
Jakarta, Mata4.com — Pemerintah melalui Kementerian Keuangan secara resmi menetapkan target penerimaan pajak sebesar Rp2.357,7 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2026. Angka ini mencerminkan kenaikan sebesar 13,5% dibandingkan target dalam APBN 2025 yang berada di kisaran Rp2.077,3 triliun.
Kenaikan target tersebut menunjukkan optimisme pemerintah terhadap prospek perekonomian nasional serta keseriusan dalam memperkuat fondasi fiskal negara. Dalam penyampaian Nota Keuangan RAPBN 2026 di Gedung DPR RI, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa kenaikan ini didorong oleh kombinasi faktor strategis, termasuk pemulihan ekonomi, keberlanjutan reformasi perpajakan, dan pemanfaatan teknologi dalam sistem administrasi perpajakan.
“Peningkatan target penerimaan pajak tahun 2026 bukan semata-mata soal angka, tapi mencerminkan arah kebijakan fiskal yang berkelanjutan dan berpihak pada pembangunan nasional yang inklusif,” ujar Sri Mulyani di hadapan para anggota dewan.
Basis Ekonomi dan Proyeksi 2026
Pemerintah memproyeksikan bahwa pada tahun 2026, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di kisaran 5,3% hingga 5,7%, dengan inflasi yang tetap terjaga, serta stabilitas nilai tukar yang mendukung dunia usaha. Asumsi makro ini menjadi landasan penting dalam merancang target penerimaan pajak yang realistis namun tetap ambisius.
Kondisi global yang mulai stabil, perbaikan harga komoditas ekspor utama Indonesia, serta meningkatnya konsumsi dan investasi domestik juga diharapkan menjadi faktor pendorong meningkatnya basis pajak secara alami.
Strategi Peningkatan Penerimaan
Untuk mencapai target penerimaan pajak Rp2.357,7 triliun, pemerintah akan mengandalkan sejumlah strategi utama:
- Penguatan Administrasi Perpajakan
Pemerintah akan terus mendorong modernisasi sistem pajak melalui digitalisasi, integrasi data lintas instansi, serta peningkatan kapasitas analitik dalam mengidentifikasi potensi pajak. Implementasi Core Tax Administration System (CTAS) diharapkan mampu meningkatkan efisiensi, transparansi, dan kepatuhan wajib pajak. - Perluasan Basis Pajak
Pemerintah akan fokus menjangkau sektor-sektor yang selama ini belum optimal dalam memberikan kontribusi pajak, seperti sektor informal, UMKM digital, serta transaksi lintas batas di era ekonomi digital. - Peningkatan Kepatuhan Sukarela
Lewat pendekatan edukatif dan intensifikasi layanan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan memperkuat strategi compliance risk management untuk mendorong kepatuhan sukarela. Pemanfaatan big data dan kecerdasan buatan juga akan digunakan untuk memantau dan menganalisis perilaku perpajakan. - Kebijakan Pajak yang Mendukung Pertumbuhan
Pemerintah menegaskan bahwa peningkatan penerimaan tidak akan dibebankan pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Fokus utama adalah mendorong investasi, hilirisasi industri, dan kegiatan produktif melalui kebijakan insentif pajak yang tepat sasaran.
Komposisi Penerimaan Pajak
Penerimaan pajak 2026 akan tetap bertumpu pada tiga komponen utama:
- Pajak Penghasilan (PPh), yang diharapkan meningkat seiring pemulihan ekonomi dan membaiknya laba korporasi.
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang terdorong oleh konsumsi domestik dan efektivitas pemungutan dari e-commerce dan pelaku usaha digital.
- Pajak lainnya, termasuk PBB dan cukai, yang juga akan ditingkatkan melalui reformasi sektor dan penyesuaian tarif secara selektif.

www.service-ac.id
Dampak Fiskal dan Pembangunan
Kenaikan target pajak ini memberikan ruang fiskal yang lebih besar bagi pemerintah untuk membiayai program-program prioritas, seperti:
- Penguatan kualitas pendidikan dan kesehatan
- Pembangunan infrastruktur dasar dan digital
- Akselerasi transisi energi dan ekonomi hijau
- Program perlindungan sosial dan pengurangan kemiskinan ekstrem
“Penerimaan pajak adalah tulang punggung kemandirian fiskal Indonesia. Dengan penerimaan yang kuat dan berkelanjutan, kita bisa lebih leluasa mendanai pembangunan tanpa terlalu bergantung pada utang,” tambah Sri Mulyani.
Tantangan dan Antisipasi
Meski demikian, pemerintah menyadari sejumlah tantangan yang masih membayangi, seperti ketidakpastian ekonomi global, volatilitas harga komoditas, hingga potensi pelemahan daya beli. Oleh karena itu, RAPBN 2026 dirancang secara hati-hati dengan prinsip kehati-hatian fiskal, fleksibilitas kebijakan, dan keberlanjutan pembangunan.
Pemerintah juga meminta dukungan DPR RI, dunia usaha, dan seluruh masyarakat untuk berperan aktif dalam mendukung pencapaian target pajak ini, baik melalui kepatuhan pajak, sinergi data, maupun partisipasi dalam pembangunan nasional.
Penutup
Target penerimaan pajak sebesar Rp2.357,7 triliun pada 2026 bukan sekadar angka di atas kertas. Ini adalah wujud komitmen pemerintah dalam memperkuat fondasi ekonomi nasional, menjaga kredibilitas fiskal, serta membangun Indonesia yang lebih adil dan berkelanjutan. Keberhasilan mencapai target ini akan sangat bergantung pada kolaborasi seluruh pihak dan ketangguhan sistem perpajakan nasional ke depan.