
Jakarta, Mata4.com — Nama Yaqut Cholil Qoumas kembali menjadi sorotan publik. Setelah hampir setahun meninggalkan jabatannya sebagai Menteri Agama Republik Indonesia, pria yang akrab disapa Gus Yaqut ini kini dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka klarifikasi kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024. Apa sebenarnya yang terjadi? Siapa sosok Yaqut dan bagaimana keterkaitannya dalam pusaran kasus ini?
Dikenal Sebagai Tokoh Muda Nahdlatul Ulama
Yaqut Cholil Qoumas lahir di Rembang, Jawa Tengah, pada 4 Januari 1975. Ia merupakan putra dari KH. Cholil Bisri, seorang kiai karismatik pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan tokoh penting di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU). Sebagai cucu pesantren dan tokoh muda NU, karier Yaqut pun sejak awal sudah kental dengan nuansa politik dan keagamaan.
Sebelum menjadi menteri, Yaqut dikenal sebagai Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor, organisasi pemuda NU yang cukup berpengaruh, terutama dalam isu-isu kebangsaan dan toleransi beragama. Kiprahnya membawa GP Ansor menjadi lebih aktif dalam melawan radikalisme dan menjaga pluralisme Indonesia.
Yaqut juga pernah menjadi anggota DPR RI dari PKB, serta sempat menjabat sebagai Wakil Bupati Rembang. Latar belakangnya yang kaya pengalaman di birokrasi dan organisasi keagamaan membuatnya dipercaya Presiden Joko Widodo untuk memimpin Kementerian Agama mulai Desember 2020 hingga akhir masa jabatan kabinet.
Menjabat Menteri Agama di Masa Penuh Tantangan
Masa jabatan Yaqut sebagai Menteri Agama tidak bisa dibilang mudah. Ia menjabat di tengah masa pandemi COVID-19, yang menyebabkan pembatalan pemberangkatan haji pada 2021 dan sejumlah tantangan lain dalam penyelenggaraan ibadah umat Islam, termasuk isu-isu sertifikasi halal, moderasi beragama, hingga reformasi pendidikan madrasah.
Di tengah berbagai pencapaian dan kontroversi selama menjabat, nama Yaqut kini dikaitkan dengan dugaan penyimpangan dalam pengelolaan kuota haji—isu yang sangat sensitif dan menyentuh langsung kehidupan keagamaan masyarakat Indonesia.
Awal Mula Dugaan Korupsi Kuota Haji
Kasus ini mencuat setelah DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji yang menyelidiki penyelenggaraan haji tahun 2024. Temuan Pansus menyebut adanya ketidaksesuaian dalam alokasi kuota haji tambahan yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, tambahan kuota seharusnya maksimal 8% untuk haji khusus, namun justru dibagi secara merata 50:50 antara haji reguler dan haji khusus.
Pola pembagian yang tak sesuai ketentuan ini diduga membuka celah untuk permainan kuota, terutama dalam penyelenggaraan haji khusus yang memiliki biaya tinggi dan margin keuntungan lebih besar. Laporan masyarakat pun masuk ke KPK, yang lantas memulai proses penyelidikan secara tertutup sejak awal 2025.

www.service-ac.id
Pemanggilan oleh KPK: Sikap Kooperatif Yaqut
Setelah beberapa bulan pengumpulan data dan pemeriksaan saksi, KPK akhirnya memanggil Yaqut Cholil Qoumas untuk memberikan klarifikasi pada Kamis, 7 Agustus 2025. Ia hadir di Gedung Merah Putih KPK membawa sejumlah dokumen, termasuk salinan Surat Keputusan (SK) Menteri terkait kebijakan kuota haji tambahan.
Kehadiran Yaqut disambut sorotan media. Namun dalam pernyataannya, ia menyatakan siap memberikan keterangan yang diperlukan dan menghormati proses hukum. Juru bicaranya menyebut, “Pak Yaqut hadir sebagai warga negara yang patuh hukum. Tidak ada niat menyembunyikan informasi. Semua keputusan saat menjabat diambil berdasarkan mekanisme yang diatur undang-undang.”
Reaksi Publik dan Sikap KPK
Publik menyambut baik langkah KPK memanggil mantan menteri tersebut, terlebih setelah adanya desakan dari DPR agar kasus ini diusut secara transparan. Banyak pihak menilai bahwa pengelolaan kuota haji merupakan wilayah yang rawan korupsi karena melibatkan anggaran besar, antrean panjang, dan kewenangan besar dari pejabat.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK menyatakan bahwa klarifikasi terhadap Yaqut merupakan bagian dari upaya menguak sistem pengambilan keputusan di Kementerian Agama saat itu. “Ini belum masuk tahap penyidikan, tapi kami tidak menutup kemungkinan jika nanti ditemukan bukti kuat,” katanya.
Akankah Kasus Ini Berlanjut ke Penyidikan?
Meski Yaqut belum ditetapkan sebagai tersangka, pemanggilannya membuka kemungkinan bahwa kasus ini akan naik ke tahap penyidikan dalam waktu dekat. Jika itu terjadi, maka ini bisa menjadi salah satu skandal haji terbesar dalam sejarah Indonesia—mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi haji yang selama ini dianggap sarat permainan dan kepentingan.
Pakar hukum tata negara dan pengamat kebijakan publik menilai, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan ibadah haji adalah mutlak. “Haji bukan hanya ibadah, tapi juga bisnis besar yang harus dikawal integritasnya. Jika pejabat menyalahgunakan wewenang, itu pengkhianatan terhadap umat,” ujar salah satu analis dari LIPI.
Penutup: Mampukah KPK Bongkar Dugaan Permainan Kuota Haji?
Kasus ini belum selesai. KPK terus mengumpulkan bukti dan keterangan tambahan. Apakah benar ada penyalahgunaan wewenang dalam pembagian kuota haji tambahan? Apakah ada aktor lain yang terlibat dalam permainan ini?
Sementara itu, Yaqut Cholil Qoumas tetap memegang prinsip bahwa seluruh kebijakan selama ia menjabat didasarkan pada aturan dan mekanisme resmi. Publik menunggu, apakah ini hanya sekadar pemeriksaan formalitas, ataukah akan berkembang menjadi perkara besar yang menyeret nama-nama lain.
Satu hal yang pasti, umat Islam Indonesia berharap kasus ini menjadi momentum pembenahan total sistem haji—agar ibadah suci tidak lagi dicemari praktik-praktik korupsi dan kepentingan pribadi.