Jakarta, 24 Juli 2025 – Satria Arta Kumbara, mantan prajurit Korps Marinir TNI AL yang sempat bergabung sebagai tentara bayaran di Rusia, saat ini tengah menjadi sorotan publik setelah status kewarganegaraannya dinyatakan gugur. Meskipun telah kehilangan status Warga Negara Indonesia (WNI), pemerintah menyebut masih terbuka peluang bagi Satria untuk kembali menjadi WNI. Namun, jalannya tidak mudah dan harus mengikuti prosedur ketat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Latar Belakang Kasus
Satria sebelumnya dikenal sebagai prajurit TNI AL. Namun pada 2022, ia meninggalkan dinas militer dan diketahui bergabung dalam kelompok militer bayaran (mercenary) di Rusia. Ia dilaporkan terlibat dalam konflik bersenjata dan bahkan sempat mengunggah video terkait aktivitas militernya di media sosial.
Keterlibatan langsung dalam tentara asing tanpa seizin Presiden RI menjadikan Satria secara hukum otomatis kehilangan status WNI. Hal ini mengacu pada:
- UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI
- Pasal 23 huruf d & e, yang menyatakan bahwa WNI kehilangan kewarganegaraannya jika masuk dalam dinas militer asing tanpa izin Presiden
- PP No. 2 Tahun 2007, yang mengatur lebih lanjut prosedur kehilangan dan permohonan kembali kewarganegaraan
Bisakah Satria Jadi WNI Lagi?
Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa meski secara hukum Satria bukan lagi WNI, jalur pemulihan kewarganegaraan tetap terbuka. Ia harus mengajukan permohonan kembali sebagai WNI melalui mekanisme naturalisasi murni, bukan otomatis atau istimewa.
Proses naturalisasi ini adalah prosedur yang biasa dilalui warga negara asing yang ingin menjadi WNI untuk pertama kalinya. Bagi mantan WNI seperti Satria, meskipun pernah memiliki status tersebut, ia tetap harus mengikuti seluruh tahapan dari awal.
Prosedur Naturalisasi Murni
Berikut syarat dan prosedur yang harus dipenuhi Satria:
- Permohonan Tertulis
- Harus diajukan kepada Presiden melalui Kementerian Hukum dan HAM.
- Meliputi dokumen identitas, bukti pernah menjadi WNI, serta pernyataan kesetiaan pada NKRI.
- Tinggal di Indonesia Selama Minimal 5 Tahun Berturut-turut atau 10 Tahun Tidak Berturut
- Syarat ini menjadi tantangan karena status keberadaan Satria saat ini belum jelas di Indonesia.
- Menguasai Bahasa Indonesia
- Harus bisa berbicara dan memahami bahasa Indonesia dengan baik.
- Mengakui Pancasila dan UUD 1945
- Menyatakan kesetiaan kepada dasar negara dan tidak memiliki konflik ideologis dengan NKRI.
- Tidak Pernah Dihukum Lebih dari 1 Tahun Penjara
- Satria harus memastikan tidak pernah dihukum pidana berat, baik di Indonesia maupun luar negeri.
- Memiliki Pekerjaan atau Penghasilan Tetap
- Untuk menjamin bahwa ia tidak akan menjadi beban negara.
- Bersedia Melepaskan Kewarganegaraan Asing
- Bila saat ini Satria memiliki kewarganegaraan Rusia atau negara lain, ia wajib melepaskannya terlebih dahulu.
- Pertimbangan dari Instansi Terkait
- Termasuk dari Kementerian Pertahanan dan Kementerian Luar Negeri, yang dapat memberikan rekomendasi berdasarkan pertimbangan politik, keamanan, dan reputasi negara.
Pertimbangan Etika dan Politik
Beberapa akademisi dan pakar kebijakan menilai permohonan Satria untuk kembali menjadi WNI bukan hanya soal administrasi. Ada dimensi etik dan politik yang patut dipertimbangkan. Satria pernah menjadi simbol pengkhianatan terhadap negara, dan keterlibatannya dalam konflik asing dianggap dapat merusak citra Indonesia di mata internasional.
Direktur Eksekutif Pusat Studi ASEAN UGM, Dafri Agussalim, menyatakan bahwa pemerintah perlu berhati-hati. Ia menyebut bahwa pengambilan keputusan harus mempertimbangkan aspek keamanan nasional, dampak diplomatik, dan sentimen publik. Jika tidak, ini bisa menjadi preseden negatif bagi mantan aparat negara lainnya.
Keputusan di Tangan Presiden
Setelah semua proses dan evaluasi selesai, keputusan akhir tetap berada di tangan Presiden Republik Indonesia. Presiden berwenang menyetujui atau menolak permohonan berdasarkan pertimbangan menyeluruh, termasuk rekomendasi Kementerian/Lembaga terkait.
Hingga saat ini, belum ada informasi resmi apakah Satria telah secara aktif mengajukan permohonan untuk menjadi WNI kembali.
Kesimpulan
Satria Arta Kumbara masih punya peluang untuk kembali menjadi warga negara Indonesia, tetapi jalurnya sangat terbatas dan penuh tantangan hukum, administratif, serta etika. Pemerintah, terutama Presiden RI, akan menjadi penentu utama apakah seseorang yang pernah menjadi tentara asing dan kehilangan status WNI dapat diterima kembali sebagai bagian dari NKRI.
Apakah publik mendukung pemulihan status Satria sebagai WNI? Atau justru menolaknya demi menjaga wibawa hukum dan kehormatan militer Indonesia? Pertanyaan ini mungkin akan menjadi bahan diskusi nasional dalam waktu dekat.
