal menambah kerisauan terkait keamanan dan transparansi dalam birokrasi daerah.
Perspektif Hukum dan Upaya Penegakan Hukum
Para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Jika terbukti bersalah, mereka bisa dijatuhi hukuman penjara puluhan tahun serta denda besar.
KPK terus mendalami aliran dana dan mencari keterlibatan pihak lain, termasuk jaringan yang lebih luas yang mungkin terkait dalam praktik korupsi ini. Koordinasi dengan kepolisian juga dilakukan terkait temuan senjata api ilegal untuk memastikan proses hukum berjalan komprehensif dan adil.
Tanggapan Pemerintah dan Komitmen Reformasi
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menyatakan dukungan penuh terhadap penyidikan KPK dan berjanji memperbaiki sistem pengawasan dan tata kelola keuangan daerah. Dinas PUPR Sumut juga tengah melakukan evaluasi menyeluruh dan berkomitmen memperketat pengendalian proyek untuk mencegah kasus serupa.
Selain itu, pemerintah pusat menegaskan pentingnya sinergi antara KPK dan pemerintah daerah dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel, serta memperkuat pemberantasan korupsi sebagai bagian dari agenda reformasi birokrasi nasional.
Penutup
Kasus dugaan korupsi yang melibatkan Kepala Dinas PUPR Sumut dan keluarganya merupakan gambaran nyata tantangan besar pemberantasan korupsi di Indonesia. Temuan uang tunai Rp2,8 miliar dan senjata api ilegal memperlihatkan betapa kompleksnya jaringan korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang harus dibongkar hingga tuntas.
Pemeriksaan istri Topan Ginting sebagai saksi menegaskan bahwa pemberantasan korupsi harus melibatkan seluruh elemen, termasuk keluarga dan jaringan pendukung pelaku. Diharapkan proses hukum berjalan transparan, profesional, dan memberikan efek jera sehingga masyarakat dapat kembali percaya pada sistem pemerintahan yang bersih dan berintegritas.
Kami akan terus mengikuti perkembangan kasus ini dan siap memberikan update terbaru seiring proses hukum yang berjalan.
