
Jakarta, Mata4.com — Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, secara terbuka menyampaikan sikap tegas namun diplomatis terkait sengketa Blok Ambalat dengan Malaysia. Dalam pernyataan resminya, Prabowo menegaskan bahwa Indonesia tetap mengedepankan pendekatan damai dan dialog dalam menyelesaikan sengketa yang telah berlangsung selama lebih dari dua dekade ini.
“Saya ingin menegaskan bahwa Indonesia tidak akan mundur dalam menjaga kedaulatan, namun kita juga menjunjung tinggi perdamaian dan dialog. Kita akan mencari solusi terbaik bersama Malaysia,” ujar Prabowo dalam konferensi pers usai menghadiri Konvensi Sains dan Industri Nasional di Bandung, Kamis (7/8/2025).
Pernyataan ini menandai sikap terbuka Indonesia di bawah pemerintahan Prabowo terhadap konflik perbatasan yang sensitif, sekaligus memperlihatkan upaya membangun hubungan bilateral yang kuat dan saling menguntungkan dengan negara tetangga.
Latar Belakang Sengketa Blok Ambalat
Blok Ambalat adalah wilayah perairan yang terletak di Laut Sulawesi, tepatnya di perbatasan antara Indonesia dan Malaysia, yang dikenal kaya akan sumber daya minyak dan gas bumi. Sengketa ini bermula dari Peta Malaysia 1979, di mana Malaysia secara sepihak mengklaim wilayah Ambalat sebagai bagian dari perairannya.
Indonesia secara konsisten menolak klaim tersebut dan menegaskan bahwa wilayah itu berada dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.
Pada tahun 2005, ketegangan meningkat saat kapal-kapal perang kedua negara hampir terlibat konfrontasi militer di wilayah tersebut. Namun, sejak saat itu, kedua pihak mulai menahan diri dan memilih jalur diplomasi, meski hingga kini penyelesaian permanen belum tercapai.
Malaysia Enggan Akui Nama “Ambalat”
Dalam perkembangan terbaru, Malaysia tetap bersikeras untuk tidak menggunakan istilah “Ambalat”, dan lebih memilih menyebut kawasan itu sebagai bagian dari Laut Sulawesi atau Blok ND6 dan ND7. Pemerintah Malaysia berpegang pada pandangan hukum dan politiknya sendiri, termasuk argumen yang merujuk pada putusan Mahkamah Internasional (ICJ) tahun 2002 terkait Pulau Sipadan dan Ligitan.
Sementara itu, Indonesia tetap menyebut wilayah tersebut sebagai “Blok Ambalat” dan menolak klaim sepihak Malaysia. Presiden Prabowo pun secara blak-blakan menyampaikan keberatan Indonesia terhadap penolakan terminologi tersebut.
“Silakan Malaysia menyebut dengan cara mereka, tetapi bagi kita, itu tetap Ambalat. Kita tidak akan mengorbankan prinsip hanya untuk kenyamanan diplomatik,” tegas Prabowo dalam pernyataan terpisah yang dikutip oleh media nasional.

www.service-ac.id
Langkah Diplomatik dan Pendekatan Baru
Dalam pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim pada akhir Juni 2025 lalu, Prabowo menyepakati pembentukan skema kerja sama sementara melalui konsep joint development, yaitu pengelolaan bersama atas sumber daya alam yang berada di wilayah yang masih disengketakan.
“Kita tidak harus menunggu penyelesaian hukum yang bisa memakan waktu 10-20 tahun. Kita bisa bekerja sama, berbagi hasil, dan tetap menjaga kedaulatan masing-masing,” ujar Prabowo.
Anwar Ibrahim juga menyatakan bahwa Malaysia terbuka untuk dialog yang bersifat pragmatis dan saling menguntungkan, serta menegaskan komitmen untuk menjaga stabilitas kawasan. “Selama kita punya niat baik, kita pasti bisa temukan solusi,” katanya.
Potensi Ekonomi Ambalat
Blok Ambalat bukan hanya wilayah sengketa politik, tetapi juga kawasan yang sangat strategis dari sisi ekonomi. Diperkirakan terdapat cadangan minyak dan gas dalam jumlah besar di bawah laut wilayah ini. Beberapa studi menyebutkan bahwa Ambalat memiliki potensi cadangan minyak hingga 764 juta barel dan gas lebih dari 7 triliun kaki kubik.
Tidak heran jika baik Indonesia maupun Malaysia sangat berkepentingan terhadap wilayah ini, baik untuk kebutuhan energi nasional maupun posisi strategis di jalur pelayaran internasional.
Pandangan Pengamat
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Dr. Wahyu Purnomo, menilai langkah Prabowo sangat realistis dan menghindari pendekatan konfrontatif yang bisa berdampak buruk terhadap kestabilan ASEAN.
“Dengan mengusung semangat kerja sama, joint development adalah pilihan win-win yang memungkinkan dua negara tetap menjaga klaim masing-masing sambil meraih manfaat ekonomi,” kata Wahyu.
Namun, ia juga mengingatkan agar Indonesia tetap memperkuat posisi hukum dan teknisnya dalam forum internasional. “Diplomasi tanpa fondasi hukum dan data yang kuat akan sulit bertahan dalam jangka panjang,” tambahnya.
Kesimpulan
Sikap tegas dan transparan Presiden Prabowo Subianto mengenai Blok Ambalat menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga kedaulatan negara, namun tetap mengedepankan pendekatan diplomatik dan damai. Dengan semangat kerja sama dan pemahaman geopolitik yang matang, penyelesaian sengketa Ambalat kini memasuki babak baru yang lebih konstruktif.
Kolaborasi Indonesia-Malaysia dalam mengelola wilayah sengketa bukan hanya dapat menghindarkan konflik terbuka, tetapi juga menjadi model penyelesaian perbatasan yang bisa ditiru negara lain di kawasan Asia Tenggara.
Kini, harapan publik tertuju pada hasil konkret dari pendekatan damai ini: apakah kerja sama akan benar-benar berjalan adil, atau justru menyisakan celah baru dalam diplomasi kedaulatan?