Jakarta, Mata4.com — Di tengah hiruk-pikuk ibu kota yang tak pernah tidur, di sebuah rumah sederhana di kawasan Jakarta Timur, Sutarwo menjalani perjuangannya setiap hari dengan penuh keteguhan hati. Seorang ayah berusia 45 tahun yang kini tengah menghadapi ujian terbesar dalam hidupnya: memastikan anaknya bisa terus melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi meski kondisi ekonomi keluarga serba terbatas.
Bagi banyak orang, menjual barang-barang pribadi mungkin adalah hal biasa. Namun bagi Sutarwo, langkah ini penuh makna. Barang-barang itu bukan hanya benda, melainkan saksi bisu perjalanan hidup keluarganya. “Setiap barang yang saya jual itu menyimpan kenangan. Tapi saya rela melepas semuanya demi anak saya bisa sekolah,” ujarnya sambil mengusap pelan sebuah foto keluarga yang tergantung di dinding.
Keputusan Berat yang Terpaksa Diambil
Sutarwo bekerja sebagai buruh lepas dengan penghasilan yang pas-pasan dan tidak menentu setiap bulannya. Di tengah tekanan ekonomi yang semakin berat, biaya kuliah sang anak yang terus meningkat menjadi beban besar yang harus ia tanggung. “Saya sudah mencoba segala cara, mulai dari kerja tambahan hingga mencari pinjaman kecil, tapi tetap saja kurang,” katanya.
Maka dari itu, ia memutuskan untuk menjual beberapa barang elektronik seperti televisi, kulkas, hingga perabot rumah tangga lainnya. Keputusan ini diambil setelah melalui banyak pertimbangan dan diskusi bersama istri. “Kami tahu itu berat, tapi kami lebih berat melihat anak kami harus berhenti kuliah hanya karena masalah biaya,” ujar Sutarwo.
Dukungan dari Lingkungan Sekitar
Perjuangan Sutarwo tidak luput dari perhatian tetangga dan masyarakat sekitar. Mereka memberikan dukungan moral dan bantuan kecil sebagai bentuk solidaritas. “Kami sebagai tetangga sangat menghormati dan mendukung perjuangan Pak Sutarwo. Kami berusaha membantu sebisa kami, entah itu dengan memberikan makanan atau membantu mengantar anaknya ke kampus,” ungkap Ibu Rina, tetangga dekat Sutarwo.
Tidak hanya dari masyarakat sekitar, beberapa organisasi sosial dan komunitas pendidikan di Jakarta juga mulai bergerak memberikan bantuan. Komunitas “Cahaya Harapan”, misalnya, aktif menggalang dana untuk meringankan beban keluarga Sutarwo. “Kami tergerak melihat semangat dan ketulusan Pak Sutarwo dalam membiayai pendidikan anaknya. Ini bukan hanya tentang satu keluarga, tapi tentang masa depan bangsa,” kata Ahmad Fauzi, koordinator komunitas.
Tantangan Sistem Pendidikan dan Ekonomi
Kisah Sutarwo mencerminkan masalah yang lebih luas di Indonesia, di mana banyak keluarga menghadapi kesulitan dalam membiayai pendidikan tinggi anak-anak mereka. Menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2024, sekitar 20% keluarga Indonesia kesulitan membayar biaya kuliah karena ketidakstabilan ekonomi.
Meski pemerintah telah menyediakan program beasiswa seperti Bidikmisi dan KIP Kuliah, masih banyak keluarga yang belum dapat mengakses bantuan tersebut secara optimal. Beberapa kendala yang dihadapi antara lain minimnya informasi, proses administrasi yang rumit, serta persyaratan yang sulit dipenuhi.
Sutarwo sendiri mengaku pernah mencoba mendaftarkan anaknya ke program beasiswa, namun belum berhasil. “Saya berharap pemerintah bisa membuat program bantuan lebih mudah diakses dan dikenal oleh keluarga seperti kami,” ujarnya dengan harapan besar.
Pendidikan Sebagai Harapan Masa Depan
Para pakar pendidikan menekankan bahwa pendidikan adalah hak setiap anak dan kewajiban bersama untuk menjamin akses yang adil dan merata. Prof. Dr. Lina Marlina, ahli pendidikan dari Universitas Indonesia, mengatakan, “Perjuangan orang tua seperti Pak Sutarwo harus menjadi perhatian kita semua. Ini bukan hanya soal biaya, tetapi soal memastikan bahwa setiap anak punya kesempatan yang sama untuk meraih cita-cita.”
Sementara itu, Sutarwo sendiri meyakini bahwa pendidikan adalah kunci untuk keluar dari kemiskinan dan mencapai kehidupan yang lebih baik. “Saya ingin anak saya punya kesempatan yang sama seperti teman-temannya. Saya percaya dengan pendidikan, dia bisa mengubah nasib keluarga kami,” katanya penuh keyakinan.
Kisah yang Menginspirasi dan Menggerakkan
Perjuangan Sutarwo bukan hanya cerita tentang kesulitan, tapi juga tentang harapan dan semangat yang tak pernah padam. Kisah ini menjadi inspirasi bagi banyak orang, mengingatkan bahwa di balik setiap angka statistik, ada manusia dengan cerita dan perjuangan nyata.
Semangat pantang menyerah yang ditunjukkan oleh Sutarwo mengajak kita semua untuk lebih peduli terhadap pendidikan dan kesejahteraan keluarga kurang mampu. Tidak hanya melalui donasi, tapi juga dengan dukungan kebijakan yang memudahkan akses pendidikan dan memperkuat perlindungan sosial.
Harapan untuk Masa Depan
Kini, dengan segala pengorbanan yang telah dilakukan, Sutarwo berharap anaknya bisa menyelesaikan pendidikan dan menjadi pribadi yang sukses. “Saya tidak menginginkan hal lain, selain melihat anak saya berhasil dan bisa membanggakan keluarga,” tutupnya dengan senyum penuh haru.
Kisah ini mengingatkan kita semua bahwa pendidikan adalah investasi terbesar yang harus diperjuangkan bersama. Dengan dukungan dan perhatian yang tepat, tidak ada anak Indonesia yang harus terhenti di tengah jalan karena alasan biaya.

