Jakarta, Mata4.com — Sejumlah toko roti (bakery) di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya tengah menjadi sorotan publik setelah muncul dugaan bahwa produk yang mereka jual dengan label “gluten free” ternyata mengandung gluten. Dugaan ini pertama kali mencuat dari unggahan seorang konsumen di media sosial, yang menunjukkan hasil uji laboratorium independen terhadap roti yang diklaim bebas gluten namun mengandung gluten dalam kadar yang tidak sesuai standar.
Unggahan tersebut viral di berbagai platform digital, memicu kekhawatiran di kalangan konsumen, khususnya penderita penyakit celiac dan orang-orang yang menjalani pola makan bebas gluten karena alasan medis. Banyak dari mereka mempertanyakan kredibilitas pelabelan produk serta akuntabilitas pelaku usaha makanan.
Apa Itu Gluten dan Mengapa Harus Dihindari oleh Sebagian Orang?
Gluten adalah protein yang secara alami terdapat dalam biji-bijian seperti gandum, barley (jelai), dan rye. Gluten berfungsi memberikan elastisitas dan struktur pada adonan, sehingga umum digunakan dalam pembuatan roti, kue, dan makanan olahan lainnya.
Namun, tidak semua orang dapat mentoleransi gluten. Menurut dr. Arini Widya, Sp.GK, dokter spesialis gizi klinis dari RSUP Cipto Mangunkusumo, penderita penyakit celiac mengalami reaksi autoimun saat mengonsumsi gluten. Reaksi ini dapat menyebabkan kerusakan pada lapisan usus halus dan mengganggu penyerapan nutrisi.
“Gluten tidak berbahaya bagi orang sehat, tetapi sangat berisiko bagi penderita celiac atau mereka yang memiliki intoleransi gluten. Konsumsi dalam jumlah sekecil apapun bisa menyebabkan gejala berat, mulai dari nyeri perut hingga komplikasi jangka panjang,” jelas dr. Arini saat dihubungi pada Senin (13/10).
Standar Gluten Free: Tidak Bisa Asal Klaim
Di Indonesia, pelabelan makanan dengan klaim “gluten free” tunduk pada aturan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Mengacu pada standar Codex Alimentarius yang berlaku secara global, produk hanya dapat dilabeli “bebas gluten” jika kandungan glutennya di bawah 20 ppm (part per million).
Namun, menurut pakar keamanan pangan, tantangan muncul ketika pelabelan dilakukan oleh pelaku usaha kecil tanpa pengujian laboratorium yang memadai. Banyak bakery berskala UMKM yang mengandalkan klaim bebas gluten dari pemasok bahan baku, tanpa melakukan verifikasi lebih lanjut terhadap kemungkinan kontaminasi silang dalam proses produksi.
“Harus dipahami bahwa bebas gluten bukan hanya soal bahan, tapi juga soal lingkungan produksi. Jika peralatan sebelumnya digunakan untuk adonan berbasis tepung terigu, maka risiko kontaminasi gluten tetap tinggi,” ujar Rina S., pakar teknologi pangan dari Universitas Indonesia.
Pernyataan dan Klarifikasi Pelaku Usaha
Beberapa pemilik toko roti yang disebut dalam laporan konsumen sudah memberikan klarifikasi melalui media sosial. Mereka mengakui bahwa belum sepenuhnya memahami ketentuan teknis mengenai standar “gluten free”, dan berkomitmen untuk memperbaiki prosedur produksi serta pelabelan.
Salah satu pemilik bakery di kawasan Jakarta Selatan menyatakan,
“Kami meminta maaf atas ketidaknyamanan ini. Saat ini kami sedang bekerja sama dengan laboratorium independen untuk melakukan uji kandungan gluten. Produk kami yang berlabel bebas gluten akan ditinjau ulang.”
Sementara itu, beberapa bakery lain memutuskan untuk menarik label “gluten free” dari produk mereka sampai ada hasil laboratorium yang sahih.
Tanggapan Konsumen dan Komunitas Celiac
Di tengah polemik ini, komunitas penderita celiac di Indonesia menyuarakan keprihatinan mereka. Mereka berharap pemerintah lebih tegas dalam pengawasan dan edukasi terhadap pelabelan makanan khusus.
“Ini bukan soal tren diet. Bagi kami yang hidup dengan celiac, informasi label adalah soal keselamatan. Jangan sampai label jadi alat marketing yang menyesatkan,” ujar Ratri Puspitasari, anggota komunitas Celiac Indonesia.
Selain itu, banyak konsumen umum juga menyuarakan pentingnya edukasi, agar klaim bebas gluten tidak dijadikan sekadar strategi pemasaran tanpa dasar ilmiah.
Langkah BPOM dan Imbauan untuk Konsumen
Hingga berita ini diturunkan, BPOM belum merilis pernyataan resmi terkait kasus yang tengah viral tersebut. Namun, sumber internal menyebutkan bahwa sejumlah laporan pengaduan sudah diterima, dan investigasi awal tengah dilakukan.
Pakar gizi mengimbau konsumen untuk berhati-hati saat membeli produk dengan klaim tertentu. Pastikan bahwa label didukung oleh sertifikasi laboratorium, serta cari informasi tambahan dari produsen, khususnya jika berkaitan dengan kebutuhan medis.
“Saran kami, pilih produk yang mencantumkan hasil uji lab, atau yang memiliki sertifikasi dari lembaga terpercaya. Bila ragu, jangan dikonsumsi,” tegas dr. Arini.
Kesimpulan
Kasus bakery dengan klaim “gluten free” yang ternyata tidak sesuai fakta membuka kembali pentingnya transparansi pelabelan pangan. Bagi konsumen dengan kebutuhan khusus, keakuratan informasi pada kemasan bukan sekadar detail kecil, melainkan bagian dari hak atas perlindungan kesehatan.
Diperlukan sinergi antara regulator, pelaku usaha, dan masyarakat untuk memastikan produk makanan yang dijual ke publik benar-benar aman, informatif, dan bertanggung jawab.

