
London, Mata4.com — Gereja Inggris (Church of England) mencatatkan sejarah penting setelah resmi menunjuk Dame Sarah Mullally sebagai Uskup Agung Canterbury, jabatan tertinggi dalam Gereja Inggris yang sudah ada sejak abad ke-6. Mullally menjadi perempuan pertama yang menduduki posisi bergengsi ini, membuka babak baru dalam tradisi panjang lembaga keagamaan yang berusia lebih dari 1.400 tahun.
Proses Penunjukan yang Transparan dan Formal
Penunjukan Mullally melalui proses seleksi yang melibatkan Crown Nominations Commission (CNC), badan independen yang berperan dalam pemilihan Uskup Agung Canterbury dan Uskup Agung York. Proses tersebut dilakukan secara terbuka dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti pengalaman kepemimpinan, visi teologis, dan kemampuan mempersatukan komunitas umat.
Setelah CNC merekomendasikan nama Mullally, persetujuan resmi diberikan oleh Perdana Menteri Inggris dan Raja Charles III, sebagai kepala negara sekaligus kepala resmi Gereja Inggris, menandai persetujuan pemerintah dan monarki atas pemilihan tersebut.
Penahbisan resmi atau enthronement dijadwalkan berlangsung pada Maret 2026 di Canterbury Cathedral, yang merupakan pusat sejarah dan spiritual bagi Gereja Inggris dan komunitas Anglikan global.
Latar Belakang dan Perjalanan Karier Sarah Mullally
Dame Sarah Mullally lahir pada tahun 1955 dan memiliki karier panjang yang unik dan beragam. Sebelum memasuki dunia keagamaan, Mullally menghabiskan beberapa dekade sebagai perawat profesional, termasuk menjabat sebagai Chief Nursing Officer for England, posisi tertinggi di bidang keperawatan nasional.
Pengalaman ini memberinya wawasan mendalam tentang pelayanan masyarakat dan kepemimpinan yang berorientasi pada kesejahteraan manusia, aspek yang sangat dihargai dalam pelayanannya sebagai pemimpin rohani.
Mullally mulai ditahbiskan sebagai imam pada awal 2000-an, sebuah langkah yang mencerminkan perubahan kebijakan Gereja Inggris yang membuka kesempatan bagi perempuan untuk mengemban jabatan keagamaan sejak pertengahan 1990-an. Kariernya di Gereja Inggris terus menanjak hingga menjadi Bishop of London pada 2018, posisi yang menjadikannya salah satu pemimpin senior gereja sebelum diangkat menjadi Uskup Agung Canterbury.
Sejarah dan Signifikansi Jabatan Uskup Agung Canterbury
Posisi Uskup Agung Canterbury merupakan jabatan tertinggi dalam Gereja Inggris dan memegang peranan penting sebagai pemimpin spiritual dari komunitas Anglikan di seluruh dunia yang berjumlah sekitar 85 juta umat. Jabatan ini juga secara tradisional dipegang oleh laki-laki sejak masa pendiriannya pada tahun 597 Masehi.
Perubahan kebijakan yang memungkinkan perempuan menjadi imam pada 1994 dan uskup pada 2014 menandai kemajuan besar dalam upaya kesetaraan gender di lingkungan gereja yang selama berabad-abad didominasi oleh pria.
Penunjukan Sarah Mullally sebagai perempuan pertama di posisi ini menegaskan komitmen Gereja Inggris untuk menerapkan nilai-nilai inklusivitas dan modernisasi tanpa meninggalkan warisan tradisi spiritual yang telah lama dijunjung.
Reaksi Positif dan Tantangan dari Berbagai Pihak
Penunjukan Mullally mendapat sambutan hangat dari kelompok progresif dalam Gereja Inggris serta pendukung hak perempuan secara luas. Mereka menyambut langkah ini sebagai kemajuan yang memberi ruang lebih besar bagi perempuan dalam kepemimpinan agama, yang selama ini menjadi wilayah yang relatif tertutup bagi mereka.
Uskup Agung York, rekan senior Mullally, menyebut keputusan ini sebagai “momen bersejarah yang menggambarkan kemajuan dan pembaruan gereja yang sangat dibutuhkan.”
Perdana Menteri Inggris juga menyampaikan ucapan selamat sekaligus harapan bahwa Mullally akan membawa Gereja Inggris menuju masa depan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan umat.
Namun, di sisi lain, tidak semua kelompok menerima penunjukan ini tanpa kritik. Sebagian komunitas Anglikan, terutama di wilayah konservatif di Afrika dan Asia, masih memandang bahwa jabatan uskup agung harus dipegang oleh laki-laki, berdasarkan interpretasi tradisional mereka terhadap ajaran agama. Hal ini menunjukkan tantangan besar bagi Mullally untuk menavigasi perbedaan pandangan yang cukup tajam di dalam komunitas global Anglikan.
Tantangan Besar yang Dihadapi Mullally
Sebagai pemimpin tertinggi Gereja Inggris, Mullally menghadapi sejumlah tugas berat. Salah satunya adalah penanganan kasus-kasus pelecehan seksual dalam lingkungan gereja yang selama ini menjadi sorotan publik dan membutuhkan kebijakan tegas serta transparan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan terpercaya bagi semua umat.
Selain itu, gereja menghadapi penurunan jumlah jemaat di Inggris dan dunia Barat, sehingga perlu mencari cara agar tetap relevan dan menarik bagi generasi muda dan masyarakat modern yang semakin beragam dalam nilai dan keyakinannya.
Mullally juga harus memainkan peran penting dalam merespons isu-isu sosial yang sensitif, seperti hak-hak kelompok LGBTQ, di mana Gereja Inggris tengah mengalami perdebatan internal yang cukup intens.
Visi dan Komitmen Mullally untuk Masa Depan Gereja Inggris
Dalam pernyataannya setelah penunjukan, Mullally menegaskan komitmennya untuk memimpin dengan mendengarkan semua pihak dan membangun jembatan antara berbagai pandangan yang ada dalam komunitas Gereja Inggris.
“Saya merasa sangat terhormat dan siap untuk melayani semua umat, tanpa kecuali. Gereja adalah rumah bagi semua orang, dan saya bertekad memastikan gereja tetap menjadi tempat yang inklusif, penuh kasih, dan terbuka,” ujarnya.
Dia menegaskan pentingnya dialog dan pengertian untuk mengatasi perbedaan dan tantangan yang dihadapi, serta berfokus pada misi utama gereja dalam melayani umat dan masyarakat luas.
Implikasi Global bagi Komunitas Anglikan
Sebagai pemimpin spiritual dari komunitas Anglikan terbesar di dunia, Mullally memiliki pengaruh signifikan dalam membentuk arah dan kebijakan gereja secara global. Penunjukan seorang perempuan pada posisi ini dapat membuka diskusi lebih luas tentang peran perempuan dalam kepemimpinan agama di berbagai negara dan tradisi keagamaan.
Hal ini juga diharapkan dapat memicu gerakan serupa di gereja-gereja Anglikan di seluruh dunia, khususnya yang selama ini masih mempertahankan posisi kepemimpinan tertinggi hanya untuk laki-laki.
Kesimpulan: Titik Balik Sejarah dan Harapan ke Depan
Penunjukan Dame Sarah Mullally sebagai Uskup Agung Canterbury adalah momen bersejarah sekaligus tantangan besar. Ia mewakili harapan banyak pihak akan gereja yang lebih inklusif dan setara, serta menjadi simbol kemajuan dalam representasi perempuan di institusi keagamaan yang selama ini didominasi laki-laki.
Namun, kepemimpinannya juga harus mampu menjawab tantangan internal dan eksternal, menjaga persatuan komunitas Anglikan yang beragam, dan menavigasi isu-isu sensitif dengan bijaksana agar Gereja Inggris tetap relevan dan bermakna di era modern.