Jakarta, Mata4.com — Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman memaparkan 14 substansi utama dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang kini tengah dibahas bersama pemerintah dan berbagai elemen masyarakat.
RUU ini, menurutnya, menjadi langkah penting dalam pembaruan hukum acara pidana nasional agar lebih adaptif terhadap perkembangan zaman, teknologi, dan kebutuhan masyarakat.
“Tantangan yang dihadapi sistem peradilan pidana saat ini meliputi tuntutan transparansi, akuntabilitas, serta perlindungan hak-hak tersangka, korban, saksi, disabilitas, perempuan, dan anak. Oleh karena itu, setiap pasal dalam RUU ini harus merespons kebutuhan tersebut dengan bijaksana,” ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (13/11/2025).
RUU KUHAP: Usul Inisiatif DPR, Didorong Jadi Regulasi Modern
Habiburokhman menegaskan bahwa RUU KUHAP merupakan usul inisiatif DPR yang telah disetujui dalam Sidang Paripurna DPR RI pada 18 Februari 2025.
“Sebagaimana kita ketahui bersama, pimpinan DPR RI telah menugaskan Komisi III untuk membahas RUU KUHAP sebagai usul inisiatif DPR. Setelah itu, kami juga telah mengirimkan surat resmi kepada Presiden dan menerima tanggapan balasan,” jelasnya.
RUU ini diharapkan dapat menjadi kerangka hukum acara pidana yang modern, transparan, dan berkeadilan, sekaligus mengintegrasikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam setiap tahap proses peradilan.

14 Substansi Utama RUU KUHAP
Berikut empat belas poin utama pembaruan yang terkandung dalam draf RUU KUHAP versi Komisi III DPR RI:
- Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.
- Integrasi nilai-nilai KUHP baru, seperti keadilan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif.
- Penegasan diferensiasi fungsional antara penyidik, jaksa, hakim, advokat, dan tokoh masyarakat untuk menjamin profesionalitas dan akuntabilitas.
- Perbaikan kewenangan antara penyelidik, penyidik, dan penuntut umum, serta peningkatan koordinasi antar lembaga penegak hukum.
- Penguatan hak-hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk hak atas bantuan hukum dan perlindungan dari intimidasi.
- Penguatan peran advokat dan kewajiban negara memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi pihak yang tidak mampu.
- Penerapan mekanisme keadilan restoratif sebagai alternatif penyelesaian perkara di luar pengadilan.
- Perlindungan khusus bagi kelompok rentan seperti disabilitas, perempuan, anak, dan lansia.
- Penegasan perlindungan disabilitas dalam seluruh tahapan pemeriksaan hukum.
- Perbaikan mekanisme upaya paksa (penangkapan, penahanan, penggeledahan) agar sesuai prinsip due process of law dan pengawasan yudisial.
- Pengenalan mekanisme baru, termasuk pengakuan bersalah dengan keringanan hukuman (plea bargaining) dan penundaan penuntutan bagi korporasi.
- Pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi, mengikuti tren global sistem hukum modern.
- Penguatan hak restitusi dan rehabilitasi bagi korban serta pihak yang dirugikan akibat kesalahan prosedur hukum.
- Modernisasi sistem peradilan pidana agar lebih cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel berbasis teknologi informasi.
Menuju Sistem Peradilan yang Manusiawi dan Akuntabel
Habiburokhman menegaskan, arah utama dari pembaruan RUU KUHAP ini adalah terciptanya sistem peradilan yang berkeadilan, menghormati hak asasi manusia, dan adaptif terhadap era digital.
RUU ini juga menegaskan pentingnya keseimbangan antara kepastian hukum dan rasa keadilan, terutama bagi korban dan kelompok rentan.
“Seluruh substansi RUU KUHAP diarahkan untuk mewujudkan peradilan pidana yang modern, cepat, sederhana, transparan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia,” tegasnya.
Dengan langkah ini, DPR dan pemerintah berharap RUU KUHAP bisa menjadi tonggak baru pembaruan hukum pidana nasional, menggantikan sistem yang telah berlaku lebih dari 40 tahun sejak era kolonial, menuju hukum acara pidana yang benar-benar mencerminkan semangat Indonesia modern dan berkeadilan sosial.
