
Pemalang, Mata4.com — Kasus pembunuhan pasangan suami istri di Pemalang oleh seorang dukun bernama Iskandar kembali menjadi perhatian nasional. Iskandar, residivis dengan vonis 20 tahun penjara atas kasus pembunuhan masal serupa, kembali melakukan aksinya dengan menjebak korban dalam ritual penggandaan uang yang berujung kematian tragis. Kasus ini tidak hanya mencuatkan pertanyaan tentang keamanan masyarakat dari praktik perdukunan berbahaya, tetapi juga menyentuh isu perlindungan hukum dan edukasi sosial yang masih kurang memadai.
Latar Belakang Pelaku dan Korban
Iskandar, pria 63 tahun asal Tegal, sudah dikenal sebagai dukun pengganda uang yang memiliki catatan kelam dalam sejarah kriminalitasnya. Pada 2004, ia divonis 20 tahun penjara karena membunuh sembilan orang dengan modus yang sama—menarik korban lewat janji-janji penggandaan uang dan membunuh mereka dengan racun dalam ritual. Setelah menjalani hukuman selama hampir 15 tahun di Lapas Nusakambangan, ia bebas pada tahun 2019 dan kembali membuka praktik perdukunan.
Korban, Muhammad Rosikhi (37) dan istrinya Nur Azzizah Turokhmah (34), adalah pasangan suami istri yang tinggal di Pemalang. Seperti banyak warga lain, mereka berusaha mencari jalan keluar atas masalah ekonomi yang dihadapi. Janji penggandaan uang yang diklaim Iskandar sebagai solusi instan menarik perhatian mereka hingga akhirnya mengikuti ritual mematikan tersebut.
Kronologi Kejadian
Kejadian bermula saat Rosikhi dan Azzizah mendatangi Iskandar untuk mengikuti ritual penggandaan uang di sebuah tempat sepi di Desa Mereng, Kecamatan Warungpring, Pemalang. Dalam ritual yang dijanjikan akan mendatangkan keberuntungan ini, mereka diminta meminum kopi yang ternyata telah dicampur dengan potas—bahan kimia berbahaya.
Sebelum ritual berlangsung, Iskandar menjanjikan bahwa uang mereka akan berlipat ganda dalam waktu singkat. Namun, kenyataannya adalah racun mematikan yang membunuh kedua korban dalam waktu singkat. Tubuh mereka ditemukan di atas tumpukan batu beberapa hari setelah ritual tersebut berlangsung.
Motif dan Modus Operandi
Iskandar menggunakan modus penggandaan uang sebagai kedok untuk melakukan pembunuhan berencana. Motif utamanya adalah keuntungan materi, di mana korban diiming-imingi penggandaan uang hingga miliaran rupiah.
Dalam ritual tersebut, Iskandar memberikan racun yang dicampur ke dalam kopi yang diminum korban. Racun tersebut mengandung potas dengan dosis sangat tinggi yang menyebabkan kematian cepat akibat keracunan. Ritual ini dilakukan di tempat sepi agar tidak ada saksi yang mengetahui apa yang terjadi.
Reaksi dan Tindakan Aparat Penegak Hukum
Penemuan mayat pasutri tersebut memicu penyelidikan intensif oleh Polres Pemalang. Polisi menemukan berbagai bukti, termasuk bahan kimia potas dan kesaksian dari warga sekitar serta keluarga korban yang menduga adanya unsur kriminal dalam kematian tersebut.
Iskandar berhasil ditangkap beberapa hari setelah kejadian dan ditetapkan sebagai tersangka utama. Proses penyidikan berjalan cepat dengan dukungan bukti kuat, sehingga ia dikenakan pasal pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP) yang ancaman hukumannya sangat berat.
Peran Kepolisian dan Upaya Perlindungan Masyarakat
Kapolres Pemalang menegaskan bahwa penangkapan Iskandar merupakan bentuk komitmen pihak kepolisian dalam memberantas praktik perdukunan berbahaya yang merugikan masyarakat. Ia juga mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dan tidak mudah percaya pada janji-janji penggandaan uang yang tidak masuk akal.
Selain itu, polisi meningkatkan patroli dan pengawasan terhadap praktik perdukunan di wilayah Pemalang untuk mencegah kasus serupa terulang.

www.service-ac.id
Dampak Sosial dan Psikologis
Kasus ini menimbulkan keprihatinan mendalam di masyarakat, khususnya keluarga korban dan warga sekitar yang merasa resah dan takut dengan keberadaan praktik perdukunan yang berbahaya. Banyak keluarga korban yang mengalami trauma mendalam dan kehilangan kepercayaan terhadap orang-orang yang mengaku mampu melakukan hal-hal mistis.
Selain itu, kasus ini juga mencerminkan rendahnya edukasi dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya praktik perdukunan ilegal yang menjanjikan kekayaan instan. Banyak warga desa yang masih percaya pada hal-hal supranatural sebagai solusi atas masalah ekonomi mereka.
Fenomena Perdukunan dan Tantangan Penegakan Hukum
Kasus Iskandar bukanlah kasus pertama dan satu-satunya yang melibatkan dukun dengan modus penggandaan uang. Fenomena perdukunan yang menjanjikan kekayaan instan telah lama menjadi masalah di Indonesia, khususnya di daerah-daerah pedesaan dengan tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah.
Penegakan hukum atas praktik-praktik ini seringkali menemui kendala, antara lain karena sulitnya membuktikan unsur pidana dan adanya jaringan oknum yang melindungi pelaku. Oleh karena itu, aparat hukum bersama pemerintah daerah harus bekerja lebih efektif dalam menangani fenomena ini melalui pendekatan hukum sekaligus edukasi.
Edukasi dan Perlindungan Masyarakat: Kunci Mencegah Tragedi Serupa
Pemerintah dan lembaga sosial perlu memperkuat program edukasi kepada masyarakat agar tidak mudah terjebak dalam praktik perdukunan berbahaya. Penyuluhan tentang bahaya penggunaan racun dan praktik perdukunan ilegal harus rutin digelar, terutama di daerah-daerah yang rawan.
Kerjasama dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan media juga sangat penting untuk memberikan informasi yang benar dan mencegah penyebaran praktik yang membahayakan ini.
Harapan untuk Keadilan dan Masa Depan yang Lebih Aman
Kasus pembunuhan oleh Iskandar harus menjadi titik balik bagi aparat hukum untuk menegakkan keadilan secara tegas dan memberikan efek jera bagi pelaku serupa. Selain itu, perlu adanya langkah preventif agar masyarakat semakin terlindungi dari penipuan dan bahaya praktik perdukunan.
Kematian tragis pasangan suami istri di Pemalang adalah pengingat betapa rentannya masyarakat terhadap tipu daya dan bahaya praktik supranatural yang tidak bertanggung jawab. Dengan kerja sama yang kuat antara aparat hukum, pemerintah, dan masyarakat, tragedi seperti ini dapat dicegah di masa depan.