
Jakarta, 1 Juli 2025 – Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Bhayangkara tahun ini terasa berbeda dan mencuri perhatian publik. Bukan hanya karena skala acaranya yang besar, melainkan karena kehadiran deretan robot polisi canggih dalam gladi pra-upacara yang digelar di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta. Dari robot humanoid hingga robot anjing (robo-dog), momen ini sukses membuat penonton tercengang dan viral di media sosial.
Namun di balik kekaguman publik atas inovasi teknologi yang ditampilkan, terselip pula beragam pertanyaan dan pro-kontra soal urgensi, efektivitas, dan transparansi anggaran pengadaan robot-robot tersebut.
Apa Saja Jenis Robot Polisi yang Ditampilkan?
Berdasarkan informasi dari Divisi Humas Mabes Polri, ada 25 unit robot yang ditampilkan dalam gladi bersih menjelang upacara puncak HUT Bhayangkara:
10 robot humanoid yang mampu berdiri tegak, memberi hormat, dan menirukan gerakan baris-berbaris.
10 robo-dog (i-K9) berdesain mirip anjing pelacak yang bergerak lincah.
2 robot tank untuk tugas berat dan penjagaan.
2 unit robot ROPI (Robot Polisi Interaktif) yang didesain untuk komunikasi publik.
1 drone pertanian multifungsi sebagai percontohan kolaborasi dengan masyarakat.
Robot-robot tersebut ikut serta dalam atraksi baris-berbaris bersama anggota kepolisian serta mendemonstrasikan simulasi tugas kepolisian di lapangan terbuka.
Tujuan Kehadiran Robot: Inovasi dan Modernisasi Polri
Menurut Komjen Pol. Dedi Prasetyo, Irwasum Polri, kehadiran robot ini bukan sekadar gimmick acara, melainkan bagian dari visi besar transformasi digital Polri. Ia menjelaskan bahwa robot-robot tersebut dirancang untuk:
Meningkatkan efisiensi dalam operasi kepolisian, terutama di daerah rawan atau berisiko tinggi.
Membantu penanganan bencana alam, seperti pencarian korban longsor, gempa, hingga kebakaran.
Melakukan tugas pengawasan, seperti monitoring kerumunan, pendeteksian wajah (face recognition), dan deteksi zat berbahaya.
Mendukung tugas intelijen dan forensik, seperti pengumpulan jejak DNA dan sidik jari di lokasi kejahatan.
Mengurangi risiko terhadap personel manusia, terutama dalam operasi berbahaya seperti penjinakan bom.
Robot K9, misalnya, mampu beroperasi hingga 8 jam non-stop, tahan terhadap panas, hujan, dan bahkan tidak memerlukan pelatih atau makanan seperti anjing asli.
Teknologi Buatan Anak Bangsa: Kolaborasi Lokal dan Benchmark Global
Yang menarik, sebagian besar robot ini merupakan hasil kolaborasi Polri dengan perusahaan dalam negeri, salah satunya PT SARI Teknologi. Polri juga mengaku telah melakukan benchmarking atau studi banding ke beberapa negara yang sudah lebih dulu mengadopsi teknologi robot polisi, seperti:
Singapura dengan robot “Xavier” yang patroli di taman-taman publik.
China dan Dubai yang telah menerapkan robot patroli dengan AI deteksi wajah.
Thailand yang menggunakan robot untuk bantuan di bencana banjir.
Robot yang tampil di HUT Bhayangkara masih dalam tahap uji coba dan pengembangan lanjutan. Polri menargetkan seluruh sistem kecerdasan buatan (AI) dapat dioptimalkan pada tahun 2030, termasuk kemampuan navigasi otomatis, pengambilan keputusan berbasis data, serta interaksi suara dua arah dengan masyarakat.
Sorotan Publik: Apresiasi dan Kritik Soal Anggaran
Meski inovasi ini diapresiasi, sebagian publik mempertanyakan anggaran dan urgensinya. Berdasarkan informasi yang beredar di media sosial dan forum-forum daring, satu unit robot humanoid diperkirakan seharga Rp 800 juta – Rp 1 miliar, sedangkan robo-dog sekitar Rp 20 juta – Rp 25 juta per unit.
Beberapa komentar netizen yang viral antara lain:
“Canggih sih, tapi apa benar sudah saatnya? Polisi di lapangan masih banyak yang kekurangan alat bantu dasar.”
“Pamer robot saat HUT oke, tapi kalau cuma show tanpa kejelasan operasional ya percuma.”
Isu ini semakin hangat setelah video latihan polisi bersama robot tersebar di media sosial dan dibagikan ulang oleh banyak akun besar.
Tantangan dan Masa Depan Transformasi Digital Polri
Langkah Polri untuk mengadopsi teknologi robotik tentu patut diapresiasi, namun tantangan besar tetap menanti:
Transparansi pengadaan dan efisiensi anggaran.
Peningkatan kemampuan personel untuk mengoperasikan teknologi canggih.
Pembuatan regulasi yang mengatur penggunaan robot dalam operasi nyata.
Evaluasi manfaat robot dalam konteks sosial, terutama soal kepercayaan publik.
Jika dijalankan dengan tepat, teknologi ini bisa menjadi solusi di masa depan. Tapi jika hanya berfungsi sebagai ajang pamer, maka potensi luar biasa tersebut bisa berakhir menjadi gimmick belaka.