
Pangandaran, Mata4.com — Polemik seputar keberadaan Keramba Jaring Apung (KJA) di kawasan perairan Pantai Timur Pangandaran memasuki babak baru yang lebih tajam dan emosional. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti, yang dikenal vokal dalam isu-isu kelautan dan konservasi, secara terbuka menyampaikan kekecewaannya terhadap pernyataan seorang profesor dari Universitas Padjadjaran (Unpad), yang menurutnya tidak mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang ekosistem laut.
Susi bahkan menggunakan kata “bodoh” dalam menyikapi pernyataan akademisi tersebut yang menyebut bahwa bibit lobster yang tidak ditangkap akan “mati sia-sia” di laut. Hal ini memicu reaksi keras dari kalangan alumni dan civitas akademika Unpad yang menilai pernyataan Susi telah melecehkan institusi pendidikan tinggi tersebut.
Latar Belakang Polemik
Keramba Jaring Apung (KJA) merupakan sistem budidaya ikan laut yang ditempatkan di perairan terbuka. Proyek ini rencananya akan dijalankan di kawasan laut Pangandaran sebagai bagian dari program investasi dan pengembangan sektor perikanan.
Namun, keberadaan KJA tersebut mendapat penolakan keras dari sejumlah pihak, termasuk nelayan lokal dan aktivis lingkungan. Salah satu tokoh terdepan dalam penolakan ini adalah Susi Pudjiastuti, yang juga merupakan putri daerah Pangandaran. Ia menilai proyek tersebut berpotensi merusak ekosistem laut, merugikan nelayan lokal, dan mengancam keberlanjutan pariwisata bahari.
Pernyataan Kontroversial dan Reaksi Susi
Puncak ketegangan terjadi saat dalam sebuah rapat yang digelar pada awal Agustus 2025, seorang wakil dekan dari Fakultas Perikanan Unpad menyampaikan argumen bahwa jika benih-benih lobster (benur) tidak ditangkap, maka akan mati percuma di laut. Hal ini disebutkan dalam konteks pembenaran atas eksploitasi benur yang selama ini menjadi sumber konflik antara pelestarian dan keuntungan ekonomi.
Pernyataan ini langsung disanggah keras oleh Susi Pudjiastuti, yang menilai argumen tersebut tidak berdasar secara ekologi.
“Masa seorang profesor perikanan ngomong kalau bibit lobster itu tidak ditangkap mati di tengah laut percuma, ya tidak ada percuma dalam ekosistem. Kalau mati di laut ya dimakan oleh yang lain, menjadi bagian dari rantai makanan,” ucap Susi saat berbicara di hadapan publik dalam sebuah diskusi terbuka di kawasan Susi Air Beach Strip, Pangandaran, Rabu, 13 Agustus 2025.
Dalam momen tersebut, Susi kemudian menyebut sang profesor dengan istilah yang menuai kontroversi, yaitu “bodoh”, karena dianggap tidak memahami prinsip dasar ekosistem laut.
Respons Keras dari Alumni dan Akademisi Unpad
Pernyataan Susi langsung menuai respons dari kalangan alumni dan civitas akademika Universitas Padjadjaran. Beberapa alumni menganggap bahwa penggunaan kata “bodoh” tidak hanya menyasar individu, tetapi mencederai marwah institusi pendidikan Unpad secara keseluruhan.
Wakil Ketua I Ikatan Alumni Unpad (IKA Unpad), Budi Hermansyah, dalam pernyataan resminya menyampaikan kekecewaan mendalam:
“Kami sangat menyayangkan pernyataan Ibu Susi yang menyebut salah satu profesor kami dengan sebutan ‘bodoh’. Itu bukan hanya serangan personal, tapi juga mencerminkan pelecehan terhadap lembaga pendidikan dan dunia akademik,” ujarnya.
Beberapa alumni juga menilai bahwa perbedaan pandangan dalam ilmu pengetahuan adalah hal yang wajar dan seharusnya tidak disikapi dengan penghinaan personal, terlebih dilakukan oleh tokoh publik yang selama ini dihormati karena dedikasinya terhadap kelautan.

www.service-ac.id
Jeje Wiradinata: Kritik Itu Bukan untuk Lembaga
Sementara itu, Jeje Wiradinata, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Pangandaran dan juga tokoh yang mendampingi Susi dalam menolak proyek KJA, menyampaikan klarifikasi atas polemik ini.
Jeje menilai bahwa ucapan Susi ditujukan secara personal, bukan kepada lembaga Unpad.
“Saya mengenal baik Ibu Susi. Ketika beliau mengatakan ‘bodoh’, itu diarahkan pada argumen atau pandangan individu, bukan kepada institusi seperti Unpad. Kita harus bisa bedakan antara kritik terhadap pendapat dan penghinaan terhadap lembaga,” jelas Jeje.
Jeje juga mengingatkan bahwa yang seharusnya lebih diperdebatkan adalah substansi dari kebijakan KJA, bukan polemik kata-kata.
Dampak Sosial dan Akademik
Polemik ini menunjukkan bahwa isu lingkungan dan kebijakan pembangunan tidak hanya melibatkan dimensi teknis, tetapi juga berimplikasi sosial, politik, dan etika. Ketika tokoh publik seperti Susi Pudjiastuti mengkritik dengan gaya komunikasi yang tajam, hal itu dapat menciptakan gelombang respons yang melibatkan berbagai pihak.
Dari sisi akademisi, kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana ilmuwan menyampaikan pandangan dalam forum publik. Sebaliknya, dari sisi aktivis dan tokoh masyarakat, muncul pula pertanyaan tentang etika dalam menyampaikan kritik terhadap pihak yang memiliki otoritas ilmiah.
Timeline Peristiwa
Tanggal | Peristiwa |
---|---|
6 Agustus 2025 | Dalam rapat bersama instansi dan akademisi, wakil dekan Unpad menyampaikan bahwa benur yang tidak ditangkap akan mati sia-sia. Susi Pudjiastuti walk-out dari forum. |
13 Agustus 2025 | Susi menyampaikan kritik keras di hadapan masyarakat dan media, menyebut pandangan profesor Unpad sebagai “bodoh”. |
14–18 Agustus 2025 | Alumni Unpad menyampaikan protes terbuka, menilai pernyataan Susi sebagai bentuk pelecehan terhadap institusi. |
19 Agustus 2025 | Jeje Wiradinata menyampaikan bahwa ucapan Susi bersifat personal dan tidak ditujukan kepada Unpad sebagai lembaga. |
Penutup: Jalan Tengah yang Perlu Ditempuh
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya komunikasi yang sehat dan saling menghormati dalam dialog publik. Kritik tajam terhadap kebijakan publik sah-sah saja, namun etika komunikasi tetap perlu dijaga. Di sisi lain, akademisi juga dituntut untuk menyampaikan pandangan berdasarkan kajian yang kuat dan mempertimbangkan sensitivitas sosial.
Di tengah keributan ini, esensi utama dari polemik—yakni perlindungan ekosistem laut Pangandaran—jangan sampai terlupakan. Masyarakat berharap agar semua pihak, baik tokoh masyarakat, pemerintah, maupun akademisi, bisa duduk bersama mencari solusi terbaik, demi lingkungan yang lestari dan pembangunan yang berkelanjutan.