Jakarta, mata4.com — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan perkembangan terbaru dalam upaya pemerintah mengejar pembayaran dari para pengemplang pajak kakap yang telah berkekuatan hukum tetap. Hingga awal November 2025, penerimaan negara tercatat bertambah menjadi Rp8 triliun, meskipun masih jauh dari potensi total sebesar Rp60 triliun.
“Terakhir saya lihat gerakannya agak pelan, sekitar Rp7 triliun sampai Rp8 triliun. Tapi saya akan cek lagi. Kayaknya tambah Rp1 triliun,” ujar Purbaya saat ditemui wartawan di Kompleks DPD RI, Jakarta, Senin (3/11/2025).
Menurutnya, pelambatan setoran ini terjadi karena sebagian pengemplang pajak mengaku tidak memiliki kemampuan finansial untuk melunasi kewajibannya sekaligus. Beberapa di antaranya memilih mencicil pembayaran secara bertahap, dan pemerintah terus melakukan pemantauan terhadap proses tersebut.
“Ada yang memang nggak punya uang, ada juga yang pembayarannya bertahap, nggak langsung semuanya tapi dicicil. Tapi kita kejar terus,” tegas Purbaya.
200 Pengemplang Pajak Inkrah Masuk Daftar Kejaran
Purbaya sebelumnya mengumumkan bahwa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memiliki daftar berisi 200 penunggak pajak besar yang telah memiliki putusan hukum tetap (inkrah). Total potensi penerimaan negara dari kelompok ini mencapai Rp50–60 triliun.
Hingga September 2025, sebanyak 84 wajib pajak dari daftar tersebut telah menyelesaikan sebagian kewajibannya dengan nilai Rp5,1 triliun. Pemerintah berkomitmen untuk menagih sisa pembayaran secara bertahap dengan tetap memberikan ruang hukum dan administrasi yang transparan.
“Kami punya daftar 200 penduduk pajak besar yang sudah inkrah. Kami mau kejar dan eksekusi sekitar Rp50 triliun sampai Rp60 triliun,” kata Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTa edisi September 2025.

Penerimaan Pajak Masih Tertekan
Upaya pemerintah mengejar penunggak pajak merupakan bagian dari strategi menambal perlambatan penerimaan pajak nasional. Kemenkeu mencatat, hingga Agustus 2025, penerimaan pajak terkontraksi 5,1 persen dibandingkan periode sama tahun lalu, dengan nilai Rp1.135,4 triliun.
Perlambatan terbesar terjadi pada pajak penghasilan (PPh) badan dan pajak pertambahan nilai (PPN) akibat meningkatnya pengajuan restitusi oleh dunia usaha.
Wakil Menteri Keuangan sekaligus Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Anggito Abimanyu, menilai tren ini harus direspons dengan peningkatan kepatuhan wajib pajak dan penegakan hukum yang konsisten. Menurutnya, langkah mengejar pengemplang pajak inkrah menjadi strategi realistis untuk memperkuat basis penerimaan di tengah pelemahan ekonomi global.
Kebijakan Tegas, Tapi Tetap Berkeadilan
Meski demikian, Kemenkeu menegaskan bahwa penagihan dilakukan tanpa tebang pilih dan tetap memperhatikan prinsip keadilan fiskal. Bagi wajib pajak yang bersedia bekerja sama dan menunjukkan itikad baik, pemerintah membuka ruang penyelesaian administratif sesuai peraturan.
“Yang jelas mereka nggak bisa lari,” tutup Purbaya.
Konteks Lebih Luas
Langkah ini sejalan dengan arahan Presiden untuk memperkuat penerimaan dalam negeri tanpa membebani sektor produktif. Selain penegakan hukum pajak, Kemenkeu juga tengah memantau efektivitas insentif fiskal dan kebijakan subsidi yang diarahkan ke sektor strategis seperti industri, properti, dan UMKM.
Dengan kondisi fiskal yang ketat dan beban pembiayaan APBN meningkat, optimalisasi penerimaan pajak dari kelompok besar menjadi salah satu pilar penting untuk menjaga stabilitas fiskal nasional hingga akhir tahun.
Kesimpulan
Meski baru Rp8 triliun yang berhasil dikumpulkan, pemerintah tetap optimistis menuntaskan kewajiban para pengemplang pajak kakap. Proses ini akan terus dikawal agar transparan, akuntabel, dan sesuai hukum, sekaligus menjadi sinyal tegas bahwa negara tidak memberi ruang bagi pelanggaran kewajiban pajak.
