
Jakarta, Mata4.com — Angin perubahan berembus dari Istana. Di tengah tantangan ekonomi global dan ketimpangan sosial yang masih terasa, muncul sinyal positif: para filantropis Indonesia kini siap turun tangan mendukung Presiden Prabowo Subianto dalam misi besar—menekan angka kemiskinan hingga ke titik paling rendah dalam sejarah bangsa.
Tak sekadar janji, ini adalah kolaborasi nyata antara negara dan kekuatan sipil. Bukan hanya untuk memberi bantuan, tetapi memberdayakan. Bukan sekadar memberi ikan, melainkan menyediakan kail, benang, bahkan perahu.
Prabowo Targetkan Nol Kemiskinan Ekstrem
Presiden Prabowo dalam berbagai kesempatan menegaskan ambisinya: “Kemiskinan bukan takdir. Ini soal keadilan. Dan kita harus bertindak sekarang.”
Visinya tidak main-main. Pemerintah menargetkan kemiskinan ekstrem 0 persen di 2026, dan kemiskinan umum di bawah 5 persen pada 2029. Di balik ambisi ini, ada kesadaran bahwa negara tak bisa berjalan sendiri. Maka, pintu pun dibuka lebar untuk kekuatan ketiga: filantropi dan swasta sosial.
Kolaborasi Publik–Swasta: Bukan Saling Gantikan, Tapi Saling Kuatkan
Sejumlah yayasan besar seperti Tanoto Foundation, Tahir Foundation, hingga lembaga mitra internasional seperti Gates Foundation menyatakan komitmennya untuk membantu.
Apa bentuk bantuannya?
- Pendampingan langsung ke akar rumput: UMKM desa, petani, nelayan, hingga perempuan kepala keluarga.
- Pelatihan keterampilan dan kewirausahaan digital, agar masyarakat tak sekadar survive, tapi thrive.
- Skema pembiayaan ringan untuk usaha kecil, mulai dari modal awal hingga sistem bagi hasil yang adil.
“Ini bukan soal berapa besar uang yang kita salurkan, tapi seberapa besar dampak yang kita hasilkan,” ujar seorang perwakilan yayasan dalam forum tertutup di Jakarta.
Kredit Mikro, Solusi Nyata dari Lapangan
Salah satu pilar yang menjadi tulang punggung program ini adalah PNM Mekaar, program pembiayaan ultra-mikro yang telah menjangkau lebih dari 15 juta nasabah perempuan di seluruh Indonesia. Sejak 2016, lebih dari Rp244 triliun sudah digelontorkan—bukan sebagai hibah, melainkan pembiayaan produktif.
Program ini terbukti mampu mengubah ibu rumah tangga menjadi pengusaha kecil, bahkan pengusaha desa menjadi pemasok nasional. Dan kini, para filantropis siap menduplikasi model sukses ini dengan pendekatan mereka sendiri.

www.service-ac.id
Makan Gratis, Pendidikan Gratis, dan Masa Depan yang Setara
Prabowo juga mendorong program Makan Bergizi Gratis untuk anak-anak sekolah dan ibu hamil/menyusui, sebagai upaya memutus rantai kemiskinan dari generasi paling muda. Program ini akan digulirkan serentak di seluruh desa, menciptakan ekosistem ekonomi lokal sekaligus menyehatkan generasi masa depan.
“Anak-anak Indonesia harus tumbuh sehat, cerdas, dan bebas lapar. Tak boleh ada satu pun yang tertinggal,” ujar Presiden dalam pidatonya di Bogor.
Dari Indonesia untuk Dunia: Diplomasi Anti-Kemiskinan
Langkah Prabowo tak berhenti di dalam negeri. Dalam forum G20 di Brasil, ia menyerukan gerakan global untuk menuntaskan kelaparan dan kemiskinan ekstrem. Seruan itu didukung tokoh global seperti Bill Gates, yang mengaku siap berinvestasi dalam program sosial Indonesia karena dinilai “paling siap secara sistem dan transparansi.”
Bukan Sekadar Angka, Tapi Kehidupan Nyata
Angka kemiskinan memang penting. Tapi di balik statistik, ada wajah-wajah manusia: petani yang ingin menyekolahkan anaknya, buruh harian yang mendambakan rumah layak, janda lansia yang menunggu uluran tangan.
Di sinilah sinergi negara dan filantropis memainkan peran krusial—membangun jembatan antara harapan dan kenyataan.
Penutup: Sebuah Ajakan, Bukan Sekadar Berita
Indonesia sedang bergerak. Pemerintah punya visi. Swasta punya sumber daya. Masyarakat punya semangat. Ketika ketiganya bersatu, mimpi besar menghapus kemiskinan bukan lagi utopia, melainkan realita yang mulai terasa.
“Kita tidak sedang menyantuni, kita sedang menyetarakan,” kata seorang pendamping desa.
Indonesia tak kekurangan orang baik. Yang dibutuhkan hanyalah panggilan untuk bersatu. Dan kini, panggilan itu sudah dijawab.