Madagaskar, Mata4.com — Situasi politik di Madagaskar memanas setelah Presiden Andry Rajoelina secara resmi mengumumkan bahwa dirinya meninggalkan negara untuk sementara waktu. Keputusan ini diambil setelah terjadi pemberontakan oleh sebagian unsur militer serta gelombang demonstrasi besar yang dipimpin oleh generasi muda, terutama kelompok aktivis Gen Z.
Dalam pernyataan resmi yang disiarkan melalui kanal pemerintahan dari lokasi yang dirahasiakan, Rajoelina menyebut bahwa kepergiannya merupakan langkah strategis untuk melindungi diri dari ancaman langsung terhadap keselamatannya.
“Saya tidak menyerah. Saya tidak melarikan diri. Saya mencari tempat yang aman untuk sementara waktu, karena nyawa saya terancam. Saya akan kembali demi Madagaskar, demi rakyat,” ucap Rajoelina dalam pernyataan singkatnya.
Akar Permasalahan: Dari Krisis Utilitas ke Ketidakpercayaan Politik
Kemarahan publik bermula dari masalah yang telah berlangsung lama: pemadaman listrik berkepanjangan, pasokan air bersih yang tak menentu, serta kenaikan harga bahan pokok yang membebani masyarakat. Situasi diperparah dengan ketidakmampuan pemerintah menyediakan solusi jangka panjang, meskipun janji reformasi telah disampaikan sejak awal masa jabatan Presiden Rajoelina.
Kondisi ini memicu unjuk rasa luas, yang dimotori oleh kelompok muda dari generasi Z. Gerakan yang menyebut diri mereka menyerukan perubahan nyata dan meminta pemerintah bertanggung jawab atas dugaan korupsi sistemik, penyalahgunaan kekuasaan, dan birokrasi yang tidak efisien.
Melalui media sosial, para aktivis muda ini berhasil memobilisasi massa dalam jumlah besar. Aksi yang awalnya damai, berubah menjadi bentrok setelah aparat keamanan dikerahkan untuk membubarkan kerumunan. Laporan dari lembaga hak asasi manusia menyebutkan, sedikitnya 22 orang meninggal dunia dan puluhan lainnya luka-luka dalam bentrokan sejak akhir September hingga pertengahan Oktober 2025.
Pecahnya Loyalitas Militer: Tindakan Unit Elit CAPSAT
Krisis semakin kompleks ketika satuan militer elite CAPSAT (Corps des Personnel et des Services Administratifs et Techniques), yang selama ini dikenal loyal terhadap pemerintah, menyatakan tidak lagi mengikuti perintah presiden. Mereka menyatakan akan berdiri bersama rakyat dan menolak digunakan untuk menekan demonstrasi damai.
Langkah ini dianggap sebagai bentuk pembangkangan militer terbuka, namun perwakilan CAPSAT menegaskan bahwa mereka “bukan melakukan kudeta, melainkan melindungi rakyat dan mengawal transisi yang sah.”
Dalam sebuah konferensi pers di markas mereka, seorang perwira CAPSAT menyampaikan:
“Kami melihat bahwa pemerintah telah kehilangan legitimasi moral dan sosial. Tugas kami bukan membela kekuasaan, tetapi melindungi bangsa.”
Kekosongan Kekuasaan dan Ketidakpastian Politik
Dengan kepergian presiden dan tidak adanya wakil presiden aktif, Madagaskar saat ini berada dalam situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Belum ada pengumuman resmi dari parlemen atau Mahkamah Konstitusi terkait siapa yang memegang kendali pemerintahan.
Beberapa laporan menyebut bahwa pimpinan parlemen dan sejumlah tokoh masyarakat tengah menjajaki pembentukan pemerintahan transisi yang melibatkan tokoh sipil, militer, dan wakil dari kelompok demonstran. Namun hingga artikel ini ditulis, belum ada kesepakatan formal.
Reaksi Masyarakat dan Internasional
Banyak warga Madagaskar menyambut baik langkah militer yang menolak represi terhadap massa. Namun, ada pula yang khawatir bahwa kekosongan kekuasaan bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Di sisi lain, berbagai negara dan organisasi internasional, termasuk Uni Afrika dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, menyuarakan keprihatinan atas krisis ini dan menyerukan penyelesaian damai melalui dialog inklusif.
“Kami menyerukan semua pihak untuk menahan diri dan mengedepankan jalur konstitusional,” ujar juru bicara Uni Afrika dalam konferensi pers di Addis Ababa.
Potensi Jalan Keluar dari Krisis
Para analis politik menyebut ada beberapa skenario yang mungkin terjadi dalam waktu dekat:
- Dialog Nasional Inklusif
Melibatkan semua pihak — pemerintah (jika kembali), militer, aktivis, dan tokoh masyarakat — untuk membentuk pemerintahan transisi dan menetapkan pemilu ulang. - Pengunduran Diri Resmi Presiden
Jika Presiden Rajoelina menyatakan mundur secara resmi, maka konstitusi memungkinkan pembentukan pemerintahan sementara oleh legislatif. - Intervensi Internasional
Jika situasi memburuk dan mengarah pada konflik sipil bersenjata, pengawasan atau bantuan dari organisasi regional bisa terjadi.
Kesimpulan
Keputusan Presiden Andry Rajoelina meninggalkan Madagaskar menandai babak baru dalam sejarah politik negara tersebut. Situasi saat ini menjadi momen krusial untuk menata ulang tata kelola pemerintahan dan membangun kembali kepercayaan publik melalui pendekatan yang transparan dan inklusif.
Meski ketegangan masih tinggi, harapan akan perubahan tetap hidup di tengah semangat juang masyarakat — terutama generasi muda yang kini menjadi penggerak utama dalam perjalanan demokrasi Madagaskar.

