
Bandar Lampung – mata4.com
Polda Lampung akhirnya berhasil menangkap seorang pria yang diduga sebagai admin utama dari grup media sosial “Gay Bandar Lampung” yang viral dan meresahkan masyarakat. Grup yang beranggotakan sekitar 11 ribu akun ini disebut aktif menyebarkan konten ajakan seksual sesama jenis, termasuk postingan yang mengarah pada aktivitas eksploitasi anak.
Penangkapan ini dilakukan setelah laporan masyarakat yang mengaku resah dengan adanya unggahan mengandung unsur asusila dan dugaan penyimpangan seksual, terutama karena beberapa postingan disebut menyasar anak di bawah umur.
Kronologi dan Penyelidikan Polisi
Berdasarkan informasi dari pihak kepolisian, grup Facebook tersebut telah aktif cukup lama dan mulai mendapat perhatian publik setelah viral di media sosial. Salah satu unggahan yang memicu kegemparan adalah ajakan yang berbunyi “absen pecinta bocil SMP” dan postingan anggota yang menawarkan tumpangan menginap.
Tim siber dari Polda Lampung melakukan pelacakan digital (digital forensic) terhadap aktivitas admin grup dan akhirnya berhasil mengamankan pelaku di salah satu kawasan perumahan di Bandar Lampung. Barang bukti berupa perangkat ponsel, akun media sosial, dan rekam jejak komunikasi digital turut disita sebagai bukti awal.
Respons Publik: Resah, Marah, dan Menuntut Penindakan Tegas
Warga sekitar menyampaikan keresahan mereka terhadap konten grup tersebut. Beberapa orang tua menyatakan ketakutan bahwa anak-anak remaja bisa terpapar konten menyimpang jika tidak ada pengawasan ketat dari pihak berwenang.
“Kalau cuma komunitas biasa mungkin tidak masalah, tapi ini isinya ajakan-ajakan seksual terbuka. Bahkan ada yang menyasar anak-anak. Ini bukan soal orientasi lagi, ini sudah masuk ke tindakan yang berbahaya,” ujar Juleha, warga Kemiling.
Tagar seperti #TutupGrupGayLampung, #LindungiAnak, dan #PantauSosmed pun ramai digunakan di media sosial sebagai bentuk desakan masyarakat kepada aparat hukum untuk bertindak cepat dan tegas.
Aspek Hukum: UU ITE dan Perlindungan Anak
Polda Lampung menegaskan bahwa pelaku akan dijerat dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), serta Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, apabila ditemukan unsur eksploitasi anak atau penyebaran konten yang mengandung muatan pornografi.
Ancaman hukuman bisa mencapai 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar, tergantung pada hasil penyidikan lanjutan dan seberapa dalam keterlibatan pelaku dalam pengelolaan serta moderasi grup tersebut.
Arah Investigasi dan Langkah Lanjutan
Polisi juga membuka kemungkinan bahwa admin bukan satu-satunya pelaku utama, dan sedang melacak anggota aktif lainnya yang diduga terlibat dalam pembuatan atau penyebaran konten ilegal. Selain itu, penyidik juga bekerja sama dengan Kominfo untuk menutup permanen grup tersebut serta melakukan patroli siber rutin guna mencegah kasus serupa.
Imbauan kepada Masyarakat
Kepolisian mengimbau masyarakat untuk aktif melapor jika menemukan konten digital yang meresahkan, terutama yang menyangkut anak di bawah umur atau ajakan seksual terbuka. Selain itu, orang tua diminta memperketat pengawasan penggunaan gawai dan media sosial pada anak-anak mereka, guna menghindari paparan konten berbahaya.