
Sumedang , 24 Juli 2025 — Di balik gagahnya para lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang resmi dilantik pada upacara kelulusan hari ini, tersimpan kisah haru dan penuh perjuangan dari seorang praja asal Subang, Jawa Barat, bernama Fauzi. Lulus dari salah satu lembaga pendidikan kedinasan paling ketat di Indonesia, Fauzi membuktikan bahwa ketekunan, doa, dan pengorbanan bisa mengubah nasib dan mengangkat derajat keluarga.
Empat tahun bukanlah waktu yang singkat bagi Fauzi. Ia menempuh pendidikan tinggi kepamongprajaan di bawah sistem militer semi-disipliner, dengan berbagai tantangan akademik, fisik, dan mental yang tak mudah dilalui. Namun tekad Fauzi hanya satu: menyelesaikan pendidikan dan membanggakan orang tuanya di kampung halaman yang sederhana.
“Saya masuk IPDN bukan untuk cari kemewahan, tapi untuk mengubah nasib keluarga. Saya ingin membuktikan kepada orang tua saya bahwa anak petani pun bisa sukses dan berdiri sejajar dengan siapa pun,” ungkap Fauzi dengan mata berkaca-kaca saat diwawancarai usai pelantikan.
Anak Petani yang Tak Pernah Lupa Akar
Fauzi berasal dari sebuah desa kecil di Kabupaten Subang. Ayahnya bekerja sebagai petani sawah, sementara ibunya seorang ibu rumah tangga yang juga sesekali membantu mengurus ladang. Kehidupan keluarga Fauzi jauh dari kata berlebih, namun sarat dengan nilai-nilai kerja keras dan kejujuran.
Sejak kecil, Fauzi dikenal sebagai anak yang tekun belajar. Ia selalu menjadi langganan juara kelas, meskipun harus belajar dengan keterbatasan fasilitas. Tak jarang, ia membaca buku hanya dengan penerangan lampu minyak karena listrik di desanya sering padam.
Lulus SMA, Fauzi nekat mendaftar IPDN, meskipun ia tahu bahwa persaingan masuk sangat ketat. “Saya hanya berdoa. Kalau memang ini jalan saya, pasti akan diberi kelancaran. Dan ternyata saya lolos,” ujarnya mengenang.
Dididik dengan Disiplin Tinggi
Menjadi praja IPDN berarti siap hidup dalam aturan ketat. Selama pendidikan, Fauzi menjalani rutinitas padat mulai dari pukul 04.00 pagi hingga malam hari. Ia harus melalui pelatihan fisik, pendidikan akademik, baris-berbaris, serta tugas-tugas sosial kemasyarakatan. Tak jarang, rasa lelah dan rindu kampung halaman menghampiri.
“Momen paling berat saat saya sakit dan tidak bisa pulang. Tapi saya tahan karena saya tahu, orang tua saya juga pasti sedang berjuang di rumah untuk mencukupi kebutuhan saya,” kata Fauzi.
Meski berada jauh dari keluarga, Fauzi tetap menjaga komunikasi dengan orang tuanya, walau hanya sebatas pesan singkat. Setiap kali pulang ke kampung, ia membawa cerita dan kebanggaan, serta menunjukkan betapa seriusnya ia menjalani pendidikan.
Bukti Nyata Kerja Keras
Selama empat tahun di IPDN, Fauzi menunjukkan prestasi yang membanggakan. Ia aktif dalam organisasi internal praja, dipercaya menjadi komandan peleton dalam beberapa kegiatan resmi, dan berhasil mempertahankan nilai akademiknya dengan baik. Salah satu momen yang paling membanggakan adalah ketika Fauzi terpilih sebagai pemimpin upacara pada Hari Kemerdekaan tingkat kampus, sebuah posisi yang hanya diberikan kepada praja berprestasi.
Kini, setelah resmi diwisuda dan dilantik sebagai lulusan IPDN, Fauzi tidak ingin berhenti. Ia memiliki harapan besar untuk mengabdi di pemerintahan dan membawa perubahan, khususnya di daerah asalnya.
“Saya ingin kembali ke Subang, membangun desa saya, dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Ini bukan akhir dari perjuangan, ini awal dari pengabdian,” tegasnya.
Tangis Haru Orang Tua
Pelantikan hari ini menjadi momen paling membahagiakan bagi keluarga Fauzi. Kedua orang tuanya datang langsung ke kampus IPDN Jatinangor, mengenakan pakaian sederhana namun penuh kebanggaan. Saat melihat anak mereka berdiri tegak dengan seragam dinas lengkap, tangis haru pun pecah.
“Kami hanya petani, tidak bisa memberi apa-apa selain doa. Tapi hari ini, Fauzi sudah membuat kami sangat bangga. Kami tidak menyangka, anak kami bisa berdiri di sini,” ujar sang ayah sambil mengusap air mata.
Fauzi lalu memeluk ibunya dan mencium tangan ayahnya. Momen ini menjadi simbol keberhasilan seorang anak desa yang tidak menyerah pada keadaan, dan menjadikan keterbatasan sebagai pemicu untuk meraih mimpi.
Kisah Fauzi adalah potret nyata bagaimana semangat juang, ketulusan niat, dan cinta kepada keluarga bisa menjadi kekuatan luar biasa dalam menempuh pendidikan dan kehidupan. Ia telah membuktikan bahwa keberhasilan bukan soal latar belakang, tapi soal seberapa besar kita berjuang untuk orang-orang yang kita cintai.